Surat Kepada Redaksi
Dewan Pengawas
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan bahwa Dewan Pengawas tidak boleh terlibat dalam urusan operasional (Kompas, 23/9/2019). Jika penyadapan harus seizin Dewan Pengawas, artinya Dewan Pengawas bertindak sebagai eksekutif. Hal ini jelas menyimpang dan melanggar prinsip tata kelola organisasi dan manajemen yang benar.
Contohnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya berfungsi sebagai board of controlling. Sebagai pengawas, BPK dilarang terlibat dalam tugas eksekutif. Pemisahan wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility) itu berlaku umum di seluruh dunia.
Jika aturan itu dilanggar, akan terjadi kekacauan operasional. Banyak yang merasa tahu manajemen dan organisasi tetapi sebenarnya tidak tahu filosofinya, dalam hal ini organizations and management philosophy. Dengan demikian, pendapat Wakil Ketua KPK Laode M Syarif wajib diperhatikan.
Saya bisa menyebut diri ahli organisasi dan manajemen karena saya berpengalaman di lembaga multinasional ataupun sebagai konsultan manajemen di pelbagai organisasi. Dengan pengalaman itu, saya sebagai warga negara Indonesia berhak mengajukan protes. Tujuan saya demi kebaikan dan kemajuan bangsa.
Suyadi Prawirosentono
Selakopi, Pasir Mulya, Bogor
Buku Menjadi Antikorupsi
Dokter Hendrawan Nadesul telah menghibahkan buku yang sangat berguna bagi putra dan putri negeri ini.
Terinspirasi tulisan yang bersangkutan dan inisiatif tentang ”Sekolah Menjadi Ibu” (Kompas, 10/9/2019), saya memberanikan diri memohon kepada para penulis dari pelbagai keahlian yang sekaligus mencintai NKRI untuk menulis atau membuat buku dengan tema, antara lain, tentang sekolah menjadi antikorupsi, sekolah menjadi antinarkoba, dan sekolah menjadi anti-membakar hutan.
Pilihan ketiga hal itu mengingat parahnya musibah yang diakibatkan oleh tiga penyebab bencana tersebut. Kalau buku-buku itu sudah jadi, selanjutnya saya mohon agar buku-buku itu dihibahkan kepada masyarakat melalui kementerian atau departemen yang terkait dengan bidang-bidang tersebut.
Pada gilirannya, diharapkan kementerian atau departemen-departemen tersebut akan menggandakannya, baik dalam bentuk buku cetak maupun buku elektronik, yang dapat disebarkan ke seluruh masyarakat Indonesia.
Semoga dengan hadirnya buku-buku tersebut ke pelbagai lapisan masyarakat, banyak orang akan menjauhi pelanggaran-pelanggaran yang memperlemah negara dan menyengsarakan rakyat.
Harapan lainnya, buku itu juga dibaca mereka yang melanggar aturan. Dengan demikian, para pelaku pelbagai pelanggaran itu menjadi malu, menghentikan perbuatan mereka, dan membatalkan rencana pelanggaran yang lain.
Semoga harapan saya yang sederhana ini bisa segera dikabulkan sehingga rakyat damai, sejahtera, dan alam pun hijau lestari.
Terima kasih atas kesediaan membaca permohonan ini dan semoga ada yang berkenan mewujudkannya.
A Astanta
Taman Mula Sakti,
Kaliabang Tengah,
Bekasi 17125
Tanya
Di Surat Kepada Redaksi (Kompas, 12/9/2019) Willibrord Fadir menjelaskan asal-usul kata ”blasteran” dan menyatakan bahwa ia lebih suka disebut keturunan ”gado-gado” daripada orang blasteran.
Pertanyaan saya, apakah kata bastar (hybrid) ada gandhèng-cènèng (sangkut paut)-nya dengan blasteran?
Saya orang Jawa, berarti juga orang Indonesia. Dulu pernah ada saudara-saudara kita yang sepuak-serantau di negeri jiran yang suka menyebut kita ”Indon”.
Saya tidak tersinggung. Juga tidak tersanjung. Bukankah ”Indon” memang kependekan dari Indonesia.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga