Perang Opini soal KPK di Media Sosial Terus Berlanjut
›
Perang Opini soal KPK di Media...
Iklan
Perang Opini soal KPK di Media Sosial Terus Berlanjut
Narasi-narasi negatif di media sosial terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi masih bermunculan. Pertempuran antara pendukung dan penentang revisi UU KPK di level wacana bakal terus berlanjut,
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA P
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Narasi-narasi negatif di media sosial terkait Komisi Pemberantasan Korupsi masih bermunculan. Pertempuran antara pendukung dan penentang revisi Undang-Undang KPK di level wacana bakal terus berlanjut beriringan dengan progres revisi UU KPK dan penerbitan peraturan pemerintah pengganti UU KPK.
Isu terbaru, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said disebut merancang skenario mengendalikan KPK untuk menguasai jaringan perdagangan minyak di Indonesia. Sasaran lainnya adalah menggalang kekuatan untuk mendikte Presiden Joko Widodo. Sudirman yang dikonfirmasi Kompas, Rabu (9/10/2019) petang, membantah keras narasi-narasi yang diarahkan kepadanya.
Tudingan terhadap Sudirman pertama kali muncul dari akun anonim @matamatarakyat di media sosial Twitter pada 7 Oktober 2019. Dalam rangkaian cuitannya, @matamatarakyat menuding mantan calon gubernur Jawa Tengah itu tengah berkonspirasi hendak menguasai KPK. Tujuan akhirnya, kata akun tersebut, Sudirman berniat menjadi kekuatan pendikte Presiden Jokowi lewat kanal politik intelektual menengah. Muaranya adalah kekuasaan pada tahun 2024.
Cuitan akun anonim itu cukup menarik perhatian pengguna Twitter. Ratusan akun me-retweet dan menyukai postingannya.
Atas apa yang dituduhkan kepadanya, Sudirman menyangkal semua itu. Dia menyebut penyebar kabar yang menyudutkan dirinya telah menyiapkan fitnah dan kebohongan dengan keterampilan tingkat tinggi.
”Yang mengerjakan penjahat profesional bayaran, yang membayar adalah pemodal jahat,” ujar Sudirman Said yang kini menjabat Ketua Yayasan Harkat Negeri.
Menurut Sudirman, isu tersebut merupakan hasil kerja profesional dan dikerjakan oleh sebuah tim. Akun-akun anonim itu, kata Sudirman, mencari fakta dan kejadian yang kemudian dirangkai secara meyakinkan, seolah-olah sebuah kebenaran.
Terkait motif, Sudirman tidak mengetahui secara pasti. Namun, ia menengarai ada maksud mengadu domba antarelemen gerakan pemberantasan korupsi. Sejauh ini Sudirman mengaku belum akan melaporkan akun anonim tersebut kepada polisi.
”Melaporkan siapa? Tidak ada identitas penulisnya. Berharap siapa tahu otoritas hukum mau bertindak,” ujarnya.
Sebelumnya media sosial juga sempat riuh saat pemerintah dan DPR menyetujui revisi UU KPK pada 17 September 2019. Setelah itu mulai bermunculan narasi-narasi dan isu negatif yang mengarah kepada KPK di ranah medsos.
Mendiskreditkan KPK
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril, menilai narasi yang menyudutkan Sudirman Said tersebut bertujuan mendiskreditkan KPK. Dengan menciptakan isu-isu negatif di media sosial, akun-akun anonim sedang berupaya mencitrakan KPK sebagai lembaga yang bermasalah.
”Ada upaya mendelegitimasi kerja-kerja KPK bahwa KPK adalah lembaga bermasalah sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan terhadap KPK, Nanti ujung-ujungnya bermuara soal pimpinan KPK yang baru dan UU KPK baru,” kata Oce dihubungi dari Jakarta.
Oce berpendapat, isu-isu yang disebarkan melalui media sosial untuk mendiskreditkan KPK tidak berkaitan secara langsung dengan konten atau materi revisi UU KPK yang baru. Hal itu karena materi revisi UU KPK tidak menjawab poin-poin atau tudingan yang selama ini dinarasikan oleh berbagai akun itu.
Menurut Oce, kini ada pertempuran di level wacana antara kelompok yang mendukung dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) KPK dan yang menolaknya. Ketika desakan publik kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan perppu kian menguat, maka untuk menandinginya bisa dengan memproduksi isu-isu baru.
”Sekarang mulai isu yang baru lagi. Menurut saya, produksi isu itu mulai dimasifkan lagi begitu dorongan terhadap perppu menguat. Bisa jadi ke depan akan ada isu lain yang diproduksi untuk menandingi wacana dikeluarkannya perppu,” tutur Oce.
Di sisi lain, analis media Drone Emprit, Hari Ambari, menjelaskan, akun-akun anonim yang berniat menggiring opini pubik kecenderungannya mengincar agar cuitan mereka menjadi topik tren di Twitter. Untuk menaikkan narasinya, diselipkan akun-akun give away yang bisa memancing warganet lainnya untuk menyukai atau membagikan cuitan kepada pengikutnya.
”Ketika sudah menyebar dan jadi obrolan warganet, maka sudah jadi wilayah pendirian warganet apakah mereka mau menggulirkan isu itu atau tidak,” kata Hari.
Akun-akun anonim berniat menggiring opini pubik kecenderungannya mengincar agar cuitan mereka menjadi topik tren di Twitter.
Hari mengaku kesulitan membedakan akun-akun anonim tersebut digerakkan oleh sebuah tim atau robot. Paling tidak, untuk mengetahuinya, ada pola-pola yang bisa diperhatikan.
Akun-akun robot biasanya memiliki tingkat interaksi yang sangat rendah. Dalam artian, ketika selesai mengunggah cuitan, tidak ada interaksi atau percakapan dengan warganet lain. Hal itu berbeda dengan akun yang digerakkan oleh bukan robot. Biasanya, kata dia, ada interaksi pada akun yang digerakkan oleh manusia.
”Untuk yang @matamatarakyat itu kami sulit mengidentifikasi. Paling hanya bisa dideteksi dari pola-pola itu saja,” katanya.