Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian RI menolak saran dari Ombudsman terkait hasil temuan maladministrasi dalam penanganan unjuk rasa dan kerusuhan 21-23 Mei 2019.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian RI menolak saran dari Ombudsman terkait hasil temuan maladministrasi dalam penanganan unjuk rasa dan kerusuhan 21-23 Mei 2019. Ombudsman pun akan menyampaikkannya kepada Kepala Kepolisian RI dalam waktu dekat.
Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menyampaikan, Ombudsman telah menuntaskan inisiatif untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepolisian dalam rangka melakukan pelayanan publik, khususnya demo dan kerusuhan 21-23 Mei 2019. Namun, untuk pertama kalinya saran Ombudsman ditolak.
Pada Kamis (10/10/2019), Ombudsman mengundang pihak kepolisian yang diwakili oleh Irwasum Komjenpol Moechgiyarto untuk menerima hasil rapid assessment. Namun, hasil yang berisikan saran atas tindakan maladministrasi petugas kepolisian ditolak.
“Selain ada beberapa yang dia (Moechgiyarto) sampaikan, dia menganggap ini bukan kewenangan Ombudsman untuk melihat terkait penegakan hukum. Padahal, kami telah memberi kesempatan pada proses konfirmasi pada bulan Juli tapi tidak ada tanggapan apapun. Itu artinya bisa menerima apa yang sudah kami susun,” kata Ninik di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Hasil temuan dan saran Ombudsman akan disampaikan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pada hari ini atau besok, Jumat (11/10/2019). Apabila ditolak atau tidak ditindaklanjuti, Ninik mengatakan akan meneruskannya kepada Presiden Joko Widodo sebagai atasan kepolisian dan DPR yang juga memiliki fungsi pengawasan pada lembaga pemerintahan termasuk lembaga penegak hukum.
Dari hasil laporan rapid assessment, Ombudsman menemukan ada penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, tidak kompeten pada perencanaan dan plotting pasukan, cara bertindak Polri, proses hukum, sampai dengan penanganan korban dan barang bukti. Bahkan akibat tindakan ini banyak korban berjatuhan sampai ada yang meninggal dunia.
Berdasarkan data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, korban meninggal dunia dalam kasus kerusuhan itu berjumlah 10 orang. Satu korban di Pontianak meninggal karena peluru tajam. Sembilan lainnya di Jakarta, terdiri dari delapan korban terkena peluru tajam dan satu korban akibat luka berat di kepala.
Kompas telah mencoba menghubungi Moechgiyarto berulang kali. Namun hingga berita ini diturunkan, sama sekali tidak ada respon dari yang bersangkutan.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyampaikan bahwa laporan dari Komnas HAM pun sudah selesai. Hasil investigasi akan diserahkan kepada Presiden Jokowi dan Kapolri setelah pelantikan presiden dan wakil presiden 2019-2024 pada 20 Oktober mendatang.
“Kami tinggal menjadwalkan waktunya. Secepatnya setelah pelantikan presiden akan kami serahkan. Minggu depan kami akan berfokus melakukan investigasi soal Papua dan peristiwa Jakarta kemarin,” ujar Beka.
Beka mengatakan bahwa sejauh ini polisi bersikap kooperatif dengan memberikan data-data kepada Komnas HAM dan informasi terbaru mengenai hasil dan mekanisme internal kepolisian. “Kami juga meminta tindakan tegas kepolisian untuk menghukum para pelaku yang terbukti melakukan kesalahan,” tegasnya.
Bantahan
Ninik menyampaikan, terkait dengan penanganan anak, seharusnya ditangani oleh unit Pusat Pengembangan Anak, namun ada 9 anak yang malah diperiksa oleh Resmob. “Tentu ini sudah terjadi penyimpangan prosedur dan tidak ada dasar yang digunakan. Namun, temuan ini tetap dibantah Irwasum,” ujar Ninik.
Berdasarkan hasil rapid assessment, Ombudsman menyarankan agar kepolisian melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keempat temuan maladministrasi tersebut. Pengawas internal juga disarankan untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang terbukti bersalah.
Ninik juga meminta kepada Kapolri untuk membuka hasil investigasi dari tim investigasi independen yang telah dibentuk. Selain itu, kepolisian harus melakukan proses hukum sebagaimana mestinya.
“Kalau memang ada masyarakat yang terbukti melakukan tindakan kriminal pada saat demo dan kerusuhan, silahkan diproses hukum. Begitu pun kalau memang ada oknum kepolisian yang melampaui kewenangan, melakukan penyalahgunaan wewenang, menyimpang prosedur penanganan, harus diproses hukum dan masyarakat berhak tahu,” tegas Ninik.