Unjuk rasa lanjutan dilakukan ribuan mahasiswa di depan kantor DPRD Kalimantan Timur di Samarinda, Senin (30/9/2019). Puluhan pelajar sekolah menengah atas atau SMA juga ikut serta, tetapi kemudian dipulangkan polisi.
Oleh
Sucipto
·4 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS - Unjuk rasa lanjutan dilakukan oleh ribuan mahasiswa yang menamakan diri Kaltim Bersatu di depan kantor DPRD Kalimantan Timur di Samarinda, Senin (30/9/2019). Puluhan pelajar sekolah menengah atas atau SMA juga ikut berpartisipasi, tetapi polisi memulangkan mereka.
Mahasiswa berkumpul di Islamic Center Samarinda pukul 09.00 Wita. Terdapat pula pelajar berseragam mengenakan jaket di antara mereka. Sebelum mahasiswa dan pelajar bergerak, polisi mengamankan 27 siswa berseragam dan tidak berseragam ke Kepolisian Resor Kota Samarinda.
Mereka di bawah umur, kalau ada apa-apa, siapa bertanggung jawab?
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda Ajun Komisaris Damus Asa mengatakan, itu dilakukan sebagai tindak lanjut Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik dalam Aksi Unjuk Rasa yang Berpotensi Kekerasan. Pelajar yang diamankan berasal dari Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
"Mereka rata-rata membolos tanpa sepengetahuan orangtua dan guru. Kami mengundang guru dan orangtua untuk menjemput. Mereka di bawah umur, kalau ada apa-apa, siapa bertanggung jawab? Makanya kami amankan," kata Damus.
Aksi lanjutan
Sementara itu, ribuan mahasiswa yang sudah berkumpul melanjutkan pawai ke gedung DPRD Kaltim. Mereka melayangkan mosi tidak percaya kepada wakil rakyat karena dianggap tidak merespons tuntutan mahasiswa dalam unjuk rasa sebelumnya.
Mahasiswa sudah melakukan aksi serupa pada Senin (23/9) dan Kamis (26/9) lalu. Mereka menuntut hal yang sama, yakni Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kami melayangkan mosi tidak percaya kepada anggota DPRD Provinsi Kaltim.
Mahasiswa juga menolak segala undang-undang yang melemahkan demokrasi, seperti RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba. Selain itu, mereka juga menolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil, menolak militerisme di Papua, dan menuntut penuntasan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia.
"Kami juga menuntut pemerintah untuk mencabut izin korporasi pembakar lahan. Atas tuntutan kami yang tidak diindahkan, malah membuat banyak kawan kami masuk rumah sakit akibat tembakan gas air mata, kami melayangkan mosi tidak percaya kepada anggota DPRD Provinsi Kaltim," ujar juru bicara Aliansi Kaltim Bersatu Yohanes Richardo, di sela-sela aksi.
Pada unjuk rasa sebelumnya, mahasiswa meminta seluruh peserta aksi bisa masuk ke gedung DPRD Kaltim dan bertemu dengan seluruh anggota DPRD Kaltim. Lima perwakilan anggota DPRD Kaltim sudah keluar, tetapi mahasiswa menolak berdiskusi dengan perwakilan.
Dalam unjuk rasa kali ini, mahasiswa ditemui anggota DPRD Kaltim Syafruddin. Ia berdiri di depan pintu masuk gedung DPRD di belakang barikade polisi dan pagar besi berduri. Melalui pengeras suara, ia mengatakan bahwa semua tuntutan mahasiswa sudah ditampung dan akan disampaikan ke DPR.
"Kami tidak punya wewenang untuk mengubah undang-undang, tetapi kami dari DPRD Kalimantan Timur akan menyampaikan seluruh tuntutan kawan-kawan mahasiswa sekalian," ujar Syafruddin.
Namun, mahasiswa tak ingin bernegosiasi dengan cara seperti itu. Mereka ingin semua peserta aksi masuk dan menduduki gedung DPRD Kaltim. Suara pengeras suara dari gedung DPRD bersahutan dengan pengeras suara mahasiswa. Akibatnya, tak terjadi negosiasi dan perundingan. Tak lama berselang, perwakilan anggota DPRD Kaltim masuk kembali diiringi sorakan dari mahasiswa.
Yohanes mengatakan, mereka akan tetap melakukan aksi sampai bisa masuk ke gedung DPRD. Pada aksi sebelumnya, sekitar pukul 17.30 Wita, polisi membubarkan massa dengan menyemprotkan meriam air dan tembakan gas air mata. Sekitar 400 mahasiswa dan pelajar mengalami luka, sesak napas, dan mual.
Pada aksi hari ini, sekitar pukul 17.30 Wita, mahasiswa belum membubarkan diri. Polisi meminta mahasiswa membubarkan diri karena sesuai peraturan, pukul 18.00 Wita sudah tidak boleh ada unjuk rasa. Beberapa mahasiswa membakar kertas dan kardus di sisi barat gedung DPRD. Ada pula yang melempar botol plastik, kayu, dan batu kecil ke gedung DPRD Kaltim.
Polisi membalasnya dengan menembakkan gas air mata. Kerumunan mahasiswa kemudian berhamburan ke banyak arah. Ada yang berlari ke Jalan MT Haryono, Jalan Teuku Umar, Jalan Senyiur, dan Jalan Kahoi. Sekitar 70 mahasiswa dibawa ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat Provinsi Kaltim untuk diberi pertolongan oleh PMI dan petugas Dinas Kesehatan Kaltim. Mereka di antaranya ada yang terluka karena terjatuh dan mengalami sesak napas.
Saat ini, mahasiswa sudah mulai menjauh dari gedung DPRD dan terpencar. Ratusan polisi juga membuat barikade di depan gedung DPRD Kaltim.