Koin Emas Zaman Sriwijaya Ditemukan di Lahan Gambut
›
Koin Emas Zaman Sriwijaya...
Iklan
Koin Emas Zaman Sriwijaya Ditemukan di Lahan Gambut
Perburuan harta karun oleh warga di kawasan pesisir timur Sumatera Selatan menemukan sejumlah peninggalan bersejarah, antara lain beberapa koin emas, di lahan gambut yang diduga berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Perburuan harta karun oleh warga di kawasan pesisir timur Sumatera Selatan menemukan sejumlah peninggalan bersejarah, antara lain beberapa koin emas yang diperkirakan berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya. Penemuan ini memperkuat bahwa kawasan pantai timur menjadi jalur strategis perdagangan Sriwijaya.
Okky Okta Wijaya, salah satu kolektor barang antik di Palembang, Sabtu (5/10/2019), mengatakan, pada 23 September 2019 di Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, ditemukan sejumlah koin emas di kawasan gambut. Koin itu diduga uang yang berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Penemuan ini melengkapi penemuan sebelumnya, yakni koin yang terbuat dari perak dan timah.
Koin yang pada zaman itu dinamakan ”massa” merupakan alat tukar dalam perdagangan. Di permukaan koin terdapat sejumlah motif, seperti motif X dan simbol P terbalik yang di dalam bahasa Sanskerta dibaca ”ma”. Koin emas yang ditemukan itu mirip dengan koin emas yang ditemukan di Thailand dan Filipina. Hal itu diduga menunjukkan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sampai ke kedua negara tersebut.
Selain koin emas, lanjut Okky, di lokasi yang berdekatan juga ditemukan koin perak dan timah. Setiap koin memiliki nilai tersendiri. Koin yang ditemukan itu bermotif sama seperti koin yang ditemukan di sepanjang Sungai Musi.
Tidak hanya koin, pada tahun 2019, ujar Okky, dirinya juga menemukan alat pencetak koin dengan motif serupa. ”Saya yakin alat cetak tersebut adalah satu-satunya di Indonesia,” katanya. Alat cetak itu juga belum ditemukan di daerah lain di wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Alat cetak itu ditemukan di dalam Sungai Musi di kawasan 1-2 Ilir, Palembang, kawasan yang diduga menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.
”Seperti di Indonesia saat ini, pusat pencetakan uang ada di pusat pemerintahan. Demikian juga dengan alat cetak uang itu, ditemukan di dekat pusat Kerajaan Sriwijaya,” ucapnya.
Namun, kata Okky, saat ini, alat pencetak uang tersebut tidak ada di Indonesia, tetapi ada di Malaysia. ”Saya masih memiliki data siapa pemiliknya,” ujarnya.
Okky menambahkan, selain koin, masyarakat di zaman Kerajaan Sriwijaya juga menggunakan alat lain untuk melakukan perdagangan berbahan perunggu dan timah.
Asmadi, salah satu penyelam di Sungai Musi, mengatakan, benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di pesisir timur Sumatera hampir sama dengan sejumlah benda bersejarah yang ditemukan di Sungai Musi. Namun, koin emas Sriwijaya sulit ditemukan di Sungai Musi. Yang paling banyak ditemukan adalah koin asal China.
Agar warga yang menemukan peninggalan bersejarah segera melaporkan kepada dinas kebudayaan setempat atau ke Balai Arkeologi untuk dicatat.
Di Sungai Musi, peninggalan Sriwijaya biasanya ditemukan di kedalaman lebih dari 15 meter. Sementara di pesisir timur Sumatera, temuan peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya ada di sungai-sungai tua dan kawasan gambut. Penemuan-penemuan itu menunjukkan Sungai Musi dan pesisir timur Sumatera Selatan menjadi jalur perdagangan di masa Kerajaan Sriwijaya.
Ketua Komunitas Palembang Antik Kreatif Sriwijaya (Kompaks) Hirmeyudi menuturkan, pihaknya meyakini koin yang ditemukan itu merupakan koin dari Sriwijaya berdasarkan sejumlah literatur.
Selain itu, Palembang juga diduga menjadi pusat pemerintahan dan pengajaran agama Sriwijaya. Keraton Sriwijaya diduga ada di 1-2 Ilir. Adapun pusat pengajaran agama ada di Bukit Siguntang. Dengan demikian, diperkirakan ada banyak peninggalan di sepanjang jalur sungai.
Jalur penting
Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan Budi Wiyono mengatakan, penemuan sejumlah benda bersejarah di kawasan pesisir timur itu memperkuat dugaan bahwa pesisir timur Sumatera Selatan, terutama di sepanjang Air Sugihan, Tulung Selapan, dan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, merupakan jalur penting perdagangan, mulai dari masa pra-Sriwijaya, masa Kerajaan Sriwijaya, hingga masa Kesultanan Palembang Darussalam.
Hal ini diperkuat dengan penemuan kemudi kapal yang panjangnya hingga 6 meter. Kapal tersebut merupakan kapal yang biasa digunakan untuk berlayar di tengah laut.
”Kemungkinan banyak warga atau orang yang berlayar di pesisir timur Sumatera singgah di Pulau Maspari karena adanya titik mata air tawar di sana,” kata Budi.
Selain itu, kawasan tersebut juga memiliki lima sungai tua yang mengarah ke Teluk Cengal. Pulau Maspari berbatasan langsung dengan Selat Bangka.
Peneliti arkeologi dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, mengatakan, perburuan itu dikhawatirkan akan menyulitkan peneliti untuk merangkai alur sejarah yang ada di kawasan tersebut.
Retno berharap warga yang menemukan peninggalan bersejarah segera melaporkan kepada dinas kebudayaan setempat atau ke Balai Arkeologi untuk dicatat sehingga keberadaannya bisa dilacak walau sudah dijual.
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jangan sampai, karena jual beli, barang yang ditemukan di Indonesia justru diklaim oleh negara lain.