Anak-anak pengungsi Wamena di Sumatera Barat difasilitasi untuk bisa menumpang sekolah di kampung halamannya. Sementara itu, warga Jawa Tengah dibantu pulang kampung.
PADANG, KOMPAS— Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat berjanji memfasilitasi akses pendidikan bagi anak-anak pengungsi akibat kerusuhan di Wamena, Papua. Pihak dinas segera mendata jumlah mereka yang perlu tumpangan sekolah selama berada di kampung halaman.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbar Adib Alfikri, Sabtu (5/9/2019), mengatakan, pihaknya akan mengonfirmasi data ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, Senin (7/9). ”Nanti, kami minta arahan gubernur. Prinsipnya, pendidikan anak-anak tidak boleh terputus,” katanya.
Menurut Adib, anak-anak itu akan ditempatkan di sekolah- sekolah yang kuotanya belum terpenuhi. Ia memperkirakan semua anak pengungsi dapat tertampung.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk siswa tingkat SD dan SMP. Wewenang dinas provinsi hanya untuk tingkat SMA, SMK, dan SLB.
Hal senada dinyatakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan Zulkifli. Pihaknya siap memfasilitasi anak-anak pengungsi yang perlu tumpangan sekolah. ”Kami siap menerima. Kami menunggu arahan dari bupati terkait hal ini,” ujarnya.
Sejauh ini, kata Zulkifli, belum ada orangtua yang melapor ke dinas ataupun sekolah. Ia memastikan sekolah-sekolah di Pesisir Selatan bisa menampung semua anak pengungsi.
Berdasarkan catatan Kompas, hingga Jumat (4/9), ada 284 orang pengungsi tiba di Sumbar. Sebagian besar dari Pesisir Selatan. Sebanyak 51 orang difasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar, 212 orang difasilitasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), dan 21 orang lain pulang dengan biaya pribadi ataupun bersama dengan pemulangan jenazah korban kerusuhan.
Salah satunya Maisal (41). Bersama istri dan dua anaknya, ia pulang ke Pesisir Selatan untuk menenangkan diri. Mereka masih trauma dengan kerusuhan yang menewaskan 33 orang. SD Yapis Wamena, tempat dua anaknya bersekolah, menjadi target pelemparan batu.
”Memang tidak ada yang jadi korban di sekolah, tetapi anak- anak trauma,” kata Maisal, ditemui di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Kamis (3/9) malam.
Minta bantuan pulang
Sementara itu, sejumlah warga Jawa Tengah yang merantau ke Wamena minta dibantu untuk pulang kampung. Pemprov Jateng telah mengirim perwakilan untuk mendata dan memfasilitasi mereka. Pemulangan sebagian warga Jateng direncanakan dimulai pada Senin (7/10).
Herman Aji Prasetiyo (33), warga Kabupaten Brebes, mengatakan, saat ini, dia dan beberapa pendatang lain mengungsi di Masjid Al Aqsha Sentani. Herman tiba pada Kamis (3/10). Sebelumnya, ia mengungsi di Markas Kodim Jayawijaya.
”Kami trauma. Untuk itu, kami meminta agar dipulangkan ke daerah asal untuk sementara waktu,” kata Herman yang dihubungi dari Kabupaten Tegal, Sabtu.
Kamis malam, Herman menghubungi keluarga di Brebes dan meminta dibantu pulang. Pihak keluarga Herman didampingi lembaga swadaya masyarakat menyampaikan permintaan itu ke Pemkab Brebes dan Pemprov Jateng.
Hingga Sabtu malam, kata Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jateng, sekaligus ketua tim penjemputan warga Jateng, Imam Masykur, tercatat 30 warga Jateng mengungsi di Kabupaten Jayapura. Mereka tersebar di empat tempat, yaitu di Resimen Induk Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih, Pangkalan TNI AU Silas Papare, Markas Batalyon 751 Jayapura, dan Masjid Masjid Al Aqsha Sentani.
Mereka akan dipulangkan secara bertahap, mulai Senin. Menurut Imam, sejumlah pemkab/pemkot di Jateng juga membelikan tiket pulang bagi para warganya. (JOL/XTI)