Para siswa di Wamena akan mendapat program pemulihan mental. Sementara itu, para siswa yang mengungsi ke kampung halaman mendapat kemudahan untuk masuk sekolah setempat.
JAYAPURA, KOMPASDinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya memprioritaskan pemulihan mental para siswa di Wamena selama dua pekan ke depan. Sementara, para siswa yang pulang kampung difasilitasi pemerintah daerah untuk bisa bersekolah. Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya Bambang Budiandoyo yang dihubungi dari Jayapura, Selasa (8/10/2019), mengatakan, para siswa di 17 sekolah dalam dua hari ini belum ada pelajaran.
”Kami melibatkan sembilan anggota lembaga Wahana Visi Indonesia (WVI) dalam kegiatan pemulihan mental siswa dan guru. Setelah itu, baru melaksanakan kegiatan belajar mengajar,” katanya.
Hal sama dikatakan Kepala SMP Negeri 1 Wamena Yemima Kopeu. ”Hingga Selasa, kami belum memberikan pelajaran. Kami bersama para sukarelawan memberikan aneka permainan bagi siswa agar mereka melupakan trauma,” ucapnya. Berdasarkan data sementara Dinas Pendidikan Jayawijaya, jumlah siswa SD dan SMP yang terdampak kerusuhan ada 11.203 anak. Sementara, jumlah siswa SMA, SMK, TK, dan PAUD masih didata.
Bambang menyatakan, Wamena masih kekurangan guru. Sekitar 200 guru mengungsi ke Jayapura pasca-kerusuhan. Hal ini dapat menjadi kendala bagi para siswa yang akan ujian semester pada November. ”Kami akan bekerja sama dengan organisasi Indonesia Cerdas untuk mengatasi kekurangan guru. Sebanyak 30 guru dari lembaga itu akan diterjunkan ke sekolah yang kekurangan tenaga pengajar,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Jayawijaya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta sejumlah pemerintah daerah untuk mengurus surat pindah sekolah bagi siswa dari Wamena yang pulang kampung. Koordinator pengungsi asal Toraja, Yulius Palulungan, saat ditemui di Jayapura mengatakan, ada 84 pelajar di lokasi pengungsian Gedung Tongkonan di Jayapura.
”Mereka akan ikut orangtuanya pulang kampung. Kami telah mengurus surat pindah sekolah dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan,” ujarnya. Untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa susulan di Wamena, Kepala Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Tonny Ananda mengatakan, pihaknya menyiagakan 1.400 personel.
Guru SD Inpres Mulele, Wamena, Servim Bumbungan, mengatakan, ia menyambut baik jaminan keamanan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian di depan pengungsi di Kodim 1702/Jayawijaya, Selasa. Ia tidak kembali ke Toraja jika Wamena, tempat ia mencari nafkah selama 19 tahun, dijamin aman.
Menko Polhukam Wiranto di depan masyarakat dan para pemuka adat di Wamena mengatakan, hasil dialog dengan warga yang mengungsi di Markas Kodim 1702/Jayawijaya, semua ingin tetap tinggal di Wamena. Para kepala adat juga meminta agar pendatang tetap tinggal. ”Tapi, mereka minta jaminan dari pemerintah. Dalam hal ini TNI/Polri telah memberi jaminan keamanan,” katanya.
Hadir dalam pertemuan itu Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri BUMN Rini M Soemarno. Para pejabat melihat kondisi pasar, gedung, dan rumah yang terbakar.
Anak pengungsi difasilitasi
Di Makassar, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Sulsel Asri Sahrun Said menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel membuka pintu bagi anak- anak pengungsi yang akan melanjutkan sekolah. Mereka akan diberi kemudahan untuk belajar, baik sementara waktu maupun permanen, bagi yang keluarganya tak ingin kembali ke Wamena.
”Kami sudah antisipasi, berkoordinasi dan minta dinas pendidikan serta sekolah di daerah menerima anak-anak dari Wamena. Mereka bisa masuk sekolah tanpa melalui prosedur pindah sekolah sesuai arahan Kemdikbud dan Gubernur Sulsel,” katanya. Tim Dinas Pendidikan Sulsel diturunkan ke Asrama Haji Sudiang, tempat penampungan pengungsi, untuk menyosialisasikan kebijakan ini. Tim juga mendata anak sekolah.
Andriani (27), salah satu pengungsi, bersama anaknya, Nuraini (9), tiba di Makassar, Sabtu (5/10). Tak buang waktu, Selasa pagi, Nuraini sudah masuk sekolah di SD Pakkabba, Kecamatan Galesong Utara, Takalar. Menurut Andriani, hal ini atas permintaan anaknya.
Hal sama dilakukan Marten Kabak (39). Ia langsung mengurus sekolah anaknya, Juni Pabaso, di sebuah SMP di Kecamatan Sesean, Toraja Utara. Tiga adik Juni melanjutkan sekolah di SD setempat. ”Tidak ada masalah. Saat kami melapor, pihak sekolah mencatatnya dan bisa langsung masuk,” kata Marten.
Di Surabaya, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, peran pemerintah kabupaten/kota amat penting untuk memberi pendampingan psikologi serta memfasilitasi anak-anak pengungsi untuk masuk SD dan SMP. Sementara, siswa SLTA menjadi kewenangan pemprov. (FLO/EDN/REN/BRO)