JAKARTA, KOMPAS - Upaya Presiden Joko Widodo mempertimbangkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan tindakan konstitusional, sekaligus upaya taktis dalam konsolidasi politik. Materi Perppu didorong untuk lebih moderat sehingga bisa menjadi jalan tengah guna merespons berbagai desakan dan kepentingan publik.
Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, perppu adalah upaya konstitusional yang diatur di dalam Undang-undang dasar 1945. Syarat utama keluarnya perppu, yakni menyangkut adanya hal ikhwal kegentingan yang memaksa, parameternya terletak dalam pertimbangan subyektif presiden. Oleh karena itu, keputusan untuk mengeluarkan perppu tidak bisa menjadi alasan untuk menyebut tindakan presiden itu ilegal, sehingga bisa dimakzulkan.
"Perppu boleh dikeluarkan oleh presiden, dan itu konstitusional. Tidak ada yang inkonstitusional dari keputusan untuk mengeluarkan perppu. Namun, yang kini harus dipertimbangkan ialah muatan atau materinya, sebab sesuai ketentuan perppu itu harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa sidang berikutnya," kata Bayu, Minggu (29/9/2019) saat dihubungi dari Jakarta.
Sejumlah pertimbangan yang mengemuka sebagai isi atau muatan perppu, misalnya keberadaan Dewan Pengawas yang tidak masuk ke ranah penindakan, menurut Bayu, adalah jalan tengah yang baik. Sebab, Dewan Pengawas tetap diperlukan sebagai mekanisme check and balance atas jalannya suatu institusi. Sepanjang Dewan Pengawas itu tidak mengebiri kewenangan KPK, dan tidak menyulitkan kerja-kerja KPK dalam penindakan, keberadaan lembaga itu bisa dimaklumi.
"Peran Dewan Pengawas tidak perlu mencampuri urusan penindakan, misalnya, dengan memberikan izin dalam penyadapan, karena itu wewenang penyidik sepenuhya. Dewan Pengawas bisa saja dibentuk tapi dalam batas kewenangan yang tidak menyulitkan kerja-kerja KPK," kata Bayu.
Usulan untuk menjadikan pegawai KPK sebagai aparat sipil negara (ASN) juga dipandang perlu dibatasi pada pegawai tertentu saja, khususnya di bidang administrasi. Demikian pula kebijakan untuk mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) yang dalam revisi UU KPK dibatasi dalam waktu dua tahun, menurut Bayu, sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang antara lain menentukan suatu perkara bisa dihentikan bilamana bukan merupakan tindak pidana, alat bukti kurang, tersangka meninggal dunia, kedaluwarsa, dan perkara sudah pernah dituntutkan sebelumnya atau nebis in idem.
Posisi Tawar
Bayu mengatakan, materi perppu yang tidak sepenuhnya mencabut revisi UU KPK, atau lebih mengedepankan jalan tengah dalam menjembatani keinginan memperkuat KPK, di samping juga tetap menghargai sikap pemerintah dan DPR yang menyetujui revisi UU KPK, adalah solusi yang baik. Selain itu, pilihan jalan tengah itu juga lebih taktis karena perppu itu bagaimana pun juga harus disetujui oleh DPR sehingga bisa menjadi UU dalam masa sidang berikutnya.
"Presiden tentunya harus mempertimbangkan banyak hal, terutama menghitung pula kemungkinan persetujuan dari DPR. Jangan sampai pula Perppu ini ditolak oleh DPR, dan akan menimbulkan persoalan baru. Jalan tengah perlu diambil, sehingga DPR juga tidak merasa kesepakatan dengan pemerintah sebelumnya dalam penetapan RUU KPK itu diabaikan," kata Bayu.
Semua pihak oleh karenanya perlu dilibatkan dalam penyusunan materi perppu tersebut, termasuk para tokoh yang sempat bertemu presiden, Kamis, pekan lalu, maupun perwakilan masyarakat, dan unsur DPR. Pembicaraan dan komunikasi aktif dengan DPR juga dipandang krusial untuk menciptakan kesamaan pandangan antara pemerintah dan DPR dalam menyikapi Perppu KPK tersebut.
Presiden pun diyakini memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hal ini, sebab 60 persen peraih kursi di DPR adalah partai koalisi pendukung pemerintah. Oleh karena itu, komunikasi dan konsolidasi politik antara pemerintah dan DPR penting terus dibangun dalam penyusunan perppu.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, sejumlah alternatif memang mengemuka dari para tokoh dalam usulan materi perppu, seusai bertemu presiden, pekan lalu. Namun, kalau pun substansi jalan tengah yang akhirnya dipilih, sepanjang norma yang dibuat itu tetap dalam koridor menguatkan KPK, hal itu dipandang masih bisa diterima.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.