Anyaman Melepas Diskriminasi
Anyaman dari bambu ataupun bahan tradisional lain sering kali dipandang identik dengan peralatan rumah tangga kuno yang dibuat asal-asalan.
Anyaman dari bambu ataupun bahan tradisional lain sering kali dipandang identik dengan peralatan rumah tangga kuno yang dibuat asal-asalan. Namun, di tangan desainer, kerajinan bambu ini bermetamorfosis menjadi anyaman premium yang layak dikoleksi di dapur modern.
Pasar peralatan rumah tangga dari anyaman ini pun meluas ke supermarket kelas premium hingga mancanegara. Beberapa produsen anyaman tradisional, seperti Studio Dapur, Indo Risakti, dan Du’Anyam, turut serta berpameran dalam pergelaran NY Now 2019 yang berlangsung pada 10-14 Agustus 2019 di New York, Amerika Serikat.
Didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), para produsen ini memamerkan keindahan teknik anyaman Nusantara di pameran dagang internasional yang secara eksklusif menampilkan produk subsektor kriya tersebut.
Studio Dapur lahir untuk kembali mengangkat derajat anyaman bambu. Karya Studio Dapur, antara lain berupa perlengkapan makan, seperti keranjang, nampan, penutup makanan, pegangan lilin, tatakan gelas, dan tatakan piring. Produk ”New Boana Food Cover”, misalnya, menggunakan anyaman segi enam. Bentuk penampang atasnya bulat, menggunakan pegangan kayu jati yang dibubut, dan dibuat satu set dengan piring kayu jati.
”Kami ingin mengangkat kembali nilai kearifan lokal yang terkandung dalam bambu melalui peralatan dapur dan makan bambu yang dulu merajai dapur kita sebelum tergantikan oleh plastik, aluminium, stainless, dan lain-lain,” ujar pendiri Studio Dapur, Mega Puspita.
Proses desain di Studio Dapur berawal dari inspirasi yang dapat ditemui di kehidupan sehari-hari. Inspirasi itu bisa didapat dari hal sederhana, seperti peralatan-peralatan yang sudah jarang ditemui, misalnya pincuk, keranjang belanja, sampai rumah tradisional.
Selanjutnya, mereka meriset kebutuhan pasar, tren yang sedang ramai, dan membuat mood board. Eksplorasi ide dilakukan dengan membuat banyak sketsa menggunakan metode menggambar cepat untuk ”memaksa” ide-ide keluar. Desain-desain awal dipilih dari sketsa yang sudah dibuat lalu dimatangkan. Desain yang sudah selesai lalu dibawa ke artisan untuk dibuat purwarupanya.
”Di sini, kami lebih banyak menyerahkan ke artisan karena banyak detail, seperti teknik, iratan anyaman, atau sambungan, yang lebih dimengerti oleh artisan melalui pengalamannya. Banyak desain kami yang dimatangkan oleh artisan karena itu kami menyebutnya kolaborasi,” ujar Mega.
Bahan sisa
Jika Studio Dapur menggunakan bahan baku bambu, Indo Risakti memilih bahan baku yang didaur ulang dari material sisa seperti eceng, seagrass, (lamun), daur ulang kayu, dan daur ulang kertas. Produk yang dihasilkan adalah produk rumah tangga, seperti keranjang penyimpanan barang, cermin, dan vas bunga.
”Kami suka menantang diri dari zero to hero sehingga kami sangat suka melihat barang yang dibuang untuk diubah menjadi sesuatu yang lebih berharga. Tak hanya dari segi karya seni atau kreativitasnya, tetapi juga bahwa itu berfungsi,” kata pemilik Indo Risakti, Rumiris.
Bahan baku sisa itu kemudian diberi perlakuan dan sentuhan akhir yang baik sehingga mencapai kualitas premium. Suami Rumiris, Windu Sinaga, berperan sebagai desainer. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga di bidang ekspor kerajinan yang didirikan oleh ayah Rumiris. Ide desain biasanya diambil dari bentuk bangunan, pengalaman ketika berjalan-jalan, dan melihat kebutuhan pasar.
Limbah produk bambu juga menjadi keprihatinan Mega. Ia melihat kerajinan bambu biasanya hanya digunakan untuk kebutuhan sesaat atau sekali pakai. Bekerja sama dengan 18 perajin sejak 2016, Mega bertekad memproduksi anyaman bambu berkualitas yang juga bernilai ekonomi tinggi sehingga meningkatkan penghasilan para perajin.
Para perajin bambu konvensional, seperti besek dan boboko di Tasikmalaya, umumnya memiliki penghasilan yang rendah. Mereka kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan karena produk dihargai murah.
”Studio dapur bermula sebagai riset saya ketika kuliah S-1 desain produk. Jadi melalui ilmu desain produk, kami berupaya meningkatkan kesejahteraan perajin bambu,” kata Mega.
Sebanyak 10 persen dari penghasilan Studio Dapur dikembalikan lagi untuk kesejahteraan perajin di perdesaan. Perajin yang dilibatkan untuk memproduksi beragam anyaman cantik nan rapi ini berasal dari desa kecil di kaki Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Salah satu perajin bambu, Pak Toto, sudah menganyam bambu selama lebih dari 30 tahun dan mewarisi keahlian itu secara turun-temurun. ”Kami menonjolkan teknik anyaman yang merupakan keahlian perajin kami. Dan juga merupakan teknik yang ingin kami lestarikan agar dapat teregenerasi pada pemuda di desa,” kata Mega.
Anyaman berkualitas
Mengusung produk anyaman berkualitas tinggi, produk Studio Dapur dipasarkan lebih banyak dengan sistem business to business. Selain itu, produk Studio Dapur juga bisa dijumpai di Alun-alun Indonesia, Urbanquarter, Cayenne, dan Jenggala. Tahun ini, melalui pameran, mereka mulai memasarkan produk ke Jepang dan Amerika.
Produk bambu berkualitas sangat ditentukan oleh kualitas bahannya. Studio Dapur menggunakan bambu yang sudah tua, berumur 8-10 bulan, untuk membuat produk-produk laminasi. Hal ini berbeda dengan perajin pada umumnya yang menggunakan bambu yang baru berusia 4-6 bulan. Bambu muda hanya digunakan untuk anyaman.
Proses pengolahan produk Studio Dapur tidak menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti boraks atau pemutih. Mereka menggunakan panas matahari untuk mengeringkan iratan-iratan bambu dan menghasilkan warna cerah yang natural. Bambu harus benar-benar kering supaya aman dari kutu bambu dan tidak berubah bentuk atau menyusut ketika produk sudah jadi.
Studio Dapur juga menerapkan standar tinggi demi presisi ukuran dan konsistensi bentuk. ”Kami juga menggunakan coating ramah lingkungan untuk membuat produk bambu lebih halus dan kuat, terutama terhadap jamur. Ini yang membuat produk Studio Dapur bisa berusia panjang,” kata Mega.
Adapun produsen lain, Du’Anyam, yang bermakna ”anyaman ibu”, memilih bahan baku anyaman koli atau lontar. Du’Anyam lahir dari keinginan sekelompok anak muda untuk membantu memperkuat perekonomian para perempuan usia produktif di Nusa Tenggara Timur.
Du’Anyam memberi mereka peluang mencari tambahan penghasilan lewat tradisi yang sudah dikuasai turun-menurun. Inovasi pun terus dilakukan oleh Du’Anyam, antara lain dengan membuat keranjang anyaman yang bisa dilipat sehingga lebih praktis.