Perkecil Dampak Tekanan Global, Anggaran Perlindungan Sosial Dinaikkan
›
Perkecil Dampak Tekanan...
Iklan
Perkecil Dampak Tekanan Global, Anggaran Perlindungan Sosial Dinaikkan
Peningkatan anggaran program perlindungan sosial mesti dioptimalkan untuk memperkecil dampak tekanan global terhadap perekonomian dalam negeri.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan anggaran program perlindungan sosial mesti dioptimalkan untuk memperkecil dampak tekanan global terhadap perekonomian dalam negeri. Perlindungan sosial bukan hanya untuk kelompok penduduk miskin, melainkan juga penduduk rentan miskin.
Dalam APBN 2020, pagu anggaran untuk perlindungan sosial meningkat menjadi Rp 372,5 triliun dari Rp 369,1 triliun tahun 2019. Alokasi anggaran perlindungan sosial, di antaranya untuk Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, pembiayaan ultra mikro, dana desa, Jaminan Kesehatan Nasional, dan sejumlah subsidi di luar pajak.
Program perlindungan sosial terbaru berupa bantuan pangan atau kartu sembako untuk 15,6 juta keluarga miskin senilai Rp 28,1 triliun.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, tekanan ekonomi global berpotensi meningkatkan penduduk miskin di Indonesia meski tidak signifikan. Kemelut perang dagang AS-China menyebabkan kinerja ekspor turun, terutama komoditas sawit dan batubara.
”Kemiskinan di daerah-daerah penghasil ekspor unggulan itu bisa meningkat karena banyak petani kecil yang bergantung pada komoditas yang saat ini harga dan permintaan globalnya terus turun,” kata Yose, yang dihubungi Rabu (25/9/2019), di Jakarta.
Angka kemiskinan juga dipengaruhi kondisi ekonomi. Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat pada kisaran 5-5,1 persen. Untuk itu, potensi kenaikan penduduk miskin di Jawa mesti diantisipasi seiring pertumbuhan ekonomi yang melambat. Selama ini kontribusi Jawa dalam pertumbuhan ekonomi itu mencapai 59 persen.
Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat pada kisaran 5-5,1 persen.
Yose mengatakan, kenaikan anggaran untuk program perlindungan sosial harus dioptimalkan sebagai jaring pengaman bagi penduduk miskin. Penyaluran anggaran secara langsung akan mengurangi beban biaya penduduk miskin, terutama untuk pendidikan, kesehatan, dan pangan. Basis data penting agar program bantuan tepat sasaran.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin per Maret 2019 sebanyak 25.144 orang atau sekitar 9,41 persen dari total penduduk. Angka kemiskinan pada Maret 2019 menurun tipis dibandingkan Maret 2018 yang sebesar 25.674 orang.
”Secara statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia relatif kecil, tetapi ada sekitar 40 persen penduduk rentan miskin yang juga harus dilindungi pemerintah,” kata Yose.
Menurut Yose, program perlindungan sosial seharusnya tidak hanya menyasar kelompok penduduk miskin, tetapi juga rentan miskin. Stabilitas harga pangan jadi prioritas kebijakan agar daya beli penduduk rentan miskin terjaga. Selain itu, mereka mesti masuk dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional untuk mencegah mereka terjerumus menjadi miskin.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perekonomian bisa tetap tumbuh di atas 5 persen jika pencapaian target pembangunan cukup baik, seperti penurunan angka kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan perbaikan pemerataan ekonomi. Kenaikan anggaran perlindungan sosial juga untuk memperkecil dampak tekanan global.
”Defisit APBN 2020 yang ditetapkan sebesar 1,76 persen produk domestik bruto akan memberikan ruang gerak yang lebih luas menghadapi risiko global. Stimulus bagi perekonomian diberikan dalam program-program pembangunan,” kata Sri Mulyani.
Pada 2020, pemerintah menargetkan angka kemiskinan kembali turun pada kisaran 8,5-9 persen, sementara pengangguran 4,8-5 persen.
Fokus anggaran
Sri Mulyani menuturkan, anggaran program perlindungan sosial diarahkan untuk menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan akurasi data, dan memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi sehingga bisa lebih tepat sasaran dan efektif.
”Penguatan perlindungan sosial jadi salah satu fokus belanja pemerintah pusat yang paling menonjol. Alokasi belanja pemerintah pusat tahun 2020 naik cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2019,” kata Sri Mulyani.
Pagu belanja negara tahun 2020 sebesar Rp 1.683,5 triliun atau tumbuh 10,2 persen dibandingkan dengan tahun 2019, yakni Rp 1,527,2 triliun. Adapun belanja negara tahun 2019 tumbuh 4,9 persen dibandingkan dengan tahun 2018.
Sri Mulyani mengatakan, belanja negara tahun 2020 difokuskan pada lima area. Selain perlindungan sosial, alokasi belanja untuk sumber daya manusia yang berkualitas, akselerasi pembangunan infrastruktur, birokrasi yang efisien dan bebas korupsi, serta antisipasi ketidakpasian.
Hampir semua fraksi di Badan Anggaran DPR menyoroti anggaran program perlindungan sosial, terutama terkait penyaluran subsidi dan penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional. Pemerintah diminta memperbaiki data penerima subsidi dan bantuan agar lebih tepat sasaran dan kualitas anggaran bisa dipertanggungjawabkan.
Ketua Badan Anggaran DPR Kahar Muzakir mengatakan, kesenjangan antara kelompok miskin dan kaya, serta disparitas antarwilayah bisa dipersempit dengan penyaluran subsidi tepat sasaran. Pemberantasan kemiskinan bukan sekadar memberikan subsidi atau bantuan tunai, tetapi menciptakan lapangan kerja untuk peningkatan produktivitas penduduk.