Menjelang musim hujan, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merehabilitasi tanggul kritis di sejumlah aliran sungai. Namun, rehabilitasi tidak cukup.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Menjelang musim hujan, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merehabilitasi tanggul kritis di sejumlah aliran sungai. Namun, rehabilitasi tidak sebanding dengan kerusakan tanggul sungai. Banjir pun masih mengancam warga.
Rehabilitasi tanggul antara lain dilakukan di Blok Pagebangan, Desa Kalibaru, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang merupakan daerah aliran sungai Cipager. Pada Senin (7/10/2019) sore, tanggul berupa tembok sepanjang 52 meter dengan tinggi 4 meter di sisi barat itu nyaris rampung.
Tanggul senilai Rp 290 juta itu diharapkan mencegah longsoran dan air sungai Cipager limpas ke permukiman yang berjarak sekitar 5 meter dari tanggul. Apalagi, daerah tersebut kerap menjadi langganan banjir saat musim hujan.
“Rehabilitasi tanggul ini mendesak dilakukan karena sudah ada rumah warga yang temboknya longsor. Penanganan darurat diberlakukan jika ada pengajuan dari pemerintah desa,” ujar Pekerja Pembuat Komitmen Operasi Sumber Daya Air II Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung Andry Octo Arisandy.
Menurut Andry, rehabilitasi juga tengah dilakukan di daerah aliran sungai Cisanggarung di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Namun, pihaknya belum mengetahui pasti titik tanggul kritis yang perlu dibenahi.
Kuwu (Kepala Desa) Kalibaru Handy Riyanto mengapresiasi upaya BBWS Cimanuk-Cisanggarung untuk mencegah banjir di daerah sungai Cipager. Namun, hal itu tidak cukup.
“Seharusnya, dibutuhkan rehabilitasi tanggul sepanjang 800 meter di kedua sisi sungai. Apalagi, sejak 1970-an sudah ada belasan rumah yang hanyut ke sungai. Sekarang, masih ada tiga rumah terancam ambruk,” ungkapnya. Tanggul kritis, katanya, sudah berlangsung sejak awal 2000.
Seharusnya, dibutuhkan rehabilitasi tanggul sepanjang 800 meter di kedua sisi sungai. Apalagi, sejak 1970-an sudah ada belasan rumah yang hanyut ke sungai. Sekarang, masih ada tiga rumah terancam ambruk
Kondisi tanggul di Kalibaru cukup memprihatinkan. Selain masih berupa tanah, tanggul itu juga retak bahkan ambles di beberapa titik. Setidaknya 200 keluarga terancam banjir setiap musim hujan di Blok Pagebangan dan Dukumalang.
Kondisi bisa lebih buruk karena sungai itu menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga hingga limbah batik. Sampah tersebut kerap menyumbat aliran air sehingga memicu banjir. Bahkan, seorang warga pernah hanyut di sungai.
“Tidak hanya warga kami, dari luar desa dan perumahan juga buang sampah di sungai. Kami baru membangun tempat pembuangan sampah sementara. Setelah itu, akan dibuat peraturan desa larangan dan denda jika membuang sampah di sungai,” katanya.
Sungai Cipager membentang sepanjang 43 kilometer dari Plangon, Sumber, hingga Jatimerta, Gunung Jati. Saban tahun, ketika musim hujan, Tengah Tani dan Gunung Jati menjadi langganan banjir. Handy berharap, pembenahan sungai dapat dilakukan lintas desa dan kecamatan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Avip Suherman mengatakan, wewenang rehabilitasi sungai ada di BBWS Cimanuk-Cisanggarung. “Kami hanya mengusulkan perbaikan tanggul, seperti di Ciledug dan Waled,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cirebon, pada Februari 2018, Ciledug termasuk yang terparah terdampak banjir. Saat itu, sebanyak 38 desa dari enam kecamatan di bagian timur Cirebon terendam banjir. Tiga warga meninggal dunia dan 50.080 orang terdampak banjir. Sebanyak 20 titik tanggul jebol.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Rachmat menuturkan, pihaknya masih mendata kebutuhan tanggul yang perlu direhabilitasi. “Tanggul yang satu belum selesai diperbaiki, ada lagi tanggul rusak,” katanya.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati Ahmad Faa Izyn mengatakan, musim hujan di wilayah Cirebon diprediksi terjadi akhir November. “Musim hujan di Cirebon diperkirakan mundur 10 sampai 20 hari. Masih ada waktu untuk memastikan tidak ada sampah di saluran air yang dapat memicu banjir,” ujarnya.