Kebakaran lereng Gunung Semeru, di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang berlangsung lebih dari sepekan, telah menghanguskan sekitar 80,5 hektar lahan.
Oleh
defri werdiono
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS - Kebakaran lereng Gunung Semeru, di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang berlangsung lebih dari sepekan, telah menghanguskan sekitar 80,5 hektar lahan. Medan yang curam dan angin kencang menjadi kendala proses pemadaman. Pemadaman dilakukan secara manual dengan cara membuat sekat bakar dan mematikan api.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) John Kennedie, Kamis (26/9/2019), di Malang, mengatakan, material yang terbakar yakni selasah (remah daun) kering, ilalang, dan belukar. Sedangkan untuk tegakan pohon masih hijau dan tidak ikut terbakar.
“Yang terbakar selasah. Kebetulan selasahnya sudah tebal sekali karena sudah lama tidak terbakar. Ditambah lagi, kondisi angin kencang membuat api mudah merembet ke tempat lain. Apalagi, lokasinya di tebing-tebing sehingga bara yang jatuh memicu kebakaran di lokasi baru,” ucapnya.
Area yang terbakar berada di sekitar Ranu Kumbolo. Selain lokasi sulit diakses, petugas juga kesulitan mendapatkan sumber air. Jarak wilayah yang terbakar dari Danau Ranu Kumbolo tak memungkinkan dijangkau petugas. Sejak 22 September, aktivitas pendakian Semeru ditutup total.
Menurut John, luasan 80,5 hektar merupakan data per Rabu (25/9). Sedangkan untuk data hari ini belum dikirim oleh petugas di lapangan. BBTNBTS sendiri menerjunkan puluhan personel untuk membantu pemadaman. Proses pemadaman juga dibantu oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang.
Mulai hari ini, sebanyak 20 personel BPBD Provinsi Jawa Timur juga ikut membantu proses pemadaman. “Lokasi yang terbakar memang sporadis. Sejauh ini, kami memadamkan menggunakan cara manual. Karena lokasinya di tebing-tebing, kami juga mempertimbangkan keselamatan petugas yang melakukan pemadaman,” katanya.
Disinggung soal upaya pemadaman melalui udara (water bombing) John mengatakan, sulit dilakukan di Semeru. Alasannya, risikonya cukup besar karena lokasi berada di lereng yang sulit dijangkau. Water bombing dilakukan saat memadamkan kebakaran lahan di Taman Hutan Raya R Soerjo di lereng Gunung Arjuna, Batu, dua bulan lalu.
Kebakaran lereng Semeru kali pertama terjadi 17 September lalu. Saat itu, hanya ada satu titik yang terbakar, kemudian meluas menjadi tiga titik, dan semakin bertambah. Sebagian titik bisa dipadamkan, tapi titik baru muncul lagi. “Sporadis kecil-kecil sehingga tidak heran jika Satelit Lapan mendeteksi ada 20 titik api karena satu hektar saja yang terbakar sudah terlihat dari satelit,” katanya.
Sementara itu, Kepala Resor Ranupane Lumajang, Susion, mengatakan, selain medan terjal, kondisi angin juga menjadi kendala pemadaman. “Anginnya kencang sedangkan jarak sumber air dengan lokasi kebakaran mencapai dua kilometer. Di sini juga belum hujan,” ujarnya melalui pesan singkat.