Mereka yang Gagal Kembali ke Senayan
Hampir separuh anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 gagal melenggang kembali ke Senayan untuk periode berikutnya. Sejumlah faktor, mulai dari kurang maksimalnya kampanye hingga kejanggalan penghitungan suara, diklaim sebagai penyebab kegagalan para petahana tersebut kembali menjadi wakil rakyat.
Menjadi seorang petahana dalam pemilihan calon anggota legislatif tampaknya memang tidak menjadi jaminan bisa lolos ke parlemen. Pemilih pada pemilu serentak 2019 belum tentu tertarik kepada mereka.
Dari catatan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia pada Agustus 2018, sebanyak 529 dari total 569 anggota DPR atau 94 persen kembali mencalonkan diri kembali pada Pemilu Legislatif 2019. Sementara itu, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum tentang penetapan hasil Pileg 2019, dari total 575 anggota DPR RI terpilih, sebanyak 298 orang (50,26 persen) merupakan petahana dan 286 orang lainnya (49,74 persen) merupakan non-petahana ataupun wajah baru. Ini membuat komposisi DPR masa bakti 2019-2024 antara petahana dan non-petahana hampir seimbang.
Gagalnya para petahana melaju kembali ke Senayan diakui para legislator disebabkan oleh sejumlah faktor. Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Budiman Sudjatmiko, Senin (23/9/2019), di Jakarta, menyampaikan, salah satu penyebab kegagalannya lolos ke Senayan adalah kurang mengunjungi konstituen. Karena desain pemilu presiden dan legislatif yang serentak, Budiman pun lebih sering berkampanye untuk pemenangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung oleh partainya, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Pada Pileg 2019, Budiman maju di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur 7 (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi). Dapil ini juga sering disebut sebagai dapil neraka. Sebab, selain Budiman, terdapat juga caleg terkenal lain seperti putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono; putri Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Jessica Herliani; hingga mantan Juru Bicara Presiden Jokowi Johan Budi.
Faktor kegagalan lainnya yang diakui oleh Budiman adalah tidak adanya ide ataupun program kerja baru yang dapat ia tawarkan. Hal ini berbeda saat Pileg 2009 dan 2014 ketika Budiman membawa draf Undang-Undang Desa sebagai bentuk proposal politik kepada konstituennya di Dapil Jawa Tengah 8 (Banyumas dan Cilacap).
Faktor kegagalan lainnya yang diakui oleh Budiman adalah tidak adanya ide ataupun program kerja baru yang dapat ia tawarkan. Hal ini berbeda saat Pileg 2009 dan 2014 ketika Budiman membawa draf Undang-Undang Desa sebagai bentuk proposal politik kepada konstituennya di Dapil Jawa Tengah 8 (Banyumas dan Cilacap)
Permasalahan yang sama juga dialami oleh anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Refrizal, yang gagal lolos di Dapil Sumatera Barat 2 (Pariaman, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Bukittinggi, Payakumbuh, dan Limapuluh Kota). Refrizal mengaku dia tidak berkampanye secara menyeluruh ke delapan kabupaten/kota di Sumbar 2 karena memberikan ruang kader PKS lain untuk berkampanye.
Hal lain yang memengaruhi jumlah pemilihnya berkurang, menurut Refrizal, yaitu penentuan nomor urut di surat suara. Saat Pileg 2019, Refrizal berada di nomor urut tiga. Pada pileg tiga periode sebelumnya, dia berada di nomor urut satu dan dua.
Selain itu, Refrizal juga menilai ketokohannya meredup dibandingkan dengan caleg dari PKS lainnya yang lolos dari Sumbar 2, yakni Nevi Zuarina, yang merupakan istri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
Penghitungan suara
Selain faktor kurang maksimal dalam berkampanye, kegagalan caleg petahana juga dinilai karena adanya kejanggalan penghitungan suara. Salah satu caleg petahana yang mengalami permasalahan ini adalah anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.
Rahayu yang maju di Dapil DKI Jakarta 3 (Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu) ini gagal melaju ke Senayan karena hanya meraih 79.801 suara. Perolehan suara tersebut membuat Partai Gerindra mengajukan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi. Dalam gugatannya, Rahayu mendalilkan bahwa suara yang sebenarnya ia peroleh adalah 83.959 suara. Ada kehilangan sebanyak 4.158 suara. Namun, gugatan Rahayu itu ditolak MK karena melewati batas waktu yang ditentukan.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P, Eva Kusuma Sundari, yang maju di Dapil Jawa Timur 6 (Tulungagung, Kota dan Kabupaten Blitar, Kota dan Kabupaten Kediri), juga mengalami hal serupa. Eva mengakui bahwa perolehan suara yang ditetapkan KPU berbeda dengan hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei. Hasil yang diperolehnya ini juga dinilai berhubungan dengan lamanya proses penghitungan suara di Kabupaten Blitar yang mencapai lima hari.
”Hasil rekapitulasi KPU benar-benar di luar logika karena sebelum hari pencoblosan elektabilitas saya tinggi. Beberapa pihak sempat menawarkan untuk memeriksa kembali C1 plano, tetapi saya menolak. Biarkan ini menjadi urusan internal partai,” ujarnya.
Komitmen
Meskipun gagal melaju kembali ke Senayan, para caleg petahana tersebut tetap menegaskan komitmen mereka berjuang untuk kehidupan sosial kemasyarakatan. Hanya saja, saat ini, perjuangan itu ditempuh melalui bidang yang digeluti masing-masing dan dari luar parlemen.
Rahayu, misalnya, keputusannya masuk ke dunia politik bukanlah untuk mencari jabatan. Oleh karena itu, ia mengaku akan tetap memperjuangkan isu-isu yang berhubungan dengan agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan sesuai dengan fokus isu di Komisi VIII DPR.
Sementara Budiman mengatakan, selepas purnatugas di DPR, dia telah mempersiapkan proyek yang melibatkan masyarakat desa di bidang teknologi, sains, dan pemberdayaan sosial atau komunitas.
”Kami sudah mencoba membuat internet desa, yakni desa sebagai internet service provider. Jadi, orang desa beli pulsa dan lainnya ke badan usaha milik desa,” katanya.
Eva yang selama ini dikenal vokal pun tetap akan menyuarakan pendapat dan pandangan secara politis dalam berbagai forum, baik akademis maupun non-akademis. Dia juga menegaskan tidak akan menanggalkan statusnya sebagai kader partai.