Dugaan Tercemarnya Sungai Cilamaya Ditindaklanjuti
›
Dugaan Tercemarnya Sungai...
Iklan
Dugaan Tercemarnya Sungai Cilamaya Ditindaklanjuti
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS - Para warga dan petani di Karawang dan Subang, Jawa Barat mengeluhkan kondisi aliran sungai Cilamaya yang diduga tercemar limbah industri. Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan membantu penyelesaian masalah yang melibatkan tiga kabupaten terdampak.
Sungai Cilamaya melintasi tiga kabupaten di Jawa Barat, yaitu Karawang, Subang, dan Purwakarta. Sungai sepanjang lebih kurang 97 kilometer ini dimanfaatkan oleh sebagian warga untuk mengairi irigasi pertanian, air minum, dan mencuci pakaian.
Pemandangan air sungai berwarna hitam pekat dan berbau mengalir di saluran irigasi sekunder di Desa Tanjungrasa, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Senin (7/10/2019). Mayoritas petani meyakini air itu tercemar. Meski demikian, pada musim tanam lalu, mereka tetap mengalirkan air itu ke petak sawahnya.
Santa (64), petani di desa Tanjungrasa Kidul, Kecamatan Patokbeusi, Subang, mengandalkan air dari irigasi tersebut untuk mengairi sawahnya seluas dua hektar. Saat musim kemarau lalu, Ia bermalam untuk menjaga pompa air dan selangnya agar tidak diserobot petani lainnya di pinggir sungai Cilamaya.
Ada kekhawatiran yang menghinggapi pikirannya terkait dengan kondisi air tersebut. Sebab, selama ini belum pernah ada penelitian tentang pengaruh air tercemar terhadap tanaman. “Jika menggunakan air tercemar ini, apakah akan berpengaruh terhadap tanaman padi? Pengalaman bertahun-tahun pakai air ini, tanaman padi bebas hama,” ujarnya.
Masyarakat perbatasan Kabupaten Subang dan Karawang di daerah tersebut, telah menyampaikan keluhan dan aksi protes, tapi limbah tetap mengalir. Bentuk protes mereka terlihat dari beberapa spanduk yang sengaja dipasang di pagar Bendung Barugbug, Kecamatan Jatisari, Karawang. Misalnya, “Selamat datang di tong sampah perusahaan terpanjang, yang tidak pernah diperhatikan pemerintah daerah.”
Hitang (40), warga Desa Barugbug, Kecamatan Jatisari, Karawang, tinggal di dekat Sungai Cilamaya. Menurut dia, kondisi sungai tercemar sudah berlangsung belasan tahun. Ia ingat betul, dulu saat masih kecil, dirinya kerap bermain air dan berenang bersama teman-temannya. Bahkan sang ibu, Entin (65), kerap memanfaatkan air tersebut untuk mencuci pakaian.
Saat ditemui siang itu, Hitang sedang menyirami jalanan menggunakan air sungai yang diambilnya menggunakan ember. Setelah jalanan cukup basah, ia buru-buru mencuci tangannya dengan sabun cuci. “Kalau lupa cuci, tangan saya jadi gatal-gatal,” ucapnya.
Tindak tegas
Pemerintah Provinsi Jawa Barat bakal menindaklanjuti permasalahan ini dengan melibatkan tiga kabupaten terdampak. Gubernur Jawa Barat pun meminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat untuk menanganinya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Bambang Riyanto mengatakan, permasalahan lintas kabupaten memerlukan penyelesaian dengan koordinasi bersama. Pihaknya telah membentuk tim terpadu untuk menyiapkan strategi penuntasan. Proses ini juga melibatkan sejumlah pihak, antara lain, dinas daerah, polisi, dan TNI, untuk membantu daerah terdampak dalam menindak tegas industri yang diduga mencemari sungai.
“Hasil investigasi akan menjadi dasar untuk dianalisis bersama. Kemudian, kami akan memberikan rekomendasi agar ditindaklanjuti oleh kabupaten terkait. Tahap selanjutnya, memberikan pembinaan teknis,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan, untuk melakukan investigasi terhadap industri harus dilakukan oleh bidang pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup (PPLH). Sementara itu, jumlah tenaga PPLH masih terbatas di Jawa Barat, yakni delapan orang. Hal ini menjadi salah satu persoalan proses pengawasan di daerah belum maksimal.
Adapun pada Jumat (4/10), Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana dan Anggota DPR RI Dedi Mulyadi, meninjau lokasi bersama dengan Tim Peneliti dari Perum Jasa Tirta II. Pengambilan sampel pun dilakukan untuk diteliti di laboratorium sekitar 10 hari. Setidaknya ada 32 parameter yang diukur, antara lain kadar keasaman dan suhu air.