Hari ini, Rabu (2/10/2019), diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Sejak ditetapkan sebagai warisan budaya nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, kesadaran masyarakat untuk melestarikan batik semakin terlihat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Hari ini, Rabu (2/10/2019), diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Sejak ditetapkan sebagai warisan budaya nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, kesadaran masyarakat untuk melestarikan batik semakin terlihat.
Puluhan bahkan ratusan masyarakat lalu-lalang dengan batik di tubuhnya hari ini. Mereka berasal dari beragam latar belakang, antara lain karyawan kantoran, mahasiswa, siswa sekolah, pengendara motor, hingga ibu-ibu sosialita yang sedang jalan-jalan di mal di kawasan Senayan, Jakarta.
Batik dikenakan dengan beragam gaya. Ada yang dikenakan sebagai luaran, ada yang memadukan batik dengan celana jeans, ada pula yang membuat setelan formal serupa blazer dan rok pensil. Apa pun gayanya, masyarakat punya cara masing-masing untuk ikut serta dalam perayaan Hari Batik Nasional.
Batik selama ini diasosiasikan dengan busana khas kondangan. Kesan yang ditimbulkan dengan mengenakan batik adalah rapi, formal, dan kaku. Tak jarang orang yang berbatik mendapat sapaan yang tak biasa dari orang lain, seperti “Rapi amat. Mau kondangan, ya?” dan seterusnya. Hal ini terkadang membuat orang urung berbatik di hari dan kesempatan yang biasa-biasa saja.
Inisiator Ikatan Pencinta Batik Nusantara (IPBN) Sapta Nirwandar pun sepakat bahwa batik sering dianggap sebagai pakaian formal. Padahal, batik bisa dikenakan dengan gaya yang lebih kasual, terlebih kini ada banyak busana dengan model demikian.
“Sekitar 10-15 tahun lalu, batik itu identik dengan baju lengan panjang yang formal. Sekarang batik bisa kita pakai untuk tujuan yang beda-beda. Kami tidak ingin batik terbatas hanya untuk pakaian formal. Batik pun sekarang bisa dikenakan oleh milenial,” kata Sapta pada malam penganugerahan Kompetisi Desain Batik Swiss 2019, Selasa (1/10/2019).
Batik dengan beragam model kini bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Ada batik dengan potongan lurus, asimetris, hingga batik yang dipadukan dengan bahan-bahan lain, misalnya jeans. Batik-batik tersebut juga kini bisa dibeli melalui toko daring.
Batik dengan beragam model kini bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Ada batik dengan potongan lurus, asimetris, hingga batik yang dipadukan dengan bahan-bahan lain, misalnya jeans
Menurut Direktur Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Kerajinan, dan Industri Aneka Kementerian Perindustrian E Ratna Utarianingrum, nilai ekspor batik pada semester I-2019 adalah 17,9 juta dollar AS. Adapun nilai ekspor batik sepanjang 2018 adalah 52,3 juta dollar AS (Kompas.id, 17/9/2019).
Hari pengingat
Wakil Ketua Wastraprema (himpunan pencinta batik dan kain) Sri Sintasari Iskandar mengatakan, Hari Batik Nasional merupakan momentum agar masyarakat kembali mengingat batik. Menurutnya, hal ini penting agar batik tidak hilang tergerus zaman.
“Jika bukan kita yang melestarikan batik, siapa lagi? Hari Batik Nasional bisa membangkitkan kembali gairah untuk itu (melestarikan batik) agar orang-orang tidak lupa. Sebagai warisan leluhur, batik harus dijaga,” kata Sri yang kerap dipanggil Neneng ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Pergeseran mode yang membuat batik menjadi busana kasual ia sebut lumrah. Batik yang dikreasikan menjadi beragam model busana ia rasa cocok digunakan oleh generasi muda. Kendati demikian, ia berpesan agar pakem-pakem batik tidak dilupakan, misalnya pakem penggunaan motif batik untuk kalangan tertentu saja.
Pengajaran tentang sejarah, filosofi, dan ragam motif batik, Neneng nilai perlu diwariskan kepada generasi muda. Tujuannya bukan hanya agar generasi muda mengenali akarnya, namun juga agar batik tetap lestari dalam koridor yang tepat.