Kaum Muda Tak Lagi Apolitis
Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada akhir September 2019 menunjukkan kemunculan lapisan kesadaran baru kaum muda. Mereka adalah para mahasiswa dan pelajar yang tampil ke permukaan untuk memperjuangkan hak-hak sipil sembari membuang stigma sebagai generasi apolitis.
Kehadiran mereka di jalanan berdemonstrasi cenderung mengagetkan sebagian kalangan. Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiatri, Jumat (4/10/2019), mengatakan, ketidakpercayaan publik pada parlemen direpresentasikan mahasiswa dalam aksi yang dilakukan.
Ketidakpercayaan ini menyusul kinerja DPR yang relatif rendah. Selain itu, ketidakpercayaan ini juga disumbang oleh faktor adanya sejumlah anggota parlemen terlibat korupsi dan pembahasan sejumlah undang-undang kontroversial di akhir masa jabatan.
Pada saat ini, kaum muda telah menjadi kelompok yang melek politik. Kesadaran politik mereka meningkat. Aisah mengatakan, kesadaran itu berbuah bisa dilihat dalam tiga hal.
Pertama, kemunculan pemilih muda yang aktif dalam pemilu. Ini termasuk di dalamnya ikut memilih, ikut kampanye, dan mencalonkan diri.
Kedua, melakukan aksi mahasiswa sebagai praktik ”parlemen jalanan”. Ini dilakukan guna menyuarakan kepentingan publik yang dinilai tidak terwakili dengan baik, terutama dalam penyusunan berbagai produk legislasi kontroversial. Terakhir, relatif banyaknya anak muda terpilih menjadi anggota DPR 2019-2024.
”Media dan (lingkungan) sosial berperan penting untuk menciptakan generasi milenial yang demikian (punya kesadaran politik),” kata Aisah.
Salah satu peran media dalam lingkup pergaulan sosial itu memang tampak tatkala penulis dan pemusik Fiersa Besari dan selebgram Karin Novrilda atau yang beken dengan nama Awkarin hadir di antara demonstran pada Selasa (24/9/2019). Kehadiran itu sekurangnya terpantau di linimasa media sosial Twitter.
Kedua pesohor itu memberikan dukungan secara virtual lewat sejumlah kicauan yang mereka unggah. Namun, lewat sejumlah foto yang beredar di jejaring media sosial, Awkarin sempat hadir pula secara langsung di lokasi demonstrasi untuk memberikan dukungan kepada para demonstran.
Fiersa dan Karin, masing-masing dengan akun @FiersaBesari dan @awkarin menjadi pengguna Twitter yang paling berpengaruh di jagat Twitter pada Selasa petang hingga jelang malam. Keduanya menduduki peringkat kesatu dan kedua sebagai akun yang memiliki sentralitas antara terbesar dalam jagat pembicaraan Twitter.
Sentralitas antara atau betweenness centrality adalah nilai yang diperuntukkan bagi sebuah akun terkait perannya dalam menghubungkan satu akun dengan akun lainnya. Peran itu juga termasuk menghubungkan antara satu komunitas dan komunitas lainnya. Ukuran ini mengenai seberapa sering sebuah akun (atau disebut vertex dalam bentuk tunggal dan vertices pada wujud jamak) tertentu terletak pada jalur terpendek antara dua akun lainnya (Hansen, Shneiderman, dan Smith, 2011).
Berdasarkan pemantauan dengan aplikasi NodeXL pada Selasa (29/4/2019) petang, tepatnya pukul 17.31 dengan menggunakan kata kunci demonstrasi, diketahui akun @fiersabesari memiliki sentralitas antara 2063827,56096. Adapun pengguna akun @awkarin dengan nilai sentralitas antara 1377109,953695.
Berdasarkan pengorekan (scrape) terhadap 1.967 akun Twitter, yang dihasilkan otomatis oleh sistem dari 2.000 akun yang diminta, diketahui pula terdapat 64 grup (G) atau jejaring komunitas berbeda yang dihasilkan. Pemisahan ini terjadi setelah dipergunakannya algoritma Girvan-Newman dalam menentukan gugus pengelompokan dari jejaring pembicaraan yang terjadi.
Dari sejumlah grup yang terpisah itu juga diketahui bahwa akun yang paling banyak disebut adalah @FiersaBesari dengan sejumlah kata-kata, seperti tiada, yang, hari, ini, lebih, kuat, dan dibandingkan, sebagai kata-kata yang banyak dipakai di grup tersebut. Akun @awkarin menguasai G2 dengan kata-kata seperti koar, yang, demonstrasi, aksi, buat, cuma, dan tidak sebagai kata-kata dominan dalam grup tersebut.
Ini menandakan bahwa pengguna akun @FiersaBesari lebih cenderung menggunakan kata-kata yang bersifat high context dalam menautkan khalayak dengan demonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak publik. Misalnya saja cuitan yang bertuliskan: Tiada yang lebih kuat hari ini dibandingkan massa aksi. Tiada yang relevan hari ini kecuali demonstrasi. Tiada yang patut dirayakan hari ini selain demokrasi. Tiada yang patut diheningkan cipta hari ini selain RUU yang tak berpihak pada hak asasi.
Cuitan tersebut pada Selasa malam sudah di-retweet hingga 18,9 ribu kali. Selain itu disukai 33,4 ribu pengguna dan beroleh 198 komentar.
Sementara akun @awkarin, berdasarkan kata-kata dominan yang muncul dalam grup yang menempatkannya sebagai akun paling banyak disebut, cenderung menggunakan bahasa yang sifatnya low context. Langsung dan lugas tanpa tedeng aling-aling.
Misalnya saja cuitan yang bertuliskan: Buat yang cuma koar-koar aksi demonstrasi tidak mengubah keadaan, lalu kita harus bagaimana? Duduk manis dan diam ketika hak-hak kita DIPERKOSA NEGARA? #TOLAKRKUHP #SAVEKPK #SEMUABISAKENA.
Unggahan itu hingga Selasa malam sudah dicuitkan ulang sebanyak 3,6 ribu kali dan dikomentari 91 kali. Cuitan yang sama juga disukai sebanyak 6,9 ribu kali.
Komunikasi berbeda
Dua jenis konten komunikasi yang cenderung berbeda, dan oleh karenanya menyasar tipikal khalayak yang cenderung berbeda pula, tak pelak lagi telah mengamplifikasi gairah pembicaraan mengenai gerakan demonstrasi mahasiswa. Hal ini dikarenakan kedua pengguna akun berpengaruh itu sama-sama mencuitkan konten yang berpihak pada gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak sipil.
Munculnya dua pesohor sebagai jembatan bagi akun-akun lain dalam memperjuangkan hak-hak sipil yang tengah dikebiri ini juga turut membantu sejumlah tanda pagar (tagar) dan istilah dalam memuncaki daftar topik tren di linimasa Twitter. Salah satunya tagar #HidupMahasiswa yang hingga Selasa pada pukul 21.00 masih terus berada di urutan teratas daftar topik tren.
Menariknya, kata Karin juga berada di daftar ke-9 topik tren Twitter di Selasa malam. Sejumlah pengguna mencuitkan konten yang cenderung berisikan sanjungan dan bahkan pembelaan terkait citra Awkarin selama ini yang cenderung stigmatif, menyusul perannya dalam aksi mahasiswa tersebut yang dinilai positif.
Kenyataan ini dapat pula dimaknai bahwa beragam pengesahan RUU, salah satunya yang terpenting adalah disahkannya revisi UU KPK, secara tergesa-gesa dan cenderung sembunyi-sembunyi dalam beberapa hari terakhir, telah mengganggu dan membangunkan kesadaran sebagian kalangan muda yang dipersepsikan apolitis. Tatkala mereka sudah bergerak dan secara sadar memperjuangkan hak-hak politik, itu artinya memang tengah terjadi proses kerusakan yang relatif serius dalam bernegara.
Adapun tagar #JokowiMendengarRakyat, yang berada di posisi kedua dalam daftar tersebut, justru dipergunakan sejumlah akun untuk menyampaikan pesan bernuansa kritik. Misalnya saja cuitan yang diunggah pengguna akun @mhdskrn yang menulis: Pak @jokowiyang terhormat, apakah harus begini mahasiswa diperlakukan? Bukankah POLISI mengayomi? Kalo begini jadinya kami makin muak aparat negara yang mesti semena² dengan fasilitas rakyat yang membiayai. KAMI SUDAH MUAK….
Tulisan tersebut diunggah untuk melengkapi konten video saat menangkap gambar sejumlah orang dengan seragam polisi memukuli seseorang yang diduga sebagai mahasiswa.
Minat pencarian
Adapun pemantauan dengan aplikasi Google Trends pada hari yang sama pukul 21.24 diketahui bahwa minat pencarian terhadap kata demonstrasi mencapai proporsi tertinggi dibandingkan topik lain pada waktu tersebut. Skalanya mencapai 100 atau merupakan nilai tertinggi di mana nol merupakan poin terendah.
Lima wilayah dengan pencarian tertinggi adalah Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Hal tersebut kemungkinan terkait dengan kericuhan yang terjadi pada demonstrasi mahasiswa di Bengkulu pada Selasa tersebut.
Topik ”demonstrasi mahasiswa” yang dipantau lewat aplikasi R Studio berdasarkan analisis terhadap 1.000 akun Twitter menghasilkan sejumlah kata-kata yang paling banyak dipergunakan. Masing-masing adalah keresahan, semua, ini, hari, dalam, dan kok.
Resah akibat praktik oligarki politik yang secara terang-terangan dipertontonkan dalam beberapa hari terakhir lewat permufakatan diam-diam serta buru-buru antara legislatif dan eksekutif dalam menguasai negara.