Goa Lawa, Menyusuri Eksotika Lubang Lava Gunung Slamet
Angin lereng pegunungan berdesir semilir di antara pepohonan pinus. Bunga warna-warni berjajar indah di taman. Puluhan anak tangga menurun mengantar pengunjung menyusuri lekuk dan ceruk lubang goa yang terbentuk dari batuan beku aliran lava Gunung Slamet.
Guratan dinding batu basah oleh rembesan air dari permukaan tanah, memantulkan cahaya lampu yang warnanya berganti setiap detik. Merah ke jingga, dari jingga ke ungu, dari ungu ke hijau, kuning, dan seterusnya.
Gemericik air sungai bawah tanah dan tetesan air yang jatuh dalam pelukan permukaan sungai bawah tanah memecah heningnya sudut-sudut goa. Kelebat lawa atau kelelawar sesekali terbang melintas di lorong goa menuju sarangnya di ceruk terdalam. ”Goanya keren. Alami dan unik. Di dalam goa juga bagus ada kafe dan lampu warna-warni,” ujar Noviyanti (28), pengunjung yang datang bersama keluarganya, Senin (6/5/2019).
Goa Lawa Purbalingga berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Goa ini berada di sebelah timur kaki Gunung Slamet dan jaraknya sekitar 7,1 kilometer dari puncak Gunung Slamet.
Untuk menyusuri goa, hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit. Namun, bisa lebih lama jika setiap sudut gua dijadikan tempat berswafoto atau pengunjung duduk berlama-lama menikmati kopi khas Purbalingga di kafe dalam goa ”Lava Coffee Shop”.
Kawasan Goa Lawa ini sedikitnya terdapat 17 goa yang dapat dikunjungi wisatawan. Goa Ratu Ayu, Goa Cepet, Goa Langgar, Goa Waringin Seto, Goa Lorong Panembahan, Goa Pancuran Slamet dan Sendang Drajat, Goa Bale pertemuan Agung, Goa Dada Lawa, Goa Istana Lawa, Goa Naga, Goa Prabu Siliwangi, Goa Danau, Goa Rahayu, Goa Batu Keris, Goa Kumpulaning Watu, Goa Batu Semar, dan Goa Angin. ”Panjang goa yang dapat disusuri pengunjung sekitar 372,5 meter,” kata Manajer Goa Lawa Purbalingga Bambang Adi.
Lelehan lava
Pengajar Teknik Geologi di Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Siswandi, mengatakan, Goa Lawa ini unik, baik di Indonesia maupun di Asia. Sebab, hanya di Goa Lawa di Gunung Slamet yang goanya cukup besar. ”Goa Lawa bisa dimasuki, bisa dilihat, dan mudah diakses,” katanya.
Goa Lawa dengan intensitas lava masif sampai menghasilkan lava tube dalam dimensi yang cukup besar merupakan fenomena unik di dunia. Fenomena serupa dengan lelehan lavanya yang kini masih aktif membentuk goa di Gunung Kilauea di Hawaii.
Menurut Siswandi, dari Goa Lawa, dapat diperoleh gambaran masa lalu bahwa aktivitas letusan Gunung Slamet bukan eksplosif, melainkan efusif. Pengertian efusif itu adalah lelehan. Jadi, ada masa aktivitas letusan Gunung Slamet ini bersifat lelehan.
”Artinya, produknya bukan awan njeblug ke atas, melainkan lava yang banjir dan meleleh, menjalar ke bawah. Itu terjadi sekitar 200.000 tahun lalu. Bukti-buktinya jelas, bisa kita saksikan banjir lava itu. Kemudian menyisakan lava yang sudah menjadi batu. Sekarang ujung-ujung (lelehan) menjadi curug (air terjun), melingkar di kaki Gunung Slamet,” tuturnya.
Fenomena air terjun atau curug, antara lain, Curug Gede di Banyumas, memiliki ketebalan batuan dasar dari bekuan lava sekitar 2 meter. Sementara di obyek wisata Baturraden ada curug dengan ketebalan batuan 5 meter.
”Gambaran yang paling fenomenal memang di Goa Lawa karena cukup tebal. Entah dulunya berupa apa, tetapi kenyataannya kita lihat di situ lava cukup tebal sehingga bisa membentuk, namanya lava tube. Tube itu, kan, ban dalam, jadi ada satu ruang kosong dan memanjang,” katanya.
Siswandi melanjutkan, lava biasanya keluar mengikuti alur yang sudah ada. Kemungkinan di sekitar Goa Lawa dulu ada sebuah sistem ceruk, seperti sungai atau lembah. Dengan demikian, lava cair masuk ke sana dengan ketebalan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, ketika lava mengalir alurnya sudah penuh. Lava yang bagian atas kontak dengan udara akan membeku atau mengeras, tetapi yang di bawahnya masih cair.
Apabila lapisan atasnya tipis tidak bisa, nanti bisa membeku sampai bawah. Oleh sebab itu, harus cukup tebal supaya di (atas) sini sudah membeku, sedangkan di (bawah) sini masih cair atau jalan.
”Jadi, tinggallah di (bawah) sini ruang-ruang kosong atau tube itu. Ketebalan dan panjangnya masih dalam kajian dan kami masih mencari sumber kawahnya di mana,” tuturnya.
Lava dan Lawa
Berkaitan dengan nama, lanjut Siswandi, Jawa itu ditulis Java. Oleh sebab itu, ketika orang mendengar kata lava, maka ditulis lawa meski memang di dalamnya menjadi sarang kelelawar.
Selain itu, di dalam goa juga ditemukan Goa Dada Lawa atau batuan yang menyerupai dada kelelawar. ”Di dinding goa ada buble surface atau permukaan gelembung lava, yang membentuk seperti dada lawa atau kelelawar,” katanya.
Namun, yang jelas, Goa Lawa ini berbeda dengan goa lainnya, seperti Goa Jatijajar di pantai selatan Kabupaten Kebumen. Goa Jatijajar ini terbentuk dari batuan gamping dan terbentuk karena adanya pelarutan.
”Goa lawa ini jadi sesuatu yang berharga. Kita belajar karakteristik letusan suatu gunung. Goa lawa adalah laboratorium alam ideal untuk kasus letusan efusif. Jadi, ke Goa Lawa tidak sekadar untuk jalan-jalan, tetapi juga dapat pengetahuan,” katanya.
Siswandi menekankan, para wisatawan dilarang merokok di dalam goa karena udara yang terbatas. Selain itu, wisatawan juga dilarang berlebihan mengeksplorasi goa yang belum dibuka untuk pengunjung. Mereka bisa tersesat serta rawan dengan binatang berbahaya.
”Ikuti prosedur, jangan eksplorasi sendiri, jangan overacting. Jangan masuk ke lorong yang belum jelas karena ada habitat lain, terutama ular dan kalajengking,” ujarnya.