Yayasan Penuh Warna “Griya Cinta Kasih” di Jombang, Jawa Timur, menggunakan pendekatan psikologis untuk mengobati penderita gangguan kejiwaan atau skizofrenia.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JOMBANG, KOMPAS — Yayasan Penuh Warna ”Griya Cinta Kasih” di Jombang, Jawa Timur, menggunakan pendekatan psikologis untuk mengobati penderita gangguan kejiwaan atau skizofrenia. Pasien menjalani terapi nonfarmakologi atau tanpa mengonsumsi obat-obatan karena pengelola menilai gangguan kejiwaan bisa diobati dengan terapi kejiwaan.
”Yang sakit bukan fisiknya, melainkan jiwanya, sehingga pendekatan yang kami gunakan melalui psikologis. Kami tidak menganggap mereka sakit sehingga tidak harus dikucilkan dan minum obat terus-menerus,” kata Ketua Yayasan Penuh Warna Griya Cinta Kasih Jami’in, Kamis (3/10/2019), di Jombang.
Di Griya Cinta Kasih yang berdiri sejak 2006 itu, kini ada 265 penghuni dengan mayoritas laki-laki. Mereka berasal dari beberapa wilayah di Indonesia. Rata-rata pasien yang datang diantar oleh keluarga, tetapi ada beberapa titipan dari Pemerintah Kabupaten Jombang yang terjaring razia. Pengelola menggratiskan biaya pengobatan.
Saat pertama kali masuk, pasien akan menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan melalui metode wawancara. Jami’in kemudian menentukan kondisi pasien dan membaginya dalam empat bagian. Setiap pasien dengan kondisi berbeda mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Jika kondisi kejiwaan pasien masih agresif dan emosional, mereka masuk ke sel I agar tidak melukai pasien lain. Mereka berada dalam satu ruangan yang dibatasi dengan jeruji besi. Kemudian, untuk pasien yang bisa mengikuti arahan sukarelawan tetapi belum bisa merawat diri, masuk ke sel merah.
Sementara pasien yang sudah bisa merawat diri sendiri dan bisa diajak bicara berada di sel kuning. Terakhir, pasien yang sudah bisa beraktivitas normal akan dibiasakan untuk bekerja di lingkungan tersebut dan masuk kategori sel hijau.
Pantauan di Griya Cinta Kasih, mayoritas pasien berada di empat ruangan tersebut. Beberapa di antaranya, yang masuk sel kuning, beraktivitas di luar ruangan, tetapi masih dibatasi oleh pagar. Mereka duduk-duduk dan menonton televisi.
Saat sekolah di sekolah luar biasa, Hanung anaknya pintar. Namun, semua berubah ketika kelas VI belajar bahasa Inggris, dia selalu marah-marah. Jika meminta barang, maunya harus langsung dapat.
Sebagian pasien yang masuk kategori hijau beraktivitas di luar ruangan. Mereka ada yang membersihkan ruangan, mencari rumput, dan memelihara sapi. Saat waktu ibadah, semua pasien kategori kuning dan hijau melaksanakan ibadah secara berjamaah.
Setiap pasien mendapatkan terapi kerohanian karena Jami’in percaya bahwa gangguan jiwa bisa disembuhkan dengan mengobati jiwa. Mereka dibiasakan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan agar emosi jiwa kembali tenang.
Dibiasakan seperti orang biasa
Pasien juga dibiasakan untuk beraktivitas seperti orang biasa melalui terapi kerja. Beberapa pasien dilatih bekerja menjadi peternak sapi, berladang, membuat mebel, membuat tusuk sate, dan menjadi tukang batu. ”Setiap seminggu sekali mereka diajak jalan-jalan ke luar area yayasan,” ujar Jami’in.
Dia mewajibkan keluarga pasien untuk menjenguk keluarganya setiap bulan. Kedatangan keluarga diperlukan untuk menjalin ikatan emosional dengan orang terdekat. Sebab, sebagian besar masalah yang dialami oleh pasien berawal dari perlakuan keluarga. Sebelum masuk ke Griya Cinta Kasih, sebagian besar pasien tidak diperlakukan dengan baik oleh keluarganya.
Keluarga pasien, Suliyah (65), mengatakan, dia rutin menjenguk anaknya, Hanung (34), setiap bulan. Kedatangannya sebagai bentuk tanggung jawab orangtua kepada anaknya serta memberikan motivasi agar anaknya cepat sembuh. ”Setiap berkunjung, saya selalu membawakan makanan, termasuk makanan kesukaannya, soto,” ujar perempuan asal Blitar ini.
Sejak anaknya dirawat di Griya Cinta Kasih empat tahun lalu, kondisinya terus membaik. Hanung sudah berpindah dua tempat pengobatan sebelum akhirnya dirawat di tempat ini. Dulu, emosinya sering tinggi, tetapi kini sudah mulai membaik.
”Saat sekolah di sekolah luar biasa, Hanung anaknya pintar. Namun, semua berubah ketika kelas VI, belajar bahasa Inggris, dia selalu marah-marah. Jika meminta barang, maunya harus langsung dapat,” tutur Suliyah.
Jami’in menegaskan, dirinya bukan orang yang bisa mengobati penyakit gangguan kejiwaan. Terapi yang diberikan hanya usaha untuk mendapatkan kesembuhan karena yang bisa menyembuhkan penyakit hanya Tuhan.
Liponsos Keputih
Di Surabaya, pengobatan terhadap penderita skizofrenia dilakukan melalui terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Pasien yang mayoritas ditelantarkan keluarganya dirawat di Lingkungan Pondok Sosial Keputih.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo menuturkan, saat ini ada 824 orang dengan gangguan jiwa yang dirawat. Mereka rutin diberikan pengobatan di RSJ Menur, Surabaya, dan RSJ Dr Radjiman Lawang, Malang. Selain itu, pengobatan nonfarmakologi juga diberikan kepada penghuni Liponsos Keputih, salah satunya terapi musik.
Supomo mengatakan, terapi musik dilakukan untuk mempercepat kesembuhan dan mengembalikan memori pasien. Pasien juga dibiasakan rutin beribadah dan mengaji.
Spesialis kedokteran jiwa, dr Lila Nurmayanti, SpKJ, mengatakan, terapi musik merupakan salah satu bagian tambahan yang biasa dilakukan untuk mempercepat proses pengembalian fungsi-fungsi sosial ODGJ. Terapi itu hanya bisa dilakukan kepada pasien yang sudah bisa diajak berinteraksi.