Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tengah menjaring kader partai untuk menjadi wakil bupati Cirebon 2018-2023. Sosok antikorupsi sangat dibutuhkan karena dua kader PDI-P sebelumnya terlibat korupsi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tengah menjaring kader partai untuk menjadi wakil bupati Cirebon 2018-2023. Sosok antikorupsi sangat dibutuhkan karena dua kader PDI-P yang menjadi kepala daerah sebelumnya terlibat korupsi.
”Isu yang sangat krusial di Cirebon adalah korupsi. Itu sebabnya, poin ini menjadi salah satu materi dalam fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) calon wakil bupati Cirebon,” ujar Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Ono Surono dalam kunjungan kerjanya ke Ciledug, Kabupaten Cirebon, Sabtu (28/9/2019).
Seperti diketahui, Sunjaya Purwadisastra dan Imron Rosyadi yang diusung PDI-P memenangi pemilihan kepala daerah Kabupaten Cirebon 2018-2023. Namun, akhir Oktober 2018, Sunjaya yang masih menjabat sebagai Bupati Cirebon ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Sunjaya terbukti mempraktikkan jual beli jabatan untuk posisi strategis di Pemkab Cirebon.
Imron yang sebelumnya menjadi kepala Kantor Kementerian Agama Cirebon pun ditunjuk menjadi pelaksana tugas bupati Cirebon. Dengan demikian, posisi wakil bupati masih kosong. Untuk itu, PDI-P sebagai partai pengusung tengah menjaring kadernya untuk mengisi kursi orang nomor dua di Cirebon tersebut.
”Karena hanya PDI-P yang menjadi partai pengusung (Sunjaya-Imron), kami tidak membuka pendaftaran bakal calon wakil bupati Cirebon untuk umum. Ini hak mutlak PDI-P,” lanjut Ono. Proses pendaftaran telah ditutup pada Jumat (27/9/2019).
Karena hanya PDI-P yang menjadi partai pengusung (Sunjaya-Imron), kami tidak membuka pendaftaran bakal calon wakil bupati Cirebon untuk umum. Ini hak mutlak PDI-P.
Menurut dia, terdapat enam kader dari DPD PDI-P Jabar yang mendaftar. Adapun pendaftar dari DPC PDI-P Cirebon 13 orang. Mereka antara lain mantan Ketua DPC PDI-P Cirebon Mustofa, Anwar Asmali, dan Wahyu Tjiptaningsih, istri Sunjaya. Para kandidat akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan secara internal dalam waktu dekat. Ini akan disesuaikan dengan pelantikan Imron sebagai bupati Cirebon.
Ono menuturkan, selain antikorupsi, sosok wakil bupati Cirebon harus memiliki komitmen kebangsaan tinggi dan mampu membumikan Pancasila di masyarakat. ”Kami juga menekankan sosok yang telah berkontribusi untuk partai pada Pemilu dan Pilpres 2019, Pilkada 2018, Pilpres 2014, bahkan Pilkada 2013 lalu. Orang Cirebon lebih diutamakan. Indikator ini akan kami ukur semuanya,” ujarnya.
Khaerudin Imawan, pengamat politik dari Universitas Swadaya Sunan Gunung Jati, Cirebon, mendorong PDI-P untuk memilih sosok antikorupsi sebagai calon wakil bupati Cirebon. ”Mereka tidak boleh tersangkut dengan kasus korupsi. Jangankan tersangka, yang menjadi saksi kasus korupsi pun harus dipertimbangkan. Apalagi, proses hukum Sunjaya masih berjalan,” katanya.
Mereka tidak boleh tersangkut dengan kasus korupsi. Jangankan tersangka, yang menjadi saksi kasus korupsi pun harus dipertimbangkan. Apalagi, proses hukum Sunjaya masih berjalan.
Sebelum itu, wakil Sunjaya, yakni Tasiya Soemadi alias Gotas, terbukti melakukan korupsi dana bantuan sosial dan hibah 2009-2012 di Cirebon dengan kerugian negara Rp 1,564 miliar. Saat itu, kader PDI-P tersebut menjabat ketua DPRD Kabupaten Cirebon. ”Oleh karena itu, rekam jejak kader harus jelas. Jangan sampai mengulang cedera politik karena masalah hukum, seperti korupsi,” ucapnya.
Dia juga menyarankan PDI-P untuk menjaring sosok yang berintegritas, berpengalaman, dan mempunyai kapabilitas menyelesaikan berbagai persoalan di Cirebon. Indeks pembangunan manusia di Cirebon, misalnya, tahun lalu masih berkisar 68 poin. Padahal, IPM Jabar sudah di atas 70 poin. Tingkat kemiskinan di daerah berpenduduk lebih dari 2,1 juta jiwa ini juga di atas 10 persen.
”Calon wakil bupati Cirebon nantinya selain antikorupsi juga mampu bekerja sama dengan Pak Imron berinovasi membangun Cirebon. Kalau figur ini tidak ada pada kader PDI-P, tidak ada salahnya mencari orang di luar partai, bisa birokrat atau dari kalangan profesional,” ungkap Imawan.