Dua puluh orang meninggal akibat gempa bumi yang berpusat di Pulau Seram. Aktivitas sesar lokal pemicu gempa, Kairatu, belum masuk peta gempa nasional.
AMBON, KOMPAS Sesaat setelah gempa berkekuatan M 6,5 yang berpusat di Pulau Seram, Maluku, Kamis (26/9/2019) pukul 08.46 WIT, gelombang warga bergerak menuju dataran tinggi di Seram dan Ambon. Hingga malam masih banyak warga bertahan di lapangan terbuka tanpa tenda karena takut ada tsunami.
Ketakutan warga didasarkan atas sejumlah pengalaman di wilayah lain. Lima tahun terakhir, dampak gempa merusak dan menelan korban terjadi beberapa kali di Maluku, seperti di Pulau Ambalau, Kabupaten Buru Selatan, Januari 2016, dan di Kota Ambon, November 2017. ”Ini gempa paling kuat yang pernah saya alami,” kata Merry (60), ibu rumah tangga yang ikut mengungsi. Rumahnya di kompleks Mardika, sekitar 300 meter dari bibir pantai, sejajar dengan permukaan laut.
Hingga Kamis pukul 18.00, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal akibat gempa itu setidaknya 20 orang. Gempa merusak puluhan rumah dan infrastruktur, seperti jembatan, bangunan sekolah, dan tempat ibadah. Penyebab warga meninggal didominasi tertimpa reruntuhan bangunan dan longsor batuan. Di Kota Ambon, sejumlah ruas jalan terbelah, termasuk jalan di atas Jembatan Merah Putih, ikon kebanggaan Kota Ambon.
Dari sisi respons, lebih dari 12 jam pascagempa, tidak ada pos komando terpadu didirikan di Ambon. Sejumlah pemangku kepentingan kebingungan. ”Biar informasi data akurat, mestinya dibentuk posko pengendali utama,” ujar Kepala Kantor SAR Kota Ambon Muslimin. Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, ia akan berangkat ke Ambon, Jumat dini hari. Ia akan meninjau langsung proses penanganan bencana di Ambon dan sekitarnya.
Sumber gempa
Di Jakarta, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, gempa kemarin diduga kuat dipicu aktivitas sesar yang melintas di wilayah Kecamatan Kairatu Selatan, Pulau Seram.
”Sesar ini memiliki pergerakan mendatar ke kiri. Sejauh ini struktur sesar di Kairatu Selatan ini belum memiliki nama. Untuk memudahkan, kita namai ’Sesar Kairatu’,” katanya. Peneliti Pusat Studi Gempa Bumi Nasional (Pusgen), Rahma Hanifa, mengatakan, sesar lokal yang melintas di Kairatu Selatan itu belum masuk Peta Sumber Gempa Bumi Nasional yang dirilis Pusgen dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2017.
Menurut Daryono, sejauh ini belum ada data historis gempa terjadi di jalur sesar ini. Namun, pada 1899 tercatat terjadi gempa M 7,8 di sekitar Elpa Putih, Seram bagian barat. Gempa itu memicu tsunami besar. Data Stasiun BMKG Ambon, kejadian gempa di Maluku di atas 1.000 kali setahun. Tahun 2016 tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 (1.392), dan tahun 2018 (1.587). Sepanjang tahun 2019, hingga Kamis, 26 September, gempa di Maluku melampaui 1.600 kali. (FRN/AIK)