Pemilihan Ketua KOI Bukan Sekadar Kebutuhan Organisasi
›
Pemilihan Ketua KOI Bukan...
Iklan
Pemilihan Ketua KOI Bukan Sekadar Kebutuhan Organisasi
Suksesi kepemimpinan Komite Olimpaide Indoensia harus dimanfaatkan untuk menata kembaloi pembinaan olahraga Indonesia.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perebutan kursi ketua umum dan wakil ketua umum Komite Olimpiade Indonesia periode 2019-2023 harus dapat dimanfaatkan untuk membangun olahraga nasional. Proses pemilihan ini bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan organisasi.
Dosen Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI Bandung Dikdik Zafar Sidik mengatakan, KOI sebagai kepanjangan tangan Komite Olimpiade Internasional (IOC) mempunyai tugas antara lain menata dan mengelola pengembangan olahraga di Indonesia. “Artinya, ada pembinaan yang harus dilakukan. Untuk membina atlet, harus kolaborasi dan bekerja sama dengan KONI. Sekarang, kesannya terpisah dan berjalan masing-masing,” kata dia dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Alih-alih melakukan pembinaan atlet, menurut Dikdik, yang terasa saat ini KOI sekedar sebagai tenaga administrasi pengiriman kontingen untuk mengikuti kejuaraan multicabang di luar negeri. Proses pembinaan, yang harusnya dijalankan bersama-sama dengan KONI, malah tidak terasa.
“Hal yang terasa hanya kisruh. Misalnya, ada ketidakharmonisan dalam tugas moniotring dan evaluasi, siapa yang seharusnya melakukan? Kalau untuk monev saja tidak bisa jalan dengan baik, apa yang mau dihasilkan dari monitoring?” kata dia. Oleh karena itu, menurutnya, siapa pun yang mendaftarkan diri sebagai calon ketua dan wakil ketua umum KOI harus mampu memenuhi tuntutan masyarakat terhadap lembaga itu.
Dukungan mayoritas
Pada Sabtu, Ketua Umum PB ISSI Raja Sapta Oktohari bersama Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Warih Sadono mendaftarkan diri sebagai calon ketua dan wakil ketua umum KOI. Pasangan ini mengantongi dukungan suara mayoritas anggota KOI, yakni 24 cabang non-Olimpiade dan 30 dari 32 cabang Olimpiade.
Okto menjelaskan, Warih Sadono dipilih untuk mendampingi maju dalam pemilihan pemimpin KOI karena melihat kiprahya di bidang olahraga. “Saya merasakan dukungan positif dari Pak Warih saat pelaksanaan Asian Para Games, sekaligus mempertimbangkan kiprah olahraga karena beliau pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengda Lembaga Karate-Do Indonesia. Di dunia olahraga beliau punya komitmen dan siap memberikan kontribusi positif untuk olahraga,” ujarnya.
Okto menuturkan, dukungan dari mayoritas cabang olahraga merupakan modal untuk menyatukan visi dan menyamakan persepsi untuk membangun prestasi Indonesia di tingkat internasional. “Bagi saya, ini merupakan amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Banyak yang mendukung, artinya tanggung jawab saya juga banyak. Saya berharap, dukungan ini tidak hanya di awal, tetapi harus sampai selesai agar bisa sama-sama saling berpegangan tangan,” kata dia.
Okto berpengalaman sebagai Ketua Umum PB ISSI periode 2015-2019 dan 2019-2024. Okto juga memimpin Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018. Ia juga pernah menjadi Ketua Delegasi Indonesia pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Berdasarkan pasal 74 ayat 7 tentang pemilihan ketum dan waketum KOI, calon ketua dan wakil ketua tidak menjabat jabatan apapun pada KTP anggota dan atau organisasi keolahragaan nasional yang sama atau sejenis yang lain. Mengikuti aturan tersebut, Okto menyatakan sudah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Ketua Umum PB ISSI.
Sejauh ini, baru Raja Sapta dan Warih Sadono yang mendaftakan diri. Sebelumnya, pemimpin organisasi tenis meja nasional (PP PTMSI) sekaligus mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno menyatakan kesiapannya maju ke kontentasi perebutan kursi pemimpin KOI. Oegroseno sudah mengambil formulir pendaftaran, tetapi belum mengembalikan formulir tersebut. Batas akhir pendaftaran adalah Minggu (6/10) ini.
Sekretaris tim penjaringan dan penyaringan ketua dan wakil ketua umum KOI Hellen Sarita de Lima mengatakan, ada dua pasangan yang mengambil formulir pendaftaran. “Dari dua yang mengambil formulir, baru satu pasangan yang mengembalikan formulir. Kami masih tunggu satu hari lagi. Setelah itu, kami verifikasi,” katanya.
Hasil verifikasi akan disampaikan dalam kongres pemilihan ketua umum dan wakil ketua umum pada Rabu (9/10). Apabila hanya ada satu pasangan yang mengajukan diri, menurut Hellen, hal itu tidak masalah. “Kalau hanya satu orang yang mendaftar, apa boleh buat. Tidak ada aturan dalam AD/ART bahwa satu pasangan harus dibatalkan. Kalau ada dua pasangan akan voting, kalau hanya satu berarti aklamasi,” kata dia.