SINGAPURA, KOMPAS— Setelah puluhan tahun berlalu, penyelesaian persoalan pengelolaan wilayah informasi penerbangan atau flight information region (FIR) di Kepulauan Riau akhirnya mulai menemukan titik terang. Tak hanya menyepakati kerangka kerja, Pemerintah Indonesia bersama Singapura juga mulai mengintensifkan negosiasi terkait FIR.
Presiden Joko Widodo, seusai bertemu Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, di Istana Singapura, Selasa (8/10/2019), mengatakan, Pemerintah Indonesia menyambut baik kesepakatan tentang kerangka kerja perundingan FIR di wilayah Kepulauan Riau. ”Indonesia menyambut kerangka kerja untuk negosiasi penataan FIR yang disetujui kedua negara,” katanya dalam pernyataan pers bersama PM Lee.
Pengelolaan FIR di Kepulauan Riau menjadi salah satu topik dalam forum pertemuan tahunan antara Presiden Jokowi dan PM Lee di Istana Singapura. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi kembali menyampaikan keinginan Indonesia untuk mengelola wilayah udaranya sendiri.
Pemerintah Singapura pun bisa memahami keinginan Indonesia terkait penataan wilayah udara. ”Indonesia menghormati posisi Singapura yang mau memahami keinginan Indonesia mengawasi wilayah udaranya sendiri,” tutur Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengharapkan kerangka kerja bisa mempermudah tim teknis untuk berunding. Tak hanya itu, diharapkan negosiasi dilakukan secara intensif sehingga kesepakatan tentang penataan FIR dapat segera dicapai.
Senada dengan Presiden Jokowi, PM Lee menyampaikan apresiasi atas kerangka kerja negosiasi penataan wilayah ruang udara yang telah disepakati Indonesia-Singapura. Namun, ia mengharapkan perundingan dilakukan dengan didasari prinsip saling menghormati dan menghargai.
Sebagaimana diberitakan The Straits Times, PM Lee mengatakan, kerangka kerja ini mengakui bahwa kepentingan inti dan hak-hak kedua negara harus diakui dan dihormati. PM Lee mengatakan, Singapura ingin kedua negara bekerja sama dengan ”cara yang terbuka dan konstruktif”.
Terkait isu FIR, Indonesia ingin Singapura menghormati ”kedaulatan Indonesia atas wilayahnya, termasuk perairan teritorialnya, perairan kepulauan, dan wilayah udaranya”. Di sisi lain, Singapura ingin Indonesia ”sepenuhnya menghormati dan mengakui hak Singapura untuk melakukan pelatihan militer di Laut China Selatan sesuai dengan Pasal 51 Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut Internasional, serta memahami kepentingan Singapura terkait masa depan Bandara Changi.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menjelaskan, kerangka kerja perundingan pengelolaan wilayah udara sudah ditandatangani pada 12 September lalu. Perundingan tim teknis Pemerintah Indonesia dan Singapura pun sudah mulai pada Senin (7/10) lalu.
”Bagaimanapun ini merupakan suatu kemajuan. Intinya progres itu sekarang ada, dari yang sama sekali tidak ada sejak UU Penerbangan diterbitkan tahun 2009,” tutur Retno.