Sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, berharap agar harga gabah tidak turun hingga akhir tahun. Sebab, sebagian dari mereka harus menunda masa tanam pada awal musim kemarau.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, berharap agar harga gabah tidak turun hingga akhir tahun. Sebab, sebagian dari mereka harus menunda masa tanam pada awal musim kemarau. Mereka khawatir hujan datang pada saat panen dan membuat harga gabah anjlok.
Deden (33), petani di Desa Kiara, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, Rabu (2/10/2019), mengatakan, debit irigasi yang minim karena musim kemarau membuatnya harus menunda pengolahan sawah, hingga mundur tiga minggu. Sawah seluas 8.200 meter persegi miliknya diprediksi panen pada pertengahan November tahun ini. Deden berharap agar panenannya nanti setidaknya dihargai Rp 5.000 per kg.
”Semoga hujan belum turun saat panen tiba. Sudah terlambat tanam, kalau masih ditambah hujan, harga gabah bisa jatuh. Petani semakin menangis,” ujar Deden.
Semoga hujan belum turun saat panen tiba. Sudah terlambat tanam, kalau masih ditambah hujan, harga gabah bisa jatuh. Petani semakin menangis.
Saat musim rendeng, para petani akan menjual gabah seusai panen. Penyebabnya, mayoritas petani tidak memiliki alat pengering dan tempat penyimpanan gabah. Hujan dan angin kencang yang terjadi saat musim itu menyebabkan kadar air gabah tinggi. Efek domino ini berimbas pada kualitas gabah. Gabah tersebut akan dibeli dengan harga rendah oleh para tengkulak.
Pada musim akhir Mei 2019, harga gabah kering panen (GKP) miliknya mencapai Rp 4.200 per kilogram. Harga ini lebih tinggi dari standar pembelian pemerintah, Rp 4.070 per kg. Ia merasa beruntung dibandingkan petani lainnya, sebab harga GKP yang ia patok sesuai dengan penawaran tengkulak. Sementara ada petani lainnya yang mendapatkan harga di bawah standar.
Hal senada dikatakan Solehudin (36), petani di Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang. Ia telah menunda masa tanam padi sawahnya karena jumlah air yang ada tidak mencukupi di saluran irigasi. Dua bulan lalu, lahan seluas 1,5 hektar itu tampak retak-retak dan kering. Kini, sawahnya itu telah ditanami padi varietas Inpari-32 dan diprediksi panen pada bulan November.
”Biasanya, pada bulan tersebut tak banyak yang panen. Saya berharap harga gabah saat panen bisa mencapai Rp 6.000 per kg. Namun, saya khawatir seandainya hujan datang lebih awal dan membuat gabah lebih lembab,” ucapnya.
Menurut dia, kualitas gabah pada musim kemarau lebih baik dibandingkan dengan musim rendeng. Hal itu menjadi salah satu faktor yang membuat harga gabah tinggi.
Sebelumnya, Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang Rusli mengatakan, Bulog memiliki cadangan beras sekitar 65.000 ton guna menstabilkan harga beras hingga akhir tahun. Dari jumlah tersebut, lebih dari 10 persen atau 6.500 ton di antaranya adalah stok beras komersial. Sampai 30 September 2019, realisasi penyerapan beras Bulog Subdivisi Regional Karawang mencapai 19.000 ton dari target 21.000 ton sampai akhir tahun.
Adapun Bulog tetap akan membeli gabah dari petani mengacu pada standar yang ditetapkan pemerintah. Gabah yang terendam air atau tanaman padi roboh sebelum panen masuk kriteria rendah sehingga kemungkinan tidak akan dibeli Bulog. Apabila dibeli, hal itu cukup berisiko terhadap kualitas beras karena akan berwarna kuning dan pecah.