Sejumlah tantangan masih dihadapi dalam menghadapi era industri 4.0. Keterlibatan semua pemangku kepentingan dibutuhkan .
Oleh
C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah tantangan masih dihadapi dalam menghadapi era industri 4.0. Keterlibatan semua pemangku kepentingan dibutuhkan untuk membenahi kesiapan sumber daya manusia, penyediaan teknologi di dalam negeri, hingga aspek keamanan data perusahaan.
"Tantangan terberat, menurut saya, di sisi penyiapan sumber daya manusia," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S Lukman ditemui di Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Program vokasi yang kini sedang berjalan dinilai penting untuk mengatasi kesenjangan kemampuan sumber daya manusia (SDM) tersebut. Beberapa industri, termasuk di sektor makanan dan minuman, pun belakangan memberi pelatihan bagi guru-guru SMK (sekolah menengah kejuruan).
"Selain itu kami juga membantu penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan industri. Setelah itu mereka mengajukan dana pendidikan ke Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengubah infrastruktur alat praktikum dan segala macam," ujar Adhi.
Menurut Adhi tantangan terberat kedua adalah ketersediaan penyedia teknologi yang masih minim di dalam negeri. Akibatnya, selama ini pelaku industri banyak bekerja sama - termasuk dalam bentuk pertemuan dan pelatihan yang hampir rutin tiap bulan - dengan penyedia teknologi dari luar negeri.
Kesiapan infrastruktur informasi dan teknologi pun mutlak terus ditingkatkan agar mampu menunjang penerapan ragam teknologi di era industri 4.0. "Jaringan harus kuat untuk mengendalikan proses produksi hingga pemasaran," ujar Adhi.
Tantangan lainnya adalah menyangkut jaminan keamanan data perusahaan dari kebocoran. "Terus terang perusahaan-perusahaan besar masih pakai sistem dari asing karena lebih aman. Ini jadi tantangan. Seharusnya Indonesia punya sistem nasional yang bisa melindungi keamanan data," kata Adhi.
Menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Kementerian Perindustrian, Eko Suseno Agung Cahyanto, saat ini telah ada Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0). INDI 4.0 adalah standar acuan untuk mengukur kesiapan perusahaan bertransformasi ke era industri 4.0.
"Rata-rata sekarang di Indonesia, dari hasil survei yang kami lakukan, angkanya di 2,47 dari skala 4. Artinya sudah masuk siap meski masih tipis," kata Eko.
Merujuk data Kemenperin, dari penilaian INDI 4.0 terhadap 326 perusahaan industri diperoleh hasil sebanyak 166 perusahaan industri atau 50,92 persen mendapat rentang skor 1-2 yang menunjukkan kesiapan awal implementasi industri 4.0.
Sebanyak 116 perusahaan industri atau 35,58 persen mendapat skor 2-3 yang menunjukkan kesiapan sedang. Adapun 22 perusahaan industri atau 6,75 persen memperoleh skor 3-4 yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah menerapkan industri 4.0.
Secara terpisah, Executive Director Science and Engineering Research Council Agency for Science, Technology, and Research (A*STAR) Hazel Khoo di Singapura, pekan lalu menuturkan kegiatan utama lembaga tersebut di bidang penelitian dan pengembangan. A*STAR menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan industri di Singapura.
Hazel Khoo memberi pengantar mengenai A*STAR tersebut di sela kunjungan sejumlah media dari beberapa negara ke Advanced Remanufacturing and Technology Centre (ARTC). Kunjungan media ini merupakan rangkaian kegiatan jelang penyelenggaraan Industrial Transformation Asia Pacific (ITAP) 2019 yang menurut rencana digelar 22-24 Oktober 2019 mendatang di Singapore EXPO & MAX Atria, Singapura