Transportasi di Ibu Kota Baru Dipastikan Berkelanjutan
›
Transportasi di Ibu Kota Baru ...
Iklan
Transportasi di Ibu Kota Baru Dipastikan Berkelanjutan
Pemerintah menyiapkan desain ibu kota baru yang berkelanjutan. Di pusat kegiatan pemerintahan, mobilitas orang diutamakan dengan jalan kaki.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendesain sistem transportasi yang efektif di ibu kota baru di Kalimantan Timur. Moda transportasi utama di kawasan ini mengedepankan jalan kaki atau naik kendaraan umum ramah lingkungan. Desain mobilitas kendaraan di kota baru kurang dari 30 menit untuk jarak 20 kilometer.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan Sugihardjo seusai forum diskusi bertema ”Transportasi Massal di Ibu Kota Baru, Seperti Apa?”, Kamis (10/10/2019), di Jakarta.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, yakni Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, dan Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Kementerian PUPR Tri Dewi Virgiyanti. ”Bangunan di ibu kota baru harus compact. Artinya, jarak jalan kaki dari suatu tempat ke tempat pemberhentian transportasi umum tidak lebih dari 10 menit. Sistem transportasi juga harus efektif sehingga jarak 20 kilometer dapat ditempuh kurang dari 30 menit,” tutur Sugihardjo.
Ia menambahkan, pengembangan sistem yang ramah lingkungan itu akan memprioritaskan angkutan umum dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Penggunaan kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda atau skuter listrik juga akan didorong. ”Kata smart, integrated, dan sustainable menjadi dasar pembangunan transportasi di ibu kota baru. Diekspektasikan, hidup di sana tidak berhadapan dengan kemacetan dan polusi udara,” ujar Sugihardjo.
Beberapa jenis transportasi umum yang sedang dipertimbangkan untuk dibangun di ibu kota baru itu di antaranya adalah moda raya terpadu (MRT), light rail transit (LRT), autonomous rapid transit (ART) atau kereta tanpa rel, bus listrik, serta bus amfibi yang bisa jalan di darat dan air. Di zona utama, yakni lokasi kantor pemerintah, fasilitas pejalan kaki akan diutamakan.
”Di zona pemerintah, kita akan mengutamakan pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki akan dilengkapi dengan kanopi dari pohon sehingga pejalan kaki tidak kepanasan. Akan ada juga skuter atau sepeda listrik,” tambah Sugihardjo.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, sistem transportasi di ibu kota baru diperkirakan dapat terpenuhi setelah lima tahun masa pembangunan. ”Tetapi, secara menyeluruh, hingga kota-kota satelit, diperlukan 10-15 tahun,” tambahnya.
Besarnya dana yang diperlukan untuk membangun sistem transportasi di ibu kota baru masih belum ditentukan. Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Kementerian PUPR Tri Dewi Virgiyanti menjelaskan, total biaya yang diperlukan untuk membangun ibu kota baru sebesar Rp 466 triliun. Sebanyak 19,2 persen biaya itu didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 54,4 persen dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan 26,4 persen dari investasi swasta.
Lokasi ibu kota baru ditetapkan seluas 180.000 hektar dan berpusat di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dari total luas tersebut, sepertiganya merupakan kawasan hutan konservasi, sepertiga lainnya merupakan kawasan inti ibu kota, dan sepertiga terakhir merupakan kawasan turistik.
”Ibu kota baru harus cerdas, hijau, indah dipandang, dan berkelanjutan. Selain itu, juga harus modern dan berstandar internasional. Ibu kota yang kita inginkan harus merepresentasikan simbol identitas bangsa. Selama ini Jakarta, misalnya, sebagian masih merupakan peninggalan zaman kolonial. Kita harapkan ibu kota baru ini punya sesuatu yang kita banggakan,” ucap Virgiyanti.