Peranan pemerintah daerah mengelola sumber daya alam minyak dan gas bumi masih belum optimal. Penyebabnya, terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan minyak dan gas bumi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Peranan pemerintah daerah mengelola sumber daya alam minyak dan gas bumi masih belum optimal. Penyebabnya, terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan minyak dan gas bumi. Untuk itu, kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu diselaraskan agar pemerintah daerah juga bisa berperan optimal.
Gagasan mengoptimalkan peranan pemerintah daerah dalam pengelolaan minyak dan gas bumi mengemuka dalam Seminar Nasional dengan tema ”Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kekayaan Alam Minyak dan Gas Bumi” di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (27/9/2019).
Acara seminar dibuka Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, melalui Asisten Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel Heriansyah. Hadir sebagai pembicara Kepala Divisi Formalitas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Didik Sasono Setyadi, Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Murtir Jeddawi, dan Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalsel Hadi Sutikno.
Sahbirin Noor mengatakan, potensi sumber daya alam migas di Pulau Kalimantan, termasuk Kalsel cukup besar. Kekayaan migas memberikan peluang dan harapan bagi Kalimantan untuk bisa lebih cepat maju dan berkembang. Namun, peluang dan harapan itu belum sepenuhnya membuahkan hasil yang menggembirakan.
”Kewenangan pemda untuk mengelola migas sangat terbatas. Pemda tidak bisa berbuat banyak mengelola migas. Karena itu, kami berharap pemda suatu saat nanti diberi kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan migas,” katanya.
Sampai saat ini, pengelolaan migas hampir sepenuhnya di tangan pemerintah pusat sehingga daerah hanya bisa menunggu dan menanti. Kalsel misalnya, masih menanti dana bagi hasil dan participating interest (PI) sebesar 10 persen dari pengelolaan migas di Blok Sebuku, yang dieksploitasi sejak 2013. Dana bagi hasil dan PI itu merupakan kesepakatan bersama antara gubernur Kalsel dan gubernur Sulawesi Barat yang ditandatangani di hadapan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 29 Juli 2015.
”Ke depan, kami berharap pengembangan industri migas dari hulu hingga hilir dapat memberikan kontribusi lebih bagi masyarakat dan daerah,” ujar Sahbirin.
Hadi Sutikno menambahkan, Kalsel masih berupaya menggapai asa migas untuk kesejahteraan rakyatnya dari pengelolaan Blok Sebuku. Pengelolaan blok migas yang memproduksi gas sebesar 100 juta standar kaki kubik dan 100 barel minyak per hari itu belum dirasakan daerah.
"Ironisnya, kebanyakan orang miskin di Kalsel justru tinggal di daerah sekitar tambang,” katanya.
Disinkronkan
Menurut Didik Sasono Setyadi, Indonesia sudah tidak lagi kaya dengan migas. Produksi minyak Indonesia saat ini hanya 1 persen dari total produksi minyak dunia, dan produksi gas kurang lebih 2 persen dari total produksi dunia. Cadangan minyak Indonesia juga hanya 0,2 persen dibandingkan cadangan minyak dunia, dan cadangan gas hanya 1,8 persen dari cadangan gas dunia.
”Melihat kondisi tersebut, kewenangan pemerintah pusat dan pemda dalam mengelola migas sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Namun, kewenangan dalam tata kelola itu perlu diatur supaya sinkron dan adil,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, kewenangan pemerintah pusat dan pemda dalam mengelola migas sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Namun, kewenangan dalam tata kelola itu perlu diatur supaya sinkron dan adil
Dalam pengelolaan migas, pemda bisa mengurus yang ada di atas atau permukaan bumi, misalnya perumahan, perkebunan, pantai, dan pesisir. Migas yang berada di bawah tanah atau perut bumi tetap menjadi urusan pusat. Migas yang berada 3-5 kilometer di bawah permukaan bumi masih dianggap sebagai bagian yang belum bisa dikelola oleh daerah.
”Pusat dan daerah harus saling bicara supaya kebijakan dalam pengelolaan migas bisa sinkron. Seringkali terjadi sekarang ini, ada potensi migas di bawah, tetapi tata ruang di atasnya ditetapkan untuk kegiatan lain. Ketika migas itu mau diambil, tata ruangnya tidak sesuai,” tuturnya.
Untuk mengoptimalkan peran pemda dalam pengelolaan migas ke depan, Didik mengatakan, ada peluang bagi pemda untuk bisa masuk ke dalam kegiatan pendukung migas, hulu migas, serta hilirisasi migas.
Contoh hilirisasi migas yaitu liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair, kilang, dan petrochemical. ”Itu semua adalah produk-produk turunan dari migas. Jangan biarkan itu dikelola orang lain tanpa ada keterlibatan pemda,” ujarnya.
Murtir Jeddawi mengatakan, kekuatan sumber daya alam bagi suatu negara ditentukan kemampuan pemerintah dalam mengelolanya. Dalam hal ini, pemerintah perlu menjalankan fungsi pelayanan, pengaturan, pembangunan, dan pemberdayaan. ”Pemerintah harus mampu mengelola sumber daya yang ada menjadi kekuatan,” katanya.