Api melalap habis Gereja Jemaat Solagratia Kaiwatu di Kecamatan Mapanget, Manado, Sulawesi Utara. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Warga dan jemaat bahu-membahu membersihkan puing gereja.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Api melalap habis Gereja Jemaat Solagratia Kaiwatu di Kecamatan Mapanget, Manado, Sulawesi Utara. Dari penyelidikan kepolisian, Sabtu (28/9/2019), kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Meski begitu, kegiatan ibadah akan tetap berlangsung seperti biasa.
Kebakaran terjadi pada Jumat malam. Kobaran api menyebar dengan cepat dari gedung pastori (tempat tinggal pendeta) ke bagian atap Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) itu. Amukan si jago merah berhasil dipadamkan setelah beberapa jam pada malam yang sama tanpa jatuh korban jiwa ataupun luka-luka.
Pada Sabtu siang, ratusan umat membersihkan isi gereja yang telah dipenuhi abu. Rangka atap, kusen, salib, serta kursi gereja yang terbuat dari kayu telah menjadi butiran-butiran arang. Umat mengeluarkan seng dari atap yang berjatuhan, sementara beberapa umat mencungkil keramik yang telah pecah.
Tembok gereja yang putih jadi kehitaman tersambar jilatan api. Mimbar yang terbuat dari besi masih berdiri meski telah hangus.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Manado Ajun Komisaris Thommy Aruan mengatakan, kepolisian masih menyelidiki penyebab kebakaran. Penyelidikan terhambat oleh hujan deras.
Kepala Polsek Mapanget Ajun Komisaris Muhlis Suhani mengatakan, kebakaran itu menyebabkan gedung pastori dan seisi gereja rusak. Menurut dia, api dengan cepat menyebar dari pastori ke gereja karena rangka atap gereja terbuat dari kayu.
”Meskipun angin tidak kencang, kayu di bagian atap sangat mudah terbakar. Akibatnya, tidak sampai satu jam, api sudah menyebar ke mana-mana. Kalau melihat keadaannya, kerugian bisa-bisa mencapai Rp 1 miliar atau lebih,” tutur Muhlis.
Muhlis menambahkan, kebakaran di Gereja Jemaat Solagratia Kaiwatu merupakan satu dari tiga kebakaran yang terjadi pada hari yang sama. Dua kebakaran lain merusak sebuah rumah dinas milik PT Angkasa Pura yang kosong serta sebuah pondok di gerbang masuk perumahan Griya Paniki Indah.
Ketua Jemaat Solagratia Kaiwatu Pendeta Detje Mamangkey-Mungkau mengatakan, dirinya pertama kali melihat api berkobar pada Jumat sore di gedung pastori 2. Ada tiga gedung pastori di belakang gereja itu. Ia tidak mengetahui asal dari api tersebut.
”Waktu itu baru saja selesai kebaktian untuk lanjut usia, sedangkan saya baru saja kembali dari luar gereja. Tiba-tiba api sudah besar. Karyawan gereja entah di mana, sedangkan saya panik mau cari bantuan ke mana,” katanya.
Akibat kebakaran itu, berbagai perlengkapan ibadah rusak, termasuk baju-baju pendeta dan kitab suci. Namun, Detje menegaskan, ibadah akan berlangsung seperti biasa bagi sekitar 1.300 umat gereja tersebut pada hari-hari Minggu yang akan datang.
Kebaktian akan berlangsung pada pagi, siang, dan malam hari. Kursi dan altar akan dibuka di halaman samping gereja, di bawah bagian pendopo.
Hingga Sabtu siang, bantuan datang dari berbagai pihak, termasuk pemerintah kota, Dinas Sosial Sulut, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulut. Detje mengatakan, tiga pendeta telah mendapat sokongan beras, alas tidur, serta berbagai kebutuhan pokok lainnya.
”Perhatian pemerintah sangat besar untuk kami. Tapi barang-barang itu hanya barang untuk kami, para pendeta, sedangkan fasilitas untuk ibadah umat belum ada. Nanti pasti ada bantuan dari Sinode GMIM, tapi saya tidak bisa pastikan kapan datang,” tutur Detje.
Ia tidak mengetahui usia gedung gereja. Namun, komunitas Jemaat Solagratia Kaiwatu telah berusia 89 tahun.
Bahu-membahu
Penanganan awal terhadap kerusakan Gereja Solagratia Kaiwatu juga melibatkan masyarakat umum, seperti Komunitas Bohusami Amatir Radio Tanggap Bencana (Bartagana) Manado. Sekretaris Bartagana Manado Johnny Sumesey mengatakan, anggotanya yang membantu pembersihan gereja berasal dari komunitas agama yang berbeda-beda.
”Bukan cuma solidaritas umat Kristen yang kuat, tetapi juga kerja sama antarumat beragama. Kami akan siap membantu jika dibutuhkan, mulai dari memberi sumbangan sampai pembangunan,” kata Johnny.
Bukan cuma solidaritas umat Kristen yang kuat, tetapi juga kerja sama antarumat beragama.
Sementara umat yang mayoritas laki-laki membersihkan gereja, umat wanita dan anak-anak menyiapkan makanan. Hingga siang, masakan umat datang silih berganti. Sebagian juga dimasak langsung di dapur darurat yang didirikan di samping gereja.
Ketua Sinode GMIM 2010-2014 Pendeta Pit Martin Tampi (70) mengatakan, umat langsung tanggap bahu-membahu untuk membersihkan dan memperbaiki gereja karena ada rasa memiliki yang kuat. Komunikasi dan kekompakan umat ini juga tampak pada kebakaran di Panti Asuhan Nazareth di Tomohon, dua pekan lalu. Bantuan segera datang sehari setelah kebakaran.
”Umat sering bertemu dalam kegiatan komunitas sehingga komunikasi menjadi lebih cepat. Saya yakin, bantuan juga akan segera datang bagi Gereja Jemaat Solagratia Kaiwatu,” kata Martin.
Ia menambahkan, dirinya mengimbau umat untuk tidak terlalu bersedih karena musibah ini. ”Justru, komunitas umat harus makin kuat seiring dengan perbaikan gedung gereja,” katanya.