Regulasi tentang impor ikan dinilai longgar dan kurang melindungi keamanan pangan bagi produsen dan konsumen ikan di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang ketentuan impor.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi tentang impor ikan dinilai longgar dan kurang melindungi keamanan pangan bagi produsen dan konsumen ikan di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang ketentuan impor.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan, di Jakarta, Minggu (29/9/2019), mengemukakan, aturan impor yang longgar itu antara lain tecermin dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2019 tentang Impor Hasil Perikanan.
Ketentuan itu dinilai mempermudah pelaksanaan impor ikan dengan tidak lagi mewajibkan bukti kepemilikan sarana pendingin oleh importir dan bukti penguasaan alat transportasi berpendingin. Ketentuan yang longgar ini dikhawatirkan menyebabkan pihak mana pun berpotensi mengimpor ikan.
Selain itu, ketertelusuran dan penelusuran teknis ikan tidak lagi menjadi syarat impor. Hal ini dinilai mengabaikan keamanan pangan bagi konsumen.
”Kelonggaran aturan impor menyebabkan konsumen menjadi tidak terlindungi dengan masuknya impor ikan,” katanya.
Abdi menambahkan, aturan impor ikan yang longgar juga dinilai kontradiktif dengan upaya di tingkat internasional dalam meningkatkan standar keamanan hasil perikanan. Kemudahan impor ini dikhawatirkan membuat impor hasil perikanan yang masuk ke pasar Indonesia tidak bersertifikat kesehatan ikan atau produk olahan ikan.
”Pada saat Eropa dan Amerika memperketat verifikasi dan ketertelusuran ikan asal Indonesia, kita justru mempermudah masuknya impor ikan. Ini ironis,” kata Abdi.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tren impor ikan naik setiap tahun. Pada semester I-2015 hingga 2019, volume dan nilai impor masing-masing tumbuh 4,37 persen per tahun dan 5,02 persen per tahun. Laju volume dan nilai impor tersebut melebihi laju volume dan nilai ekspor yang masing-masing sebesar 1,06 persen per tahun dan 3,12 persen per tahun.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing KKP Agus Suherman menyampaikan, KKP akan mencermati aturan impor tersebut.
Sementara Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing KKP Berny A Subki mengemukakan, KKP telah mewajibkan importir untuk memiliki gudang pendingin. (LKT)