Bantuan dana reboisasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi belum dimanfaatkan untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Padahal, alokasi dana reboisasi sudah diatur dalam peraturan menteri keuangan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana reboisasi yang disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah semestinya tidak hanya dipakai untuk merehabilitasi lingkungan, tetapi juga dalam upaya pencegahan, termasuk untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Selama ini, penggunaan dana reboisasi tersebut belum optimal.
Peneliti Madya Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto mengatakan, dana reboisasi di daerah dapat digunakan untuk pencegahan kerusakan lingkungan, termasuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
”Tidak hanya digunakan jika sudah terjadi kebakaran, tapi juga dalam rangka pencegahan,” ujar Joko pada diskusi bertema ”Memadamkan Kebakaran Masa Depan Kita: Pembiayaan Pemulihan Kebakaran Hutan dalam Kerangka Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan” di Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Padahal, pemanfaatan dana reboisasi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230 Tahun 2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang merupakan perubahan atas Permenkeu Nomor 230 Tahun 2017. Sebelumnya, dana reboisasi hanya bisa digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan.
Dana reboisasi merupakan turunan dari dana bagi hasil sumber daya alam yang disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dalam rangka pemerataan kebutuhan daerah untuk seluruh urusan. Salah satu kebutuhan yang dipenuhi adalah sektor lingkungan hidup dan kehutanan.
Stimulus
Selain pencegahan kebakaran hutan dan lahan, dana reboisasi juga dapat digunakan untuk mendukung program perhutanan sosial. Manfaat lainnya adalah untuk mendukung teknologi rehabilitasi hutan dan lahan, pengembangan perbenihan, hingga pemberdayaan masyarakat setempat dalam rehabilitasi.
Kendati demikian, dana tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Hal tersebut, menurut Joko, menjadi tugas bersama. Bukan hanya oleh pemerintah pusat, melainkan juga pihak lain, seperti lembaga swadaya masyarakat. Salah satu cara untuk menstimulus penggunaan dana tersebut adalah dengan menciptakan program-program terkait lingkungan dengan melibatkan pemerintah daerah.
Kerja sama lintas sektoral juga diperlukan dalam menuntaskan persoalan lingkungan dan kehutanan. Dibutuhkan kesadaran bahwa persoalan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab dinas lingkungan hidup saja, melainkan juga instansi lain.
Salah satu upaya adalah dengan menempatkan persoalan lingkungan sebagai indikator kinerja utama (IKU) kepala daerah. Dari situ, IKU akan diturunkan kepada setiap kepala dinas. Sebab, masalah lingkungan merupakan cross cutting issue yang memerlukan andil dari sektor lain.
”Dengan menempatkan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sebagai indikator kinerja gubernur atau bupati, misalnya, semua kepala dinas sektor apa pun akan berupaya mencapai (penanggulangan kebakaran hutan dan lahan) itu,” kata Joko.
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu A Perdana menilai analisis dampak kerusakan lingkungan menjadi penting sebelum melakukan proses rehabilitasi.
Dalam kasus kebakaran hutan, misalnya, perlu dibuat analisis luasan dan jenis lahan terbakar. ”Supaya alokasinya juga jelas. Jika tidak, penggunaan dananya tidak punya indikator apa pun,” ujar Wahyu.