Proses Penyelidikan Harus Transparan dan Akuntabel
›
Proses Penyelidikan Harus...
Iklan
Proses Penyelidikan Harus Transparan dan Akuntabel
Dugaan keterlibatan purnawirawan dan AB, dosen IPB dalam kasus penemuan bom molotov untuk tujuan kerusuhan pada 28 September lalu perlu penyelidikan lebih mendalam oleh polisi.
Oleh
Aguido Adri
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan keterlibatan purnawirawan dan AB, dosen IPB dalam kasus penemuan bom molotov untuk tujuan kerusuhan pada 28 September lalu perlu penyelidikan lebih mendalam oleh polisi.
”Institusi kepolisan memiliki dasar dan bukti yang jelas ketika melakukan langkah penyelidikan terhadap dugaan keterlibatan dosen dan oknum purnawirawan. Karena jika tidak ada bukti yang jelas akan berdampak tidak baik. Ini merupakan kasus dengan profiling yang tinggi karena melibatkan purnawirawan,” kata Direktur Imparsial Al Araf Sabtu (5/10/2019).
Al Araf mengingatkan, polisi untuk menjunjung asas praduga tidak bersalah. Polisi harus memiliki bukti dasar kuat untuk menindaklanjuti proses hukum.
Menurut Al Araf proses penyelidikan perlu dibuka terang benderang, transparan, akuntabel, dan tuntas, terkait siapa yang memerintah, siapa yang membiayai, apa tujuan utamanya, sampai level selanjutnya sehingga bisa menemukan bingkai dan fakta yang gamblang.
”Jika memang agendanya adalah untuk aksi teror atau kerusuhan yang bertentangan dengan UU, tentu perlu langkah hukum proposional, transparan dan akuntabel Karena ini akan dinilai oleh publik,” kata Al Araf.
Terkait demonstrasi mahasiswa dan kemudian disusul oleh aksi massa pada 28 September lalu, kata Al Araf, perlu memisahkan kepentingan gerakan mahasiswa dalam menyuarakan UU yang dinilai kontroversial. Gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral. Gerakan dari oknum dosen dan purnawirawan yang diduga terlibat dalam rencana kerusuhan pada 28 September lalu tidak sama dengan gerakan moral mahasiswa.
Al Araf melanjutkan, jika terbukti ada seorang dosen terlibat, perlu ada evaluasi dari kementerian pendidikan agar keterlibatannya tidak memengaruhi sivitas akademika lainnya. Kementerian Pendidikan perlu mengetahui dan ikut mengusut tuntas seberapa jauh keterlibatan dosen itu dan sebagainya.
”Dari berbagai survei, kampus memiliki potensi terpapar radikalisme. Dalam konteks itu, kita perlu langkah persuasif tidak represif dengan cara membangun ruang kewarganegaraan dengan budaya toleran serta memastikan cara pandang yang inklusif.
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, AB, dosen yang diduga dalam rencana kerusuhan saat aksi massa pada 28 September, tidak terlibat dalam jaringan teroris international seperti ISIS atau JAD. Namun, AB diduga terlibat dalam jaringan teroris lokal seperti jihadis lokal yang tidak bergabung dalam jaringan transinternasional.
Jaringan teroris lokal, kata Al Chaidar, ingin memanfaatkan gerakan mahasiswa, tetapi mahasiswa tidak bisa ditunggangi karena memiliki sikap kritis dalam melihat dinamika perpolitikan. Lalu aksi massa pada 28 September dinilai menjadi momen yang tepat untuk melancarkan aksi kerusuhan karena masih dalam suasana gelombang protes ketidaksetujuan atas UU yang dibuat DPR.