Kehadiran tol laut di Indonesia timur belum berdampak menyeluruh pada wilayah daratannya, terutama kota pelabuhan. Keterpaduan aktor perdagangan dan logistik menjadi kunci.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran tol laut di Indonesia timur belum berdampak menyeluruh terhadap wilayah daratannya, terutama kota pelabuhan. Keterpaduan aktor perdagangan dan logistik menjadi kunci.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti Kajian Ekonomi Lingkungan dan Infrastruktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Muhammad Halley Yudhistira, aktivitas ekonomi hanya tampak menggeliat dalam jangkauan radius 10 kilometer dari pelabuhan yang merupakan bagian dari tol laut.
”Artinya, dampak ekonomi tol laut di kota pelabuhan masih terbatas secara spasial,” katanya dalam seminar nasional berjudul ”Menuju Konektivitas Maritim yang Berkelanjutan di Indonesia” yang diadakan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, LPEM FEB UI, dan Kementerian Perhubungan, di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Pemerintah telah membuka 20 trayek tol laut hingga 2019. Sebelumnya ada 13 trayek tol laut pada 2017 dan 18 trayek tol laut pada 2018. Sebanyak 89 persen berada di wilayah Indonesia timur.
Menurut Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi Kementerian Perhubungan Wihana Kirana Jaya, dampak terbatas tol tersebut disebabkan oleh belum adanya partisipasi pelaku ekonomi lokal. Oleh karena itu, perlu ada integrasi antaraktor dan pemangku kebijakan.
Integrasi itu akan memunculkan ekosistem tol laut. Ekosistem itu minimal terdiri dari pemerintah pusat (utamanya kementerian/lembaga yang bertanggung jawab pada pelabuhan dan kemaritiman), operator pelabuhan, pelaku industri, pelaku usaha logistik, dan pemerintah daerah setempat.
Dalam hal pengembangan di kawasan Indonesia timur, Wihana berpendapat, usaha mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi penopang. Kehadiran ekosistem tol laut itu dapat menyokong aktivitas perekonomian UMKM.
Salah satu bentuk sokongannya ialah menghubungkan antara pelaku UMKM dan pembeli yang sesuai dengan sasaran. ”Jika UMKM memiliki kepastian pembelian, akan terjadi transaksi. Transaksi ini akan memunculkan alur logistik,” kata Wihana.
Salah satu contohnya di Sulawesi Selatan. Pakar dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, A Hamid Paddu, memaparkan, 80 persen pelaku industri dan usaha di Sulawesi Selatan tergolong kecil dan menengah. Kegiatan ekspor-impor mendominasi.
Usaha mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi penopang ekosistem tol laut.
Melihat jenis aktivitas ekonomi itu, Hamid berpendapat, UMKM di Sulawesi Selatan mesti disatukan dalam usaha induk. Tujuannya untuk memperbesar volume logistik dalam satu kali pengiriman sehingga terjadi efisiensi harga.
Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan pembangunan pelabuhan di 1.321 lokasi se-Indonesia hingga tahun 2022.
Menurut Hamid, tol laut di kawasan Indonesia perlu dikembangkan karena lokasinya strategis secara geografis. Berdasarkan data yang dihimpunnya, sebanyak 45 persen barang dalam perdagangan dunia melintasi alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).