Mahasiwa yang berunjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menolak tindakan anarkistis.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahasiswa yang berunjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menolak tindakan anarkistis. Aksi unjuk rasa mereka bertujuan untuk memastikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih turut memperjuangkan tuntutan mereka atas rancangan undang-undang bermasalah. Selain itu, tindakan aparat yang berlebihan tetap menjadi sorotan.
Puluhan mahasiswa Universitas Krisnadwipayana, Bekasi, Jawa Barat, menggelar aksi simpatik di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, yang mengarah ke Semanggi, Selasa (1/10/2019). Mereka membagikan bunga kepada aparat keamanan.
Koordinator aksi Universitas Krisnadwipayana, Herlambang, menyatakan, kedatangan mereka untuk menegaskan bahwa gerakan mahasiswa tidak anarkistis. ”Kami menyadari bahwa aparat hanya menjalankan tugas. Mahasiswa juga tidak anarkistis. Hanya oknum yang ingin anarkis,” katanya.
Gelombang unjuk rasa di Ibu Kota terjadi dalam beberapa hari terakhir. Unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di Jakarta dan berbagai daerah lainnya menuntut pembatalan pengesahan empat rancangan undang-undang (RUU). Keempat RUU dimaksud, yakni RUU Pemasyarakatan, Pertanahan, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Minerba, dinilai tidak berpihak kepada rakyat dan berpotensi merugikan rakyat.
Selain itu, mereka menuntut pembatalan pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Regulasi baru KPK itu dinilai akan melumpuhkan KPK dalam memberantas korupsi yang masih merajalela di Tanah Air.
Di Jakarta, pengunjuk rasa, yang kebanyakan pelajar, bentrok hingga larut malam dengan aparat. Semakin malam, pengunjuk rasa kian beringas, demikian juga polisi. Pos polisi dibakar. Kaca halte pecah dan sebagian pengunjuk rasa mencabut rambu lalu lintas.
Di sisi lain, aparat kepolisian juga naik darah. Sebelum pukul 18.00, batas jam yang dibolehkan undang-undang untuk menyampaikan pendapat di muka umum, gas air mata sudah menyalak, Senin (30/9) sore. Ini untuk merespons pengunjuk rasa yang terus melempari aparat dengan batu.
Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Universitas Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Remy menyatakan, UNJ belum menyatakan sikap atas pelajar yang ikut unjuk rasa. Mereka masih menyelidiki motif pelajar ikut turun ke jalan. Dia memastikan, tidak ada koordinasi antara mahasiswa dan pelajar.
Menurut Remy, mahasiswa kembali turun ke jalan untuk mengingatkan DPR baru yang sudah dilantik. Aspirasi mahasiswa untuk menunda pengesahan RUU bermasalah harus terus dilanjutkan. Pesan senada juga disampaikan kepada Presiden Joko Widodo yang akan kembali dilantik pada 20 Oktober mendatang.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Zuhad Aji Firmantoro menyatakan, mereka mengajak Joko Widodo berjuang bersama rakyat untuk melawan oligarki yang hendak melemahkan KPK melalui revisi undang-undang. ”Kami mendorong Pak Jokowi untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi. Kami, rakyat, mendukung,” katanya.
HMI MPO mengajak Joko Widodo berjuang bersama rakyat untuk melawan oligarki yang hendak melemahkan KPK melalui revisi undang-undang.
Dia menilai, adanya pasal tentang Dewan Pengawas di RUU KPK yang sudah disahkan tidak masuk akal. KPK, menurut dia, merupakan lembaga yang sudah dipercaya publik. Oleh sebab itu, kehadiran Dewan Pengawas tidak perlu. ”Ayo sama-sama lawan oligarki,” ucapnya.
Selain mendorong pemerintah menerbitkan perppu, HMI MPO juga meminta polisi mengusut tuntas kasus meninggalnya dua mahasiswa Kendari, Sulawesi Tenggara, saat berunjuk rasa.