Tabungan Meningkat, Liburan Tetap Oke
Memasuki bulan-bulan dekat pergantian tahun, hawa liburan mulai merebak. Sebagian orang mulai mempersiapkan agenda liburan, mulai dari yang sederhana hingga yang ”wah”.
Berlibur dan berekreasi sudah menjadi kebutuhan untuk mengimbangi hidup dari aktivitas yang rutin serta monoton. Kini, liburan juga telah menjadi gaya hidup dan dipersiapkan sebaik mungkin.
Dilihat dari jumlah perjalanan wisatawan Nusantara (wisnus) dalam satu dekade terakhir , tren berlibur masyarakat Indonesia menunjukkan peningkatan. Pada 2008, ada 225,04 juta perjalanan ke berbagai lokasi di dalam negeri. Pada 2018, jumlahnya menjadi 303,4 juta, naik 34,8 persen.
Dilihat secara demografis, kebanyakan wisnus berasal dari daerah-daerah di Jawa. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa Timur (17,54 persen), disusul Jawa Barat (17,53 persen), dan Jawa Tengah (14,02 persen). Adapun warga Jakarta menyumbang 8,2 persen dari total wisnus. Dengan demikian, Jabar, Jatim, dan Jateng merupakan tiga besar penyumbang perjalanan para wisnus.
Daerah yang menjadi tujuan perjalanan mereka masih terkonsentrasi di Jawa, yakni berturut-turut Jawa Timur (17,96 persen), Jawa Barat (17,37 persen), dan Jawa Tengah (14,92 persen). Wilayah Yogyakarta dan Bali menyerap masing-masing 4,9 persen dan 2,6 per persen.
Jawa menjadi target perjalanan wisnus bukan tanpa alasan. Pulau Jawa dari barat ke timur memiliki banyak obyek wisata menarik, seperti wisata alam, bahari, budaya, wisata buatan, wisata religi, ataupun wisata kuliner. Umumnya destinasi wisata di Jawa telah memiliki infrastruktur yang baik, mulai dari akses jalan, moda angkutan, akomodasi, serta jasa layanan ikutan.
Dari sepuluh destinasi wisata yang diprioritaskan pemerintah dan dipromosikan dengan tagline Pesona Indonesia atau Wonderful Indonesia, empat di antaranya berada di Pulau Jawa. Keempatnya adalah Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jawa Tengah), dan Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur).
Wisata sederhana
Meski jumlah perjalanan wisatawan domestik bertambah, lama perjalanan justru menurun. Pada 2017 rata-rata perjalanan dilakukan selama 3,8 hari, sedangkan setahun kemudian turun menjadi 3,3 hari.
Dilihat dari pengeluaran, rata-rata biaya yang dihabiskan wisnus meningkat. Pada 2018, rata-rata pengeluaran wisnus Rp 959.200 atau naik 2,5 persen dibandingkan dengan 2017. Biaya yang lebih besar biasanya dikeluarkan wisnus yang berada di luar Jawa, seperti mereka yang berasal dari Indonesia bagian timur ke destinasi wisata di Jawa. Faktor penyebabnya ialah biaya transportasi yang lebih besar.
Wisnus di wilayah Jawa rata-rata mengeluarkan biaya Rp 400.000-Rp 1.000.000. Komposisi pengeluaran terbesar dalam berlibur berturut-turut adalah biaya angkutan/tranportasi, makanan dan minuman, berbelanja, serta akomodasi.
Dengan biaya berlibur yang termasuk tak begitu besar dan waktu perjalanan yang tidak lama, kegiatan berlibur wisnus dikategorikan wisata sederhana. Aktivitas yang paling banyak dilakukan mereka adalah wisata kota dan perdesaan (42,76 persen), wisata bahari (17,28 persen), dan wisata terintegrasi serta wisata kuliner yang masing-masing 11 persen.
Yang dimaksud dengan wisata kota dan perkotaan adalah kegiatan yang meliputi belanja, mengunjungi teman atau kera bat, menikmati hiburan malam, tinggal di desa tradisional, mengunjungi pasar tradisional, wisata darmabakti dan filantropis, serta program tanggung jawab sosial perusahaan. Ada pula kegiatan fotografi dan mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah dan khas (architectural visit).
Kegiatan itu umumnya tidak memerlukan biaya besar, termasuk untuk akomodasi selama liburan. Berdasarkan survei Kemenpar 2017, akomodasi yang banyak digunakan wisnus adalah rumah teman atau keluarga (82,15 persen). Persentase ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berkisar 79,44 persen.
Menginap di hotel, berdasarkan survei Kemenpar tersebut, hanya dilakukan 8,94 persen. Selebihnya menginap di akomodasi komersial lainnya. Dalam periode 2007-2017, total pengeluaran wisnus meningkat 132,6 persen, dari Rp 108,96 triliun (2007) menjadi Rp 253,45 triliun (2017).
Mengingat banyak wisnus yang memilih wisata sederhana dan tak berbiaya mahal, dapat dipahami Bali tidak menempati urutan tiga besar daerah tujuan wisnus. Bali lebih menjadi magnet bagi turis asing yang membawa uang lebih banyak untuk merasakan pengalaman yang tak didapat di daerah asal mereka.
Tabungan meningkat
Peningkatan perjalanan wisnus menunjukkan kegiatan berlibur dan berekreasi seperti tak terimbas krisis. Secara sederhana, hal itu bisa dijelaskan bahwa meski gerak perekonomian melambat dan dunia diliputi ketidakpastian, beberapa indikator moneter menunjukkan pertumbuhan yang bagus.
Salah satunya adalah perkembangan dana pihak ketiga di perbankan. Perbaikan ini membawa efek domino, salah satunya adalah peningkatan kebiasaan berlibur. Hal itu terjadi karena mereka yang memiliki tabungan memadai merasa aman dan nyaman untuk mengeluarkan biaya bagi keperluan wisata.
Data Lembaga Penjamin Simpanan menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, jumlah kepemilikan rekening dan nilai nominal simpanan di perbankan meningkat. Jumlah kepemilikan rekening hingga Desember 2018 mencapai 275,8 juta rekening. Angka ini naik 87 persen dibandingkan tahun 2013 (147,6 juta rekening). Nilai nominal simpanan di perbankan pada 2018 mencapai Rp 5.704,4 triliun. Pertumbuhan jumlah rekening berkisar 8 persen hingga 23 persen pada periode 2013-2017. Adapun pertumbuhan nominal simpanan di perbankan berkisar 5 persen hingga 13 persen dalam periode yang sama.
Mayoritas simpanan di perbankan tersebut berupa dana pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valuta asing. Jenis dana pihak ketiga terbanyak yang dimiliki nasabah adalah bentuk rekening tabungan (97 persen) dan deposito berjangka (1,65 persen). Sisanya dalam bentuk rekening giro, deposito on call, dan sertifikat deposito. Dilihat berdasarkan besaran nominal simpanan, mayoritas rekening adalah kategori kepemilikan yang bernominal kurang dari Rp 100 juta (98,14 persen atau 270,63 juta rekening). Total seluruh rekening ini bernilai Rp 837,5 triliun.
Jumlah total nilai rekening di bawah Rp 100 juta ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan simpanan nasabah yang bernominal di atas Rp 5 miliar per rekening. Porsi jumlah pemilik rekening lebih dari Rp 5 miliar itu ialah 0,03 persen atau 95.476 rekening. Namun, total nilai seluruh rekening di atas Rp 5 miliar mencapai Rp 2.637,6 triliun, atau tiga kali lipat total nilai pemilik rekening yang kurang dari Rp 100 juta. Peningkatan nilai simpanan masyarakat di masa yang masih termasuk krisis ini menunjukkan sesungguhnya masyarakat masih menahan konsumsi dan ekspansi investasi, sambil menunggu dan membaca situasi.
Namun, bisa jadi kondisi tersebut tak menghalangi masyarakat menggunakan dana untuk berlibur dan rekreasi. Pilihan wisata yang murah dan sederhana menjadi alternatif yang rasional sambil mengantisipasi kondisi yang penuh ketidakpastian. (LITBANG KOMPAS)