Ungkap Dalang Kerusuhan Papua
Pemerintah didesak segera mencari jalan keluar terbaik bagi Papua. Elite dan masyarakat diminta menahan diri, tidak mengembangkan opini yang memperkeruh situasi.
Pemerintah didesak segera mencari jalan keluar terbaik bagi Papua. Elite dan masyarakat diminta menahan diri, tidak mengembangkan opini yang memperkeruh situasi.
JAKARTA, KOMPAS — Kerusuhan berseri di sejumlah kota di Papua yang menimbulkan korban dan eksodus ribuan pengungsi belum jelas kapan berakhir. Presiden diminta mendorong langkah hukum tegas dan terbuka untuk mengatasi berlarutnya situasi. Penegakan hukum tegas juga akan memberi efek jera.
Kendati demikian, penegakan hukum jangan mengkriminalisasi orang Papua yang selama ini menjadi korban. ”Korban jangan justru dijadikan tersangka. Orang Papua adalah korban dan warga Papua selama ini relatif harmonis,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth, yang juga Koordinator Jaringan Damai Papua di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Kerusuhan di sejumlah wilayah Papua dan terakhir di Wamena, menurut Adriana, merupakan rekayasa dan diskenariokan. Pola seperti saat ini tidak pernah terjadi di Papua.
”Tidak pernah ada konflik sosial atau konflik komunal terjadi di semua tempat di Papua, selain yang sengaja dirancang satu bulan lalu,” ujar peneliti yang lama meneliti Papua itu.
Model penyerangan di kota yang dituduhkan dilakukan kelompok kriminal bersenjata—yang memicu kerusuhan di Wamena—dinilai janggal. Penembakan mereka lebih mungkin dilakukan di pegunungan, seperti pada peristiwa pembunuhan karyawan PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga.
Pembuat skenario kerusuhan disinyalir memanfaatkan kondisi sosial Wamena yang banyak anak muda penganggur dan adanya Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo.
Ia yakin warga Wamena turut melindungi warga dari luar Papua dalam kerusuhan 23 September lalu. Sayangnya, hal itu tidak muncul ke publik.
Kemarin, Presiden Joko Widodo menegaskan, negara menjamin keamanan setiap warganya. Aparat keamanan terus bekerja keras melindungi warga dan menindak tegas para pelaku kerusuhan.
”Perlu saya sampaikan bahwa aparat keamanan telah bekerja keras melindungi semua warga,” kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor.
Polisi menetapkan tujuh tersangka dalam kerusuhan Wamena. Mereka terdiri dari mahasiswa, pelajar SMA, dan warga sipil. ”Kami jerat dengan Pasal 170 KUHP tentang perusakan barang dan kekerasan secara bersama-sama. Kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah,” kata Kepala Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Tonny Ananda.
Eksodus berlanjut
Kerusuhan di Wamena pada 23 September lalu mengakibatkan 33 orang meninggal. Hingga Senin malam, sekitar 4.500 orang mengungsi ke Jayapura.
Menurut Tonny, masih ada sekitar 6.000 pengungsi di Wamena. Mereka juga dari Kabupaten Tolikara dan Lanny Jaya yang khawatir terdampak.
”Saat ini aktivitas perekonomian dan perkantoran sudah mulai berjalan. Pelayanan pendidikan belum karena guru masih ketakutan,” katanya.
Seusai serah terima jabatan sebagai Kepala Polda Papua menggantikan Irjen Rudolf Albert Rodja, Irjen Paulus Waterpauw memastikan prioritas utama penanganan konflik di Papua ialah menjamin keamanan para korban yang mengungsi di sejumlah tempat.
Di Mataram, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengutus petugas membawa obat-obatan dan logistik ke Jayapura sekaligus mendata jumlah warga NTB yang terimbas kerusuhan. ”Enam warga mengungsi di Kodim Jayawijaya dan 10 orang di Kabupaten Yalimo. Mereka menunggu dievakuasi ke Jayapura,” ujar Kepala Dinas Sosial T Wismaningsih Dradjadiah.
Pemprov NTB siap membiayai kepulangan mereka menggunakan pesawat komersial.
Sebanyak 1.470 perantau Minangkabau yang terdampak kerusuhan di Papua juga minta dipulangkan ke Sumatera Barat. Mereka masih trauma.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan, Ikatan Keluarga Minang di Papua terus mendata. Total perantau Minang di Wamena dan sekitarnya diperkirakan 2.000 orang. ”Mereka harus segera dibawa pulang untuk menenangkan diri,” kata Nasrul yang baru kembali dari Wamena.
Sebanyak sembilan orang (sebelumnya disebut 10 orang) perantau Minang tewas dalam unjuk rasa berujung rusuh itu. Seorang perantau lain masih dirawat.
Pendataan juga dilakukan Pemprov Jawa Barat. ”Kami belum mendapat informasi ada korban warga Jabar,” kata Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Sekretariat Daerah Jabar Hermansyah.
Cari solusi
Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengimbau pemerintah mengoptimalkan langkah-langkah perlindungan terhadap semua warga di Papua. Pemerintah juga harus mencari jalan keluar terbaik menangani Papua.
”Negara wajib hadir melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia sebagaimana amanat konstitusi. Keselamatan semua warga diutamakan untuk dilindungi bersama. Kami percaya pemerintah, khususnya TNI dan Polri, didukung semua kekuatan masyarakat, dapat mengatasi situasi di Wamena,” kata Haedar.
Ia juga mengimbau semua pihak menahan diri demi suasana tenang dan kondusif. Para elite dan masyarakat diminta tak mengembangkan opini dan pernyataan yang justru memperkeruh suasana setelah kerusuhan di Wamena.
Adriana mengingatkan, kekerasan tak akan menyelesaikan masalah di Papua. Para pihak perlu menahan diri.
Sekali lagi ia menegaskan, pelaku dan dalang kerusuhan di sejumlah wilayah di Papua harus ditindak tegas. Dalang kerusuhan bisa siapa pun yang mendapat keuntungan dari Papua secara finansial, jabatan struktural, atau berkeinginan mendelegitimasi pemerintah menjelang pelantikan presiden dan penyusunan kabinet baru.
”Yang melanggengkan konflik itulah yang paling banyak mendapat keuntungan dari situasi disharmoni yang seharusnya dihentikan, bukan dimanfaatkan,” ujar Adriana.
Kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan perlunya penegakan hukum kepada mereka yang bersalah. Selain itu, mendorong rekonsiliasi di tengah masyarakat demi masa depan Papua yang lebih baik.
Kehadiran pendatang di Wamena dan tempat lain, kata Kalla, bukan hanya mencari kehidupan, melainkan juga menggerakkan ekonomi daerah. Hal itu sangat penting di daerah. (INA/SAN/NTA/FLO/RUL/SEM/JOL/HAR)