Saat gelombang demonstrasi mereda untuk sementara waktu, seorang jurnalis dan musisi dijemput aparat kepolisian. Mereka diperiksa atas cuitan di media sosial dan inisiatifnya menggalang dana untuk demonstrasi.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Suara kritis Dandhy Laksono dan inisiatif membantu demonstrasi mahasiswa Ananda Badudu berbuntut panjang. Dalam rentang enam jam, keduanya bergantian dijemput polisi. Setelah menjalani pemeriksaan polisi, Dandhy menyandang status tersangka karena dugaan ujaran kebencian. Sementara Ananda berstatus saksi karena bantuan dana kepada mahasiswa.
Peristiwa ini, entah kebetulan atau tidak, terjadi di saat keriuhan demonstrasi penolakan sejumlan rancangan undang-undang sedang mereda. Kamis (26/9/2019) pukul 23.00, empat anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya menjemput Dhandy di kediamannya di Bekasi, Jawa Barat. Aparat membawa aktivis sekaligus pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. Pukul 03.00, pemeriksaan usai dan ia diperbolehkan pulang dengan status tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menjelaskan pemeriksaan terhadap Dandhy dilakukan terkait dengan cuitan di Twitter tentang Papua. Sementara, isi cuitan itu belum bisa dicek atau dipastikan kebenarannya.
Dua cuitan pendiri Watchdoc yang diunggah Senin (23/9/2019) itu menggambarkan kondisi tentang Jayapura dan Wamena. Menurut Argo, cuitan itu bisa mengandung ujaran kebencian dan unsur suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA. Intinya Dandhy dianggap menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan dalam kalangan masyarakat tertentu.
Ternyata cuitan itu masuk ke dalam topik populer di Twitter hari itu. "Trending sepuluh besar yang berkaitan dengan Papua. Laporan kasus ini bukan delik aduan. Polisi bisa membuat laporan sendiri," ucap Argo di Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019) sore.
Namun Argo tidak bersedia menjelaskan tentang kalimat ujaran kebencian atau unsur kebencian dari cuitan itu. "Yang lain, ada yang lain (pertanyaan). Lanjut yang lain," ujarnya. Adapun Dandhy disangkakan melanggar Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 45 A Ayat (2) Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Ekonomi (ITE) dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP).
Selama pemeriksaan, Dandhy didampingi perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Kontras, Imparsial, AJI Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Partai Hijau Indonesia, Amnesty Internasional Indonesia, dan AMAR Lawfirm.
”Penyidik menanyakan beberapa hal terkait cuitan Twitter, motivasi, maksud, dan siapa yang menyuruh. Ya, standar proses verbal saya pikir. Saya penasaran, ingin tahu sebenarnya apa yang disangkakan. Substansi masalahnya, saya ingin tahu,” ucap Dandhy usai pemeriksaan.
Usai Dandhy, empat polisi menjemput Ananda di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pukul 04.35. Musisi itu dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan karena aktivitasnya menggalang dana untuk demonstrasi mahasiswa. Pukul 11.00, pemeriksaan usai dan ia diperbolehkan pulang dengan status sebagai saksi.
Argo menjelaskan, salah satu mahasiswa berinsial N menyebutkan bahwa ada kiriman (transfer) uang Rp 10.000.000 dari Ananda. N merupakan tersangka penyerangan polisi saat demonstrasi menolak undang-undang kontroversi. "Untuk apa ? Uang itu untuk partisipasi kegiatan unjuk rasa di situ (Kompleks Parlemen)," ucap Argo.
Ananda menggalang dana atau urun dana melalui platform Kita Bisa pada Minggu (22/9/2019). Urun dana itu bisa dicek di https://kitabisa.com/campaign/aspirasimahasiswa.
Ananda dalam laman kitabisa.com menulis kamu bisa berkontribusi lewat donasi dana yang akan digunakan untuk makanan, minuman, dan sound system mobile (mobil/gerobak komando). Lewat surat ini saya sekaligus mengajak kamu yang merasa tuntutan mahasiswa sejalan dengan aspirasi pribadimu untuk turut membantu teman-teman mahasiswa.
Ia pun menjelaskan penggunaan dana per Selasa (24/9/2019). "Dana yang telah terpakai sebesar Rp 80,1 juta dari total Rp 175,6 juta. Detail pencatatan bisa dilihat di foto yang saya tampilkan di Twitter pribadi saya. Yang lebih penting dari itu semua, dukungan Anda membuat peserta aksi yang turun ke jalan tetap semangat memperjuangkan aspirasi, sebab kita tak ingin #reformasidikorupsi karena kita telah sepakat tidak ada jalan mundur bagi demokrasi di Indonesia."
Ananda tidak banyak berbicara usai pemeriksaan. "Saya salah satu orang yang beruntung bisa segera dibebaskan. Tetapi di dalam (saat pemeriksaan), saya lihat banyak sekali mahasiswa yang diproses tanpa pendampingan," ucapnya.
Perjuangan Dandhy dan Ananda belum usai. Masyarakat, koalisi masyarakat sipil, dan berbagai kalangan mengucapkan keprihatinan terkait kasus yang menimpa keduanya. Selain keprihatinan, mereka berjuang agar keduanya sepenuhnya bebas dari sandungan kasus itu. Sebab, undang-undang menjamin kebenasam berekspresi selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.