ADB Proyeksikan Perang Dagang Semakin Menekan Ekonomi Asia
›
ADB Proyeksikan Perang Dagang ...
Iklan
ADB Proyeksikan Perang Dagang Semakin Menekan Ekonomi Asia
Perang dagang yang berlanjut diproyeksikan semakin menekan potensi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia. Memburuk dan meluasnya konflik perdagangan AS-China diperkirakan dapat menimbulkan perubahan rantai pasokan di Asia.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perang dagang yang berlanjut diproyeksikan semakin menekan potensi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang sedang berkembang masih cukup kuat, tetapi prospeknya kini meredup dan risiko terhadap perekonomian terus naik seiring melemahnya perdagangan dan investasi.
Dalam publikasi ekonomi tahunan terkemuka dari ADB, Asian Development Outlook (ADO) 2019 Update, yang dirilis di Tokyo, Jepang, Rabu (25/9/2019), perekonomian China akan tumbuh 6,2 persen tahun ini dan 6,0 persen tahun depan. Asia Tenggara secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh 4,5 persen pada 2019 dan 4,7 persen pada 2020. Adapun perekonomian di kawasan Asia Timur akan berekspansi hingga 5,5 persen dan 5,4 persen dalam dua tahun berturut-turut.
Laporan itu dipresentasikan secara langsung oleh Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein dan Ekonom Kepala ADB untuk Indonesia Emma R Alien, di Jakarta.
”Konflik perdagangan China-AS sangat mungkin akan berlanjut hingga 2020, sedangkan sejumlah perekonomian utama di dunia diperkirakan akan mengalami kesulitan lebih besar daripada yang diantisipasi saat ini,” ungkap Yasuyuki Sawada, Ekonom Kepala ADB, dalam pernyataan pers.
”Di Asia, melemahnya momentum perdagangan dan menurunnya investasi menjadi perhatian utama,” lanjut Sawada. ”Para pembuat kebijakan perlu memantau isu-isu ini dengan saksama.”
Pihak ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi 45 negara yang menjadi bagian dari kawasan Asia yang sedang berkembang sebesar 5,4 persen tahun ini, sebelum naik tipis ke 5,5 persen pada 2020. Proyeksi ini lebih rendah daripada proyeksi ADB sebelumnya pada akhir triwulan I-2019. Menurut ADB, hal itu mencerminkan turunnya prospek perdagangan internasional akibat memburuknya ketegangan perdagangan AS-China.
Selain itu, faktor lain yang memengaruhi adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah perekonomian maju dan perekonomian besar di kawasan Asia yang sedang berkembang, termasuk China sendiri, India, Korea Selatan, dan Thailand. Kawasan Asia yang tengah berkembang—di luar Hong Kong, China, Korsel, Singapura, dan Taiwan—diperkirakan tumbuh masing-masing 6,0 persen tahun ini dan tahun mendatang.
Di India, investasi yang melemah menjelang pemilihan umum pada April-Mei dan juga pengetatan kredit telah membebani proyeksi pertumbuhan negara tersebut tahun ini. Ekonomi India diperkirakan tumbuh 6,5 persen pada tahun 2019, sebelum naik ke 7,2 persen pada 2020. Asia Selatan secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh 6,2 persen dan 6,7 persen, masing-masing pada tahun 2019 dan 2020.
Rantai pasok berubah
Memburuk dan meluasnya konflik perdagangan AS-China diperkirakan dapat menimbulkan perubahan rantai pasokan di Asia. Sejauh ini sudah tampak adanya peralihan perdagangan dari China menuju perekonomian yang lain di kawasan Asia yang sedang berkembang, seperti Vietnam dan Bangladesh.
Investasi asing langsung juga mengikuti pola yang serupa. Hal itu ditegaskan Alien. Merujuk pada proyeksi ADB di Manila, selain Vietnam, negara-negara yang paling diuntungkan dengan perubahan rantai pasokan itu adalah Malaysia dan Thailand.
Pihak ADB menekankan bahwa utang publik ataupun swasta di kawasan Asia yang sedang berkembang telah meningkat sejak krisis keuangan global tahun 2008-2009. Seiring hal itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) negara-negara itu secara keseluruhan telah naik lebih dari 60 persen dalam dua dekade terakhir. Kenaikan utang yang cukup pesat tersebut dapat membahayakan kestabilan keuangan dan mendorong para pembuat kebijakan agar tetap waspada.