Langkah pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dinilai lamban. Koordinasi antarkementerian dan lembaga pemerintah serta pusat dan daerah dinilai perlu diperbaiki.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dinilai lamban. Koordinasi antarkementerian dan lembaga pemerintah serta pusat dan daerah dinilai perlu diperbaiki.
Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia Mohammad Abdi Suhufan berpendapat, desain besar poros maritim sebenarnya sudah disusun pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Ketentuan itu bertujuan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Meski demikian, pelaksanaannya terhambat oleh faktor lemahnya koordinasi, kepemimpinan, dan kapasitas pelaksana program. ”Lemahnya koordinasi dan eksekusi jadi penghambat. Ke depan, perlu perbaikan dalam perencanaan, koordinasi, kepemimpinan, dan eksekusi,” katanya di Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Koordinasi antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, misalnya, tidak berjalan baik dalam percepatan industrialisasi perikanan. Padahal, percepatan pembangunan industri perikanan nasional merupakan amanat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 serta komitmen pemerintah untuk mendorong Indonesia menjadi poros pangan dunia.
Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, perizinan, dan lahan untuk mendukung industri perikanan masih belum memadai. Menurut Abdi Suhufan, pemerintah harus konsisten dan membuktikan komitmen mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Indonesia mempunyai peluang menjadi pemain utama dan penentu stok ikan dunia. Indonesia juga memiliki peran signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati laut dengan kepemilikan 12 persen dari total terumbu karang dunia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, kluster maritim Indonesia meliputi perikanan, pertahanan keamanan laut, bangunan laut, perhubungan laut, energi sumber daya mineral, industri bioteknologi, industri maritim, jasa maritim, dan wisata bahari. Selama kurun tahun 2010-2016, kontribusi kluster perikanan meningkat 41,72 persen terhadap produk domestik bruto sektor maritim.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin menyatakan, industri perikanan masih menghadapi kendala dari sisi penyediaan bahan baku dan perkembangan perikanan budidaya yang masih jauh dari harapan. Di sisi lain, koordinasi kebijakan belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
”Ke depan, percepatan program poros maritim, khususnya industrialisasi perikanan, perlu dikembangkan lebih terintegrasi agar kebutuhan kebijakan dan infrastruktur pendukung dapat lebih sinergi untuk percepatan industri perikanan,” katanya.