PALU, KOMPAS Upaya pemenuhan lahan untuk pembangunan hunian tetap bagi penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Sulawesi Tengah, terkendala. Luas lahan yang tersedia hingga saat ini baru separuh dari kebutuhan.
Hal itu terungkap saat Wakil Presiden Jusuf Kalla datang ke Palu, Senin (7/10/2019). Wapres datang bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo dan Kepala Badan Pertanahan Nasional/Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil. Turut mendampingi Wapres, Gubernur Sulteng Longki Djanggola, Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto, dan Wali Kota Palu Hidayat.
Wapres meninjau lokasi pembangunan hunian tetap di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, dan Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Selain itu, Wapres juga mengunjungi pembangunan rumah instan sehat di Desa Pengawu, Kecamatan Tatanga, serta RSUD Undata.
Di Tondo, sekitar 300 rumah sudah dan sedang dibangun. Rumah-rumah tersebut dibangun Yayasan Buddha Tzu Chi. Yayasan yang sama juga telah memulai pembangunan rumah atau hunian tetap di Desa Pombowe, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi.
Total kebutuhan lahan untuk pembangunan 11.700 hunian tetap mencapai 422 hektar yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Dari luas kebutuhan tersebut, baru sekitar setengah lahan tersedia. Di Kota Palu, misalnya, dari kebutuhan 228 hektar lahan, baru 105 hektar yang statusnya sudah pasti. Sisanya masih diurus Badan Pertanahan Nasional.
Wapres mengatakan, lahan-lahan yang kurang tersebut akan ditambahkan dengan lahan yang hak guna usaha (HGU) atau hak guna bangunan HGB)-nya sudah habis. Pemerintah berhak tidak memperpanjang HGU/HGB untuk kepentingan rakyat sesuai dengan peraturan berlaku.
”Rehabilitasi dan rekonstruksi di Sulteng harus selesai pada 2020, termasuk pembangunan hunian tetap untuk penyintas,” katanya. Hunian tetap disediakan untuk penyintas yang rumahnya rusak atau hilang dan lokasinya ditetapkan sebagai zona merah. Lokasi itu meliputi bekas tsunami, bekas likuefaksi, dan jalur sesar Palu-Koro yang terjadi 28 September 2018.
Bencana itu mengakibatkan 3.124 orang meninggal dan 705 orang lainnya hilang serta merusak 110.214 rumah. Wali Kota Palu Hidayat mengatakan, pembangunan hunian tetap terhambat penyiapan lahan. Padahal, dana sudah tersedia, baik untuk pembangunan hunian tetap maupun infrastruktur pendukungnya, seperti jalan dan jaringan air bersih. Ia memastikan, sesuai arahan Wapres, masalah lahan bakal segera diselesaikan.
Perbaikan rumah
Pada kesempatan sama, Wapres menjanjikan pencairan dana stimulan perbaikan rumah rusak senilai Rp 2 triliun. Dana itu akan dicairkan pekan depan. Dana stimulan diperuntukkan bagi penyintas yang rumahnya rusak, tetapi tidak direlokasi. Besarannya Rp 10 juta-Rp 50 juta.
Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi juga bakal dibangun dan diperbaiki sejumlah infrastruktur, seperti jalan, rumah sakit, jembatan.
Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, banyak paket pekerjaan masuk tahap lelang. Proses itu diharapkan rampung Oktober ini sehingga pembangunan fisik bisa segera dimulai.(INA/VDL)