MANADO, KOMPAS Orangtua almarhum Vanly Lahingede (14) mengadukan guru Bahasa Inggris SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Manado, CS (58), ke kepolisian atas tuduhan kekerasan di sekolah, Rabu (2/10/2019). Vanly meninggal sehari sebelumnya (Selasa) saat menjalani hukuman lari keliling lapangan lantaran terlambat datang di sekolah.
Orangtua Vanly, Yunli Mandiangan (40) dan Johnny Lahingede (42), melapor ke Kepolisian Sektor Mapanget. ”Dia dihukum dengan dijemur di bawah sinar matahari, kemudian disuruh lari keliling lapangan. Anak saya memang terlambat, tetapi dia anak baik. Kami tidak terima di menjadi korban kekerasan di tempat belajar,” kata Yunli di kediamannya di Perumahan Tamara, Kelurahan Kima Atas, Mapanget.
Selasa pagi, Vanly, siswa kelas IX, tiba di sekolah pukul 07.20 Wita, 20 menit setelah apel pagi dan doa bersama dimulai. CS, yang sedang piket, memeriksa ketertiban siswa, menghukum Vanly dan 10 siswa lain yang terlambat dengan berdiri di tengah lapangan serta lari keliling 20 putaran.
Berdasarkan keterangan dari teman-temannya, kata Yunli, Vanly merasa tidak kuat berlari di putaran ketiga. ”Dia sudah bilang ke guru itu, ’Bu, saya sudah tidak kuat lagi,’ tapi tidak digubris. Di putaran keempat, anak saya ambruk,” tuturnya.
Vanly segera dibawa ke Rumah Sakit Umum AURI Mapanget, kemudian dirujuk ke RSU Pusat Prof Dr RD Kandou. Namun, nyawanya tak terselamatkan. Jenazah Vanly diotopsi di RS Bhayangkara Manado. Menurut Yunli, anaknya sehat. Sebelum ke sekolah, putranya juga selalu sarapan.
Kepala Polsek Mapanget Ajun Komisaris Muhlis Suhani mengatakan, pihaknya belum menerima hasil otopsi. Penyidik dari Polsek Mapanget telah memeriksa seorang guru dan seorang siswa. Lima siswa dijadwalkan untuk diperiksa. Hasil sementara penyidikan sama dengan pernyataan Yunli. ”CS yang sedang piket ketertiban menyuruh siswa keliling lapangan berukuran 7,5 meter x 26 meter persegi,” kata Muhlis.
Polisi belum bisa meminta keterangan CS. Setelah Vanly dinyatakan meninggal, CS syok hingga tekanan darahnya naik, 230/130 mmHg. Kepala SMP Kristen 46 Mapanget Barat Selmi Ramber mengatakan, CS adalah guru senior. Selama ini, tidak ada orangtua siswa yang mengeluhkan CS. Pihak sekolah menghormati proses hukum terhadap CS.
Menurut Selmi, hukuman lari mengelilingi lapangan adalah wajar dan telah dilakukan bertahun-tahun. Ia mengatakan, hal itu meningkatkan kedisiplinan anak. ”Kami akan evaluasi, mencari hukuman yang lebih efektif,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Daglan Walangitan mengatakan, peningkatan kedisiplinan siswa adalah salah satu karakter yang ingin dibentuk sekolah. Kurikulum 2013 telah memuat metode dan kebijakan strategis untuk mewujudkan.
”Memahami latar belakang siswa adalah komponen kompetensi pedagogis guru. Mereka harus mengenal siswa-siswanya untuk membentuk karakter disiplin,” katanya. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra mengatakan, para guru harus bisa membangun dialog dengan siswa. Guru membantu siswa mengidentifikasi permasalahan, lalu mengajak siswa bertanggung jawab. (OKA)