Kepolisian Negara RI menolak hasil pengawasan dan penilaian Ombudsman RI atas penanganan Polri terhadap aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada 21-23 Mei. Presiden dan DPR diharapkan menyikapi laporannya itu.
JAKARTA, KOMPAS - Ombudsman RI menemukan malaadministrasi yang dilakukan Kepolisian Negara RI saat pengamanan unjuk rasa dan kerusuhan pada 21-23 Mei. Sebagai bahan evaluasi, Polri diminta menindak tegas oknum kepolisian yang terlibat melampaui kewenangannya bertindak dan memperbaiki prosedur penanganan aksi massa di masa datang.
Namun, dari penyampaian hasil pengawasan dan penilaian Ombudsman RI tersebut, Polri, yang diwakili Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komisaris Jenderal Moechgiyarto serta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menolak laporan Ombudsman.
Atas penolakan itu, anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, saat menjelaskan hasil investigasi yang dilakukan lembaganya, di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (10/10/2019), menyatakan, pihaknya akan memberikan hasil laporan Ombudsman RI itu kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Ia berharap Kepala Polri bersedia membaca secara menyeluruh hasil laporan sekaligus masukan Ombudsman RI. Laporan itu, katanya, bertujuan untuk memperbaiki kinerja Polri di masa datang.
Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, menambahkan, selain Kepala Polri, pihaknya juga akan melaporkan hasil temuan investigasi itu kepada Presiden Joko Widodo dan DPR. ”Sesuai aturan undang-undang, apabila laporan kami ditolak, kami akan sampaikan hasil temuan itu ke pimpinan tertinggi Polri. Nanti Presiden dan DPR yang akan menyikapi hasil laporan itu,” kata Ahmad.
Dihubungi secara terpisah, Moechgiyarto menyatakan, pihaknya tidak menolak hasil penyelidikan dan penilaian Ombudsman itu. Ia menegaskan, berdasarkan hasil diskusi dengan Ombudsman RI terkait hasil temuan itu, masih terdapat beberapa poin temuan yang perlu didiskusikan lagi.
”Selain itu, ada ruang-ruang hasil temuan yang menyangkut konteks tugas pokok Ombudsman RI, yang harus disamakan persepsinya,” ujar[caption id="attachment_10058766" align="alignnone" width="720"] Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala (tengah) berfoto bersama perwakilan Kemenkopolhukam RI, Badan Intelijen Negara, Irwasum Polri, Kabaintelkam Polri dan Dirintelkam Polda Metro Jaya untuk menghadiri pemaparan hasil kajian penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil di Jakarta, Selasa (22/1/2019).[/caption]
Saran perbaikan
Dari hasil investigasi Ombudsman RI sejak Juni lalu, menurut Ninik, ditemukan sejumlah kesalahan administrasi Polri saat pengamanan aksi massa tersebut. Temuan malaadministrasi itu meliputi penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur dan tidak kompeten pada perencanaan dan penempatan pasukan, cara bertindak aparat, proses hukum, serta penanganan korban dan barang bukti.
Ninik mencontohkan, tata cara bertindak Polri yang tak sesuai aturan seperti laporan penggunaan senjata dan alat kepolisian yang tak diikuti pengawasan efektif sehingga ada penyimpangan prosedur.
Selain itu, kata Ninik, kesalahan administrasi saat penanganan sejumlah anak yang diduga pelaku kerusuhan. Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, pemeriksaan anak di bawah umur seharusnya oleh unit khusus Polri, yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Namun, ternyata, anak-anak tetap ditangani Unit Reserse Mobile.
”Kepolisian menyebut penanganan anak di resmob tetap oleh anggota yang punya sertifikasi PPA, tetapi cara itu keliru. Sebab, sesuai prosedur penanganan, anak harus di unit khusus bukan sekadar ditangani individu yang memiliki sertifikat,” tutur Ninik.
Selain itu, Ombudsman RI juga memberikan enam saran bagi Polri. Enam saran itu di antaranya evaluasi pejabat yang berwenang menangani unjuk rasa dan kerusuhan, memerintahkan pengawas internal menilai dan jatuhkan sanksi ke para penanggung jawab pengamanan aksi, juga menjatuhkan sanksi ke pejabat yang tak kompeten. Selain itu, memerintahkan Kepala Badan Intelijen
Keamanan dan jajarannya memastikan akurasi dan ketepatan produk intelijen serta memerintahkan Kepala Divisi Hukum Polri menyusun standar prosedur operasi penggunaan kekuatan.