Hingga hari ke-10 meninggalnya Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), kepolisian belum juga mengumumkan titik terang penyelidikan dari kejadian ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Hingga hari ke-10 meninggalnya Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), kepolisian belum juga mengumumkan titik terang penyelidikan kejadian ini. Informasi sementara terkait kasus ini juga terkesan dibatasi, dan tidak dibuka secara luas. Sejumlah pihak terus mendesak agar aparat benar-benar transparan dalam menangani kasus dan segera menuntaskan penyelidikan pidana.
Direktur LBH Kendari Anselmul AR Masiku menilai, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian hingga hari ke-10 ini terkesan tidak menunjukkan transparansi dan keterbukaan. Informasi penyelidikan pidana dari kasus ini sangat terbatas dan belum menunjukkan kemajuan berarti dari kasus yang merupakan pelanggaran HAM ini.
”Padahal, bukti sudah jelas ada dan ada saksi. Ini bukan hal yang susah. Kalau dibilang telah ada enam terperiksa, itu hal yang terkait disiplin dan etik saja. Yang perlu diungkap adalah pelanggaran pidananya. Karena ketika pelanggaran itu diungkap, pasti akan ada pelanggaran disiplin juga di dalamnya,” ucap Anselmus, di Kendari, Minggu (6/10/2019).
Motif kejadian dan pelanggaran yang dilakukan aparat, menurut Anselmus, harus terus dibuka seiring penyelidikan yang berlangsung. Penyelidikan jangan hanya terhenti di tahap pelanggaran etik saja. Hanya saja, berdasarkan pengalamannya, dalam berbagai kasus yang melibatkan aparat, kepolisian memang sering kali terkesan tertutup.
Oleh sebab itu, tambah Anselmus, tim pencari fakta sudah harus dibentuk dan berjalan untuk ikut mengawal penyelidikan kepolisian. Hal itu untuk menjamin agar semua hal yang terjadi di dalam penyelidikan benar-benar terbuka dan tidak hanya menelusuri terkait pelanggaran etik dan disiplin.
”Sejauh ini saya tidak melihat transparansi yang berlangsung. Ombudsman yang terlibat memiliki kewenangan terbatas karena hanya mengawasi dan menerima laporan. Tim pencari fakta itu bisa dibentuk oleh kepolisian, pemda, ataupun presiden jika ingin segera membuka kasus ini,” ucap Anselmus yang juga koordinator Aliansi Masyarakat Tolak RUU ini.
Apri Awo, pengacara korban menjelaskan, dengan waktu yang lebih dari sepekan, belum ada kemajuan signifikan dalam penyelidikan kepolisian. Hal yang pasti dalam proses pro justitia per hari ini, baru pada penyelidikan dan mengumpulkan bukti permulaan.
”Itu pun saksi yang kami ketahui baru dua orang yang berasal dari kami. Sepengetahuan kami, belum ada saksi dari pihak kepolisian. Jadi, kalau melihat proses ini, baru di tahap awal, belum masuk penyidikan, apalagi untuk penetapan tersangka,” ucap Apri. Pada Senin besok, pihak pengacara akan menambah saksi baru sekaligus olah TKP.
Sejauh ini saya tidak melihat transparansi yang berlangsung. Ombudsman yang terlibat memiliki kewenangan terbatas karena hanya mengawasi dan menerima laporan.
Oleh karena itu, ia meminta agar pihak kepolisian juga proaktif dan terbuka, terlebih dengan adanya dukungan Mabes Polri. Proses penyelidikan pidana harus segera diungkap. Sebab, yang sekarang berlangsung dan dibuka ke publik baru pada tahap pelanggaran etik.
Pihak kepolisian dalam penyelidikan internal telah menetapkan enam aparat sebagai terperiksa dalam pengamanan aksi yang berujung meninggalnya dua mahasiswa, Yusuf dan Randi. Enam aparat yang berasal dari satuan intel dan reserse itu diketahui membawa senjata api saat bertugas. Senjata keenam aparat, yakni DK, GM, MI, MA, H, dan E, telah disita.
Akan tetapi, penyelidikan itu baru sebatas pelanggaran disiplin. Sebab, berdasarkan maklumat Kapolri, semua yang bertugas mengamankan aksi tidak diperkenankan membawa senjata, memakai peluru karet, terlebih peluru tajam.
Kepala Polda Sultra Brigjen (Pol) Merdisyam mengatakan, terkait penyelidikan kasus, ditangani langsung oleh Mabes Polri. Pihaknya hanya membantu proses penyelidikan, sekaligus sebagai obyek terperiksa.
”Silakan ditanyakan langsung ke Mabes Polri,” kata Merdisyam. Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, yang dihubungi melalui telepon dan pesan pendek, tidak menjawab pertanyaan yang diajukan.
Sandrayati Moniaga, Wakil Ketua Komnas HAM, mengatakan, sedari awal pihaknya telah menyampaikan duka mendalam dan mengkritik pendekatan kepolisian sampai meninggalnya dua orang. Penyelidikan diharapkan agar segera tuntas dan mengungkap semua hal dalam kejadian tersebut.
”Kami akan turunkan tim untuk menyelidiki hal ini. Nanti setelah semua tuntas, kami akan buka juga hasil penyelidikan,” ucapnya.
Sejumlah pihak memang terus mendesak agar kepolisian berlaku terbuka dan transparan terkait penanganan kasus ini. Masyarakat sipil di Sultra juga telah membentuk posko untuk memfasiltiasi saksi atau warga yang mempunyai informasi terkait kejadian yang membuat Randi dan Yusuf kehilangan nyawa.