Warga Sumatera Barat di Ranah Minang ataupun di perantauan diminta tidak terprovokasi terkait adanya warga etnis Minang yang menjadi korban kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) lalu.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Warga Sumatera Barat di Ranah Minang ataupun di perantauan diminta tidak terprovokasi terkait adanya warga etnis Minang yang menjadi korban kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) lalu. Provokasi akan membuat permasalahan meruncing dan berpotensi memicu konflik yang lebih luas.
Ulama Sumbar Buya Mas’oed Abidin, Minggu (29/9/2019), tidak membenarkan mengaitkan isu SARA dengan kerusuhan di Wamena. Dalam kerusuhan itu tidak hanya etnis Minang yang terdampak tapi warga sipil pada umumnya. Sebagian dari mereka tewas, luka-luka dan mengungsi.
"Isu SARA tidak dibenarkan. Warga Minang jangan terpancing melakukan hal sama (terhadap orang Papua). Kita masyarakat madani. Mari kita cari solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini," kata Buya Mas\'oed ketika dihubungi.
Setidaknya 31 warga sipil tewas dalam unjuk rasa mahasiswa yang berakhir rusuh itu. Sepuluh orang dari korban jiwa merupakan perantau Minang. Delapan jenazah sudah sampai di kampung halaman dua hari lalu, sedangkan dua lainnya dimakamkan di Papua.
Isu SARA tidak dibenarkan. Warga Minang jangan terpancing melakukan hal sama (terhadap orang Papua). Kita masyarakat madani. Mari kita cari solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini
Buya Mas\'oed sangat prihatin dengan adanya perantau Minang yang tewas dalam kerusuhan itu. Sebab, selama ini, perantau Minang tidak pernah merugikan warga lokal dan selalu menghormati tempat mereka mencari nafkah. Perantau menjunjung tinggi pepatah, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Buya Mas\'oed pun meminta pemerintah daerah dan pemerintah pusat bertanggung jawab dan mencari solusi terbaik dari kejadian ini. Pemerintah juga diharapkan memberikan perhatian terhadap korban yang kehilangan harta, benda, bahkan keluarga atau nyawa dalam kejadian ini.
Imbauan untuk menjaga suasana kondusif dan tidak saling memprovokasi melalui media sosial ataupun langsung juga disampaikan oleh Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit. Provokasi dapat memicu konflik yang lebih luas, baik di Papua, Sumbar, maupun di daerah lainnya.
Baca juga; Kisah Para Penyintas Senin ”Kelabu” Wamena
Nasrul yang tengah memantau kondisi perantau Minang di Papua juga meminta masyarakat Sumbar tidak terprovokasi dengan kejadian ini. Masyarakat diminta tetap menjaga keamanan dan kenyamanan warga Papua di Sumbar.
"Saya harap semua masyarakat dapat menjaga kondisi ini tetap kondusif. Jangan memanaskan suasana agar konflik tidak meluas,” kata Nasrul Abit, dalam keterangan tertulis.
Pemprov Sumbar saat ini terus mendata jumlah perantau Minang yang ada di Wamena. Berdasarkan data Ikatan Keluarga Minang Papua, jumlah perantau Minang di Wamena berkisar 400-450 jiwa.
Menurut Nasrul, sebagian masyarakat Minang yang ada di Wamena meminta difasilitasi untuk pulang ke kampung halaman untuk sementara waktu. Ada juga perantau yang ingin ke Jayapura untuk menenangkan diri. Namun, sebagian lagi ada yang ingin bertahan di Wamena.
Warga yang ingin tinggal, sudah menganggap Wamena adalah kampung sendiri. Ada juga yang lahir dan besar di Wamena. Keinginan itu juga difasilitasi dengan permintaan Nasrul Abit, kepada aparat setempat untuk menjaga kenyamanan dan kemanan mereka di Wamena.
“Para perantau yang masih ingin tinggal di Wamena mengharapkan kepada kita, untuk mengkoordinasikan dengan Pemprov dan Pemda setempat terkait keamanan dan kedamaian. Itu kita lakukan,” ujar Nasrul.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mengimbau jurnalis dan media untuk tidak membuat berita yang mengandung unsur SARA serta berpotensi menambah konflik dalam menulis kasus kerusuhan Wamena. Jurnalis dan media diharapkan mencari sumber berita yang kredibel dan tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik.
"(Meskipun demikian, jurnalis dan media) tetap perlu melakukan kritik kepada penanganan keamanan di Papua, khususnya Wamena, sehingga korban tidak terus bertambah dan kondisi segera membaik," kata Ketua AJI Padang Andika Destika Khagen dalam siaran pers.
AJI Padang juga mengimbau jurnalis dan media agar menerapkan prinsip jurnalisme damai dalam peristiwa konflik, khususnya yang terkait di Wamena. Jurnalisme damai tidak akan menghilangkan fakta, tetapi lebih menonjolkan pemberitaan yang bisa menurunkan tensi konflik dan segeranya penyelesaian.
Pemerintah diminta pula untuk membuka akses informasi di Wamena dan terus menginformasikan kondisi terkini. Dengan demikian, informasi bohong atau hoaks yang akan menambah konflik tidak terus berkembang.
"(Kami) mengimbau pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menyebarkan perdamaian dan menenangkan warga dari kemungkinan hasutan yang bisa memprovokasi," ujar Andika.