Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengajak Bali Bersiul, Bali Bersih Uang Lusuh. Bali Bersiul ini merupakan gerakan edukasi ke masyarakat agar mau menukarkan uang-uang lusuh mereka ke Bank Indonesia.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengajak Bali Bersiul, Bali Bersih Uang Lusuh. Bali Bersiul ini merupakan gerakan edukasi ke masyarakat agar mau menukarkan uang-uang lusuh mereka ke Bank Indonesia.
Selain edukasi, Bali juga sebagai destinasi wisata dunia. ”Uang lembaran biasanya dapat menjadi kenang-kenangan wisatawan ketika pulang kembali ke negaranya. Maka, Bank Indonesia merasa perlu mengajak masyarakat menukarkan uang lusuh agar yang beredar adalah uang-uang lembaran yang lebih baik,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, di kantornya, Denpasar, Selasa (1/10/2019).
Melalui riset, kata Trisno, masyarakat belum memahami arti pentingnya uang-uang lusuh itu harus dikembalikan ke BI. Uang lusuh ini harus diterima dan diganti tanpa biaya oleh BI. ”Warga juga bisa menukarkan ke bank umum atau komersial,” katanya.
Karena itu, Bali menginisiasi agar gerakan menukarkan uang lusuh ini dapat menjadi virus baik ke daerah lain. Pasar tradisional, katanya, tempat yang biasanya uang-uang lusuh ini beredar.
Ia juga mengingatkan agar penukaran ini tidak hanya pada uang lembaran, tetapi uang logam pun perlu diganti. Selama ini di Bali, warganya jarang menukarkan uang logam yang rusak.
Uang lembaran biasanya dapat menjadi kenang-kenangan wisatawan ketika pulang kembali ke negaranya. Maka, Bank Indonesia merasa perlu mengajak masyarakat menukarkan uang lusuh agar yang beredar adalah uang-uang lembaran yang lebih baik. (Trisno Nugroho)
Masyarakat Bali diduga senang mengoleksi uang logam. Selama riset, orang Bali cenderung menyimpan atau mengoleksi uang logam. Jika kondisi uang logam benar-benar rusak, mereka baru melakukan penukaran di loket BI.
Tak hanya itu, Trisno pun mengimbau agar masyarakat memperlakukan uang dengan baik. Hal ini berkaitan agar usia edarnya menjadi lama jika masyarakat mau merawat dan menjaga uang tersebut. Alasannya, biaya pencetakan uang tidak murah.
Ia berharap masyarakat ingat ”5 Jangan”. Jangan dimaksud uang lembaran itu agar dirawat dengan melakukan, yaitu jangan melipat, jangan mencorat-coret, jangan distapler, jangan diremas, dan jangan dibasahi.
”Jika uang lusuh-lusuh berkurang, Bali menjadi bersih. Masyarakat pun sehat ketika memegang uang karena bersih tanpa lusuh yang bisa menjadi sumber penyakit,” ujar Trisno.
Berdasarkan riset Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali, terdapat lima daerah yang menjadi tujuan program. Daerah itu adalah Banjar Tegal dan Banyuasri di Buleleng, Padangsambian dan Padangsambian Klod di Denpasar Barat, serta Dangin Puri Kangin di Denpasar Utara.
Menurut Trisno, lima daerah itu terpantau banyak uang lusuh. Uang lusuh ini diduga, lanjutnya, banyak beredar di pasar tradisional.
Data uang lusuh dari Kantor Perwakilan BI Bali tercatat periode Januari-Desesmber 2018 sebanyak Rp 4,38 triliun dengan volume 129.658.780 lembar. Periode Januari-Agustus 2019, terdata Rp 3,58 triliun dengan volume sebanyak 98.416.604 lembar.
Ya, mulai sekarang uang-uang lusuh yang didapatkan langsung ditukarkan ke BI. (Isma)
Putu Isma, warga Denpasar, belum paham bahwa uang-uang lusuh yang sering didapatkannya itu bisa ditukaran dengan uang yang baru di Kantor BI Bali atau bank komersil. Selama ini, ia dan keluarganya membiarkan uang-uang lusuh itu dan tidak menggunakannya lagi untuk transaksi.
”Ya, mulai sekarang uang-uang lusuh yang didapatkan langsung ditukarkan ke BI,” kata Isma.