Wapres: Perguruan Tinggi Harus Fokus ke Masa Depan
›
Wapres: Perguruan Tinggi Harus...
Iklan
Wapres: Perguruan Tinggi Harus Fokus ke Masa Depan
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, perguruan tinggi harus berperan mengembangkan teknologi yang dibutuhkan pada masa mendatang. Penguasaan teknologi syarat mutlak memberikan nilai tambah terhadap sumber daya.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, perguruan tinggi harus berperan dalam pengembangan teknologi yang dibutuhkan pada masa mendatang. Penguasaan teknologi menjadi syarat mutlak memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam sebuah bangsa. Tanpa penguasaan teknologi yang memadai, sebuah bangsa akan kesulitan mencapai kemajuan.
“Pendidikan harus melihat masa depan dan masa depan itu ada pada kemajuan teknologi,” kata Kalla saat menyampaikan kuliah kebangsaan bertema “Mendidik Generasi Unggul Cendekia untuk Kemajuan Bangsa”, Kamis (10/10/2019), di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam kesempatan itu, hadir juga sejumlah pejabat dan tokoh, antara lain Wakil Gubernur DIY Paku Alam X, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, Ketua Umum PP Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, serta Rektor Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Warsiti.
Tanpa teknologi pengolahan yang memadai, sumber daya alam yang ada hanya akan dijual dalam bentuk mentah dengan harga yang murah.
Kalla mengatakan, kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada beberapa faktor. Salah satunya adalah penguasaan teknologi. Sebab, penguasaan teknologi akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam yang dimiliki sebuah bangsa.
“Kemajuan hanya bisa dicapai apabila kita bisa memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam. Nah nilai tambah itu berasal dari kemampuan kita memanfaatkan teknologi,” kata Kalla.
Kalla mencontohkan, sebuah negara dengan sumber daya alam melimpah, akan sulit maju tanpa penguasaan teknologi untuk mengolah sumber daya tersebut. Tanpa teknologi pengolahan yang memadai, sumber daya alam yang ada hanya akan dijual dalam bentuk mentah dengan harga yang murah.
“Walaupun kita punya banyak nikel, tapi kalau kita tidak punya teknologi pengolahannya, kita tidak akan memiliki nilai tambah,” tutur Kalla.
Kalla menambahkan, pengembangan teknologi bisa dilakukan melalui dua cara, yakni riset dan pendidikan. Oleh karena itu, institusi perguruan tinggi—yang antara lain memiliki fungsi melakukan riset dan pendidikan—harus mengambil peran dalam pengembangan teknologi.
“Sumber dari seluruh kemajuan adalah kalau kita menguasai teknologi sehingga kita mempunyai nilai tambah. Sementara itu, teknologi berasal dari pendidikan dan riset,” katanya.
Museum itu berbicara masa lalu, tapi universitas harus berbicara tentang masa depan.
Kalla memaparkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah perguruan tinggi terbanyak, yakni sekitar 4.300 perguruan tinggi. Setiap tahun, perguruan tinggi di Indonesia mewisuda sekitar 900.000 lulusan.
“China yang memiliki penduduk 1,3 miliar hanya punya 2.500 perguruan tinggi. Indonesia itu jumlah penduduknya seperlima dari China, tapi jumlah perguruan tinggi kita hampir dua kali lipat dari China,” ungkap Kalla.
Namun, untuk mencapai kemajuan, jumlah perguruan tinggi yang banyak tidak cukup. Kalla mengingatkan, perguruan tinggi di Indonesia harus bisa menjalankan riset yang bisa diterapkan secara praktis. Selain itu, pendidikan dan riset yang dijalankan di perguruan tinggi juga harus bisa menjawab tantangan dan kebutuhan di masa depan.
“Yang kita hadapi bukan masa lalu, tapi masa depan. Universitas yang selalu mengajarkan masa lalu itu sama dengan museum. Museum itu berbicara masa lalu, tapi universitas harus berbicara tentang masa depan,” ujar Kalla.
Oleh karena itu, Kalla berharap, perguruan tinggi di Indonesia bisa berinovasi dan memberikan materi pendidikan yang dibutuhkan pada masa mendatang. “Apa yang diajarkan hari ini baru bermanfaat kira-kira sepuluh tahun yang akan datang. Karena itu, apa yang diajarkan hari ini harus cocok dengan keadaan sepuluh tahun yang akan datang,” papar dia.
Dalam kesempatan sama, Warsiti mengatakan, lembaga pendidikan tinggi memiliki peran strategis menyiapkan generasi penerus bangsa yang unggul. Dia menyebut, generasi penerus bangsa tidak hanya harus pintar dan terampil, tetapi juga mesti memiliki wawasan kebangsaan serta aktif berkontribusi dalam memikirkan dan menyelesaikan masalah bangsa.
“Kami sebagai lembaga pendidikan tinggi yang dikelola oleh organisasi perempuan Islam terbesar di Indonesia, merasa sebagai ibu bagi generasi bangsa ini. Kampus ini akan menjadi tempat belajar bagi putra-putri bangsa dari seluruh Tanah Air dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika,” kata Warsiti.
Warsiti menambahkan, saat ini, Universitas Aisyiyah Yogyakarta memiliki tiga fakultas dengan 20 program studi. Sementara itu, total jumlah mahasiswa universitas itu sebanyak 6.104 orang. “Adapun mahasiswa baru yang bergabung pada tahun akademik ini adalah 2.045 orang yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Jadi Universitas Aisyiyah Yogyakarta adalah kampus miniatur Indonesia,” ungkapnya.
Siti Noordjannah Djohantini menyatakan, Aisyiyah akan terus aktif berkontribusi mencerdaskan generasi bangsa melalui berbagai lembaga pendidikan yang dikelola organisasi itu. Saat ini, Aisyiyah memang baru memiliki satu universitas, yakni Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Namun, Aisyiyah tengah menyiapkan pendirian dua universitas baru yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah, dan Bandung, Jawa Barat. “Pendirian dua universitas itu agar Aisyiyah terus berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Noordjannah.
Noordjannah menambahkan, selain perguruan tinggi, Aisyiyah mempunyai institusi pendidikan dari berbagai level, misalnya lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). “Kami memiliki PAUD yang sampai saat ini jumlahnya kurang lebih 20.000 yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, termasuk di daerah-daerah tertinggal,” katanya.