Terlibat secara aktif dalam pergaulan internasional merupakan keinginan setiap negara. Negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan China, terus berusaha menjalin hubungan dengan negara lain, termasuk negara kecil. Indonesia melakukan itu sesuai perintah Pembukaan UUD 1945, yakni ”Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”
Salah satu kerja sama internasional yang dilakukan adalah keterlibatan dalam Organisasi Buruh Internasional (ILO). Organisasi ini menangani masalah ketenagakerjaan dalam arti luas, termasuk hak-hak asasi manusia.
Itu sebabnya, harian Kompas edisi 10 Oktober 1966 mengangkat soal Indonesia aktif kembali di ILO setelah dilakukan pendekatan oleh Departemen Tenaga Kerja sejak 14 Juli 1966. Langkah itu sebagai komitmen Indonesia terhadap perdamaian yang tanpa peperangan.
Perdamaian seperti itu tergantung dari kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dengan indikator pada tingkat penghasilan dan kehidupan yang layak, upah kerja yang memuaskan, serta kesempatan kerja yang memadai. Perdamaian abadi hanya dicapai jika didasarkan pada keadilan sosial. Unsur terpenting dari keadilan sosial antara lain penghargaan atas hak asasi manusia, standar hidup yang layak, kondisi kerja yang manusiawi, kesempatan kerja, dan keamanan ekonomi.
Selama ini, Indonesia berperan besar dalam ILO. Pada 1991, misalnya, Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara dipercaya menjadi Presiden ILO. Bahkan, kini Indonesia terpilih menjadi anggota Governing Body (GB) ILO periode 2017-2020 setelah 2014-2017. GB adalah badan yang memiliki mandat membahas dan menyusun berbagai program serta kegiatan ILO. Dalam badan ini, negara-negara pengurus mendorong isu ketenagakerjaan yang menjadi kepentingan negara-negara kawasan.
Selain persoalan standar kerja, ILO terus membahas penciptaan lapangan dan perlindungan kerja. Begitu juga dampak lingkungan akibat dari adanya industri. Sebab, penciptaan lapangan kerja yang ramah lingkungan telah menjadi syarat mutlak. (JAN)