Laporan Khusus Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim terbaru memperingatkan terjadinya krisis dalam ekosistem lautan dan kriosfer atau zona beku di planet yang bakal berdampak terhadap jutaan jiwa.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Laporan Khusus Panel Antarpemerintah atau IPCC tentang Perubahan Iklim terbaru memperingatkan terjadinya krisis dalam ekosistem lautan dan kriosfer atau zona beku di planet yang bakal berdampak terhadap jutaan jiwa. Lapisan es di Pegunungan Jayawijaya, Papua, diperkirakan menyusut 80 persen pada tahun 2100.
Laporan ini telah disepakati oleh 195 perwakilan negara anggota IPCC pada 24 September 2019 di Monaco. Laporan disusun lebih dari 100 penulis dari 36 negara dengan merujuk sekitar 7.000 publikasi ilmiah terkait dengan kondisi samudra dan zona kriosfer.
Kedua zona ekosistem ini diketahui memiliki fungsi penting dalam kehidupan. Sebanyak 670 juta orang di daerah pegunungan tinggi dan 680 juta orang di zona dataran rendah bergantung langsung pada ekosistem lautan dan zona beku sistem ini. Sebanyak empat juta orang tinggal secara permanen di wilayah Arktik dan 65 juta orang tinggal di negara-negara berkembang di pulau kecil.
"Sejumlah samudera, Arktik, Antartika, dan gunung-gunung tinggi mungkin terlihat jauh bagi banyak orang," kata Hoesung Lee, Ketua IPCC, Rabu (25/9/2019).
Sejumlah samudera, Arktik, Antartika, dan gunung-gunung tinggi mungkin terlihat jauh bagi banyak orang.
"Tapi kita bergantung pada ekosistem ini dan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung dalam banyak cara. Di antaranya terkait cuaca dan iklim, untuk makan dan minum, sumber energi, perdagangan, transportasi, rekreasi atau pariwisata, kesehatan dan kesejahteraan, serta untuk budaya dan identitas," ujarnya.
Pemanasan global diketahui telah mencapai 1 derajat celsius di atas tingkat pra-industri, karena emisi gas rumah kaca di masa lalu dan saat ini. Kondisi itu menyebabkan lautan lebih hangat, lebih asam, dan kurang produktif. Sementara mencairnya gletser dan lapisan es menyebabkan kenaikan permukaan laut, dan lebih parahnya peristiwa ekstrem di pesisir.
Peningkatan laut
Mencairnya gletser dan lapisan es di wilayah kutub dan pegunungan tinggi berkontribusi pada peningkatan permukaan laut dan meluasnya zona lautan yang lebih hangat. Secara global permukaan laut meninggi sekitar 15 sentimeter selama abad ke-20, dan saat ini naik dua kali lebih cepat dengan rata-rata 3,6 milimeter per tahun.
Permukaan laut diperkirakan mencapai sekitar 30-60 cm pada tahun 2100 jika emisi gas rumah kaca bisa berkurang tajam dan pemanasan global dibatasi di bawah 2 derajat celsius. Akan tetapi, jika laju emisi terus bertambah, kenaikan muka air laut bisa mencapai 60-110 cm pada tahun 2100.
Kenaikan muka air laut dan meluasnya laut hangat akan meningkatkan intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem. Selain itu hal ini akan mengubah ekosistem laut karena berkurangnya pasokan oksigen dan nutrisi.
Ko Barrett, Wakil Ketua IPCC menyebut, lautan dan kriosfer dunia menyerap panas dari perubahan iklim selama beberapa dekade dan saat ini mengalami perubahan serius. "Perubahan cepat ke lautan dan bagian beku dari planet kita akan memaksa orang-orang dari kota-kota pesisir dan komunitas terpencil di Arktik untuk mengubah cara hidup mereka," tambahnya.
Laporan juga menyebut gletser, salju, es, dan permafrost terus menyusut. Hal itu meningkatkan risiko tanah longsor, longsoran salju, batu-batu jatuh, dan banjir. Bagian gletser yang lebih kecil di Eropa, Afrika Timur, Andes, dan Indonesia diproyeksikan kehilangan lebih dari 80 persen massa es mereka tahun 2100 di bawah skenario emisi tinggi. Mundurnya kriosper pegunungan tinggi akan mempengaruhi kegiatan rekreasi, pariwisata, dan aset budaya.
Menurut Barrett, dengan memahami penyebab perubahan dan dampak yang dihasilkan, kita bisa mengevaluasi opsi yang tersedia dan memperkuat kemampuan beradaptasi. “Laporan khusus tentang lautan dan kriosfer yang berubah ini memberikan pengetahuan yang memfasilitasi keputusan semacam ini,” ungkapnya.
Lee menekankan pentingnya menekan laju pemanasan global ke tingkat serendah mungkin sesuai dengan target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015. Itu bisa dilakuan dengan segera mengurangi emisi gas rumah kaca.
Meski saat ini kita berhasil mengurangi emisi dengan tajam, tetap akan ada dampak besar bagi orang-orang yang tinggal dan tergantung pada ekosistem ini. Tetapi, jika tidak ada upaya segera, maka bisa terjadi petaka global.
Dalam laporan ini, risiko dan tantangan terkait iklim yang dihadapi orang-orang di seluruh dunia saat ini dan generasi mendatang dipetakan. Laporan itu juga memaparkan opsi untuk beradaptasi dengan perubahan tak bisa dihindari, mengelola risiko dan membangun ketahanan bagi masa depan berkelanjutan. Kemampuan adaptasi itu tergantung pada kapasitas individu, masyarakat, dan sumber daya yang tersedia bagi mereka.