Upaya mendorong konsumsi ikan nasional masih terganjal harga ikan yang cenderung tinggi. Persoalan logistik dinilai sebagai penyebab utama harga ikan mahal.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendorong konsumsi ikan nasional masih terganjal harga ikan yang cenderung tinggi. Persoalan logistik dinilai sebagai penyebab utama harga ikan mahal.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (9/10/2019), mengemukakan, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam hal logistik, baik dalam distribusi maupun penyimpanan. Harga ikan yang murah di sentra produksi menjadi mahal akibat distribusi biaya tinggi dan tidak efisien.
”Pekerjaan rumah kita masih banyak di bidang transportasi dan logistik. Apabila persoalan itu bisa diselesaikan, harga ikan bisa lebih terjangkau masyarakat,” katanya.
Susi menambahkan, KKP akan bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk mendorong perbaikan distribusi. Tol laut dibenahi melalui peningkatan frekuensi pengangkutan dan penambahan rute. Dengan perbaikan logistik, selisih harga ikan bisa ditekan setidaknya 20 persen dibandingkan dengan harga di sentra produksi.
Ia menambahkan, kondisi logistik yang tidak efisien juga masih terjadi untuk komoditas ikan yang diekspor. Ia mencontohkan, komoditas gurita diekspor dari Natuna ke Singapura melalui Jakarta. Padahal, seharusnya ekspor bisa dilakukan langsung dari daerah produsen.
KKP menargetkan tingkat konsumsi ikan per kapita pada 2019 sebesar 54,49 kilogram, kemudian pada 2020 sebesar 56,39 kg, pada 2021 sebanyak 58,08 kg, dan pada 2022 sebanyak 59,53 kg.
Sebelumnya, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor Drajat Martianto, dalam SDG’s Annual Conference 2019, mengemukakan, target produksi dan konsumsi ikan terus meningkat pada 2019-2024. Namun, peningkatan konsumsi menghadapi tantangan, antara lain harga dan daya beli, keamanan pangan, dan budaya pangan. (LKT)