Eropa Ikuti Gendang AS
AS sudah lama meminta Iran merundingkan ulang program nuklirnya. Perundingan baru mencakup program persenjataan Iran. Kini Eropa mendukung AS, tetapi Teheran menolak.
New York, Selasa —Eropa mengikuti jejak Amerika Serikat soal Iran. Mereka meminta Iran merundingkan kesepakatan baru terkait nuklir, program rudal, dan keamanan regional. Iran menolak permintaan itu.
Permintaan Eropa disampaikan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson setelah ketiganya bertemu di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York, AS, Senin (23/9/2019) sore waktu setempat atau Selasa dini hari WIB.
Dalam pernyataan bersama, mereka menyebut kini masanya bagi Iran menerima perundingan ulang. ”Demi kerangka kerja jangka panjang untuk program nuklirnya dan masalah-masalah terkait keamanan kawasan, termasuk program rudal atau peluncur senjata lainnya,” demikian pernyataan mereka.
Ketiga negara itu juga secara eksplisit menyebut Iran harus bertanggung jawab atas insiden serangan atas kilang minyak di Arab Saudi, 14 September lalu. Iran sudah berulang kali membantah tuduhan atas keterlibatan dirinya dalam serangan itu. Sebelumnya, milisi Houthi di Yaman mengklaim tanggung jawab atas serangan tersebut.
Johnson juga secara khusus meminta Presiden AS Donald Trump membuat kesepakatan baru soal nuklir Iran. Meskipun demikian, Inggris dipastikan tetap mendukung kesepakatan nuklir 2015, yang dikenal dengan nama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). London ingin Teheran tetap mematuhi komitmen dalam JCPOA. ”Apa pun keberatan pada kesepakatan lama, sekarang waktunya maju dan membuat kesepakatan baru,” ujarnya.
Permintaan Eropa mirip dengan keinginan Trump. Alasan utama AS keluar secara sepihak dari JCPOA dan menjatuhkan serangkaian sanksi kepada Iran adalah agar Teheran mau merundingkan kesepakatan baru.
Menanggapi permintaan yang disampaikan tiga pemimpin Eropa itu, Iran menolak berunding ulang soal program nuklirnya. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengingatkan, Eropa telah gagal memenuhi kewajiban dalam JCPOA. ”Tak ada kesepakatan baru sebelum pemenuhan (komitmen) yang sekarang,” tulisnya di media sosial.
Dalam JCPOA, Iran setuju program nuklirnya dibatasi dan diawasi internasional. Sebagai imbalan, AS, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, dan China setuju mencabut sanksi ekonomi bagi Iran.
Tagih komitmen Eropa
Namun, sampai sekarang, sanksi itu belum dicabut. Eropa masih mencari cara bertransaksi dengan Iran tanpa melanggar rangkaian sanksi AS. Iran merespons hal itu dengan menguatkan ulang program nuklir dan melanggar komitmen di JCPOA secara bertahap.
Zarif juga tak mau menganggap serius usulan pertemuan Presiden Iran Hassan Rouhani dengan Trump. Seperti halnya soal perundingan ulang, ia menegaskan tidak ada pertemuan bilateral selama para penandatangan JCPOA belum memenuhi komitmen mereka kepada Iran.
Trump juga dinilai menutup pintu perundingan lewat rangkaian sanksi baru. AS memasukkan bank sentral Iran sebagai lembaga pendana teror. Keputusan itu sulit diubah pada masa mendatang.
Macron mengatakan, peluang peredaan ketegangan di Timur Tengah terus mengecil. Walakin, upaya peredaan sangat diperlukan. ”Iran harus memanfaatkan ini,” ujarnya seraya menyebut ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat.
Menurut Macron, kini ada peluang dialog karena Rouhani dan Trump sama-sama di New York pekan ini. Seperti banyak kepala negara atau kepala pemerintahan, mereka menghadiri sidang Majelis Umum PBB. ”Saya akan melakukan apa pun untuk membuka ruang diskusi. Pemain utama ada, sesuatu dapat terjadi,” kata Macron.
Bukan hanya Iran yang tidak menanggapi serius dorongan Macron. Trump juga demikian. ”Kami tidak perlu penengah,” ujarnya seraya menyatakan Iran tahu harus menghubungi siapa jika mau berunding.
(AP/AFP/REUTERS/RAZ)