Gempa susulan yang masih terus terjadi serta informasi peringatan dini tsunami yang beredar di media sosial memicu kepanikan warga Ambon.
AMBON, KOMPASGempa susulan masih terus mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya hingga Jumat (11/10/2019) malam. Warga pun diliputi kepanikan. Warga sontak berteriak dan lari keluar dari rumah. Mereka yang tinggal di pesisir pantai memilih bermalam di dataran tinggi, seperti Karang Panjang dan Galunggung.
Jalanan di Kota Ambon pada malam hari tidak seramai hari- hari sebelum gempa. Warung- warung penjual makanan di Jalan Sam Ratulangi sebagian besar tutup. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon mencatat, hingga Jumat, pukul 20.00 WIT, terjadi 1.387 gempa susulan dengan jumlah yang dirasakan 163 kali.
Gempa pertama terjadi pada 26 September 2019 dengan magnitudo 6,5. Saat itu, gempa juga melanda Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat. Sebanyak 39 orang dilaporkan tewas, 1.548 orang mengalami luka ringan, 30 orang luka berat, dan 170.900 orang mengungsi. Adapun rumah penduduk yang rusak ringan 3.245 unit, rusak sedang 1.837 unit, dan rusak berat 1.273 unit.
Kepanikan warga juga dipicu adanya peringatan tsunami dari sebuah aplikasi yang beredar melalui media sosial. Warga percaya begitu saja informasi yang beredar karena Ambon memiliki riwayat gempa dan tsunami pada masa lalu. ”Dulu, Ambon pernah dilanda gempa besar dan tsunami. Ini yang membuat kami sangat takut,” kata Crist Sitanala, salah satu warga di Kota Ambon.
Seperti diwartakan sebelumnya, catatan Georg Everhard Rumphius dalam ”De Levensbeschrijving van Rumphius” yang dialihbahasakan oleh Frans Rijoly, terekam gempa besar dan tsunami terjadi di Ambon pada 17 Februari 1674 atau sekitar 345 tahun lalu. Naturalis asal Jerman itu mencatat, sekitar 2.300 orang tewas, termasuk istri dan anaknya.
Sementara itu, Teddy Dwi Riadi, pengamat meteorologi dan geofisika pertama pada Stasiun Geofisika Ambon, memastikan, informasi peringatan tsunami dari sebuah aplikasi yang beredar lewat medsos itu adalah kabar bohong (hoaks). Jika berpatokan pada gempa bermagnitudo 4,6 pada Kamis lalu, kekuatan guncangannya tidak berpotensi tsunami. Pusat gempa itu juga di darat, bukan di laut seperti kabar yang beredar. Ia pun mengimbau warga agar merujuk informasi dari BMKG.
Sekolah diliburkan
Gempa susulan masih terus terjadi dalam 16 hari terakhir. Untuk keselamatan warga, Pemerintah Kota Ambon meliburkan kegiatan belajar-mengajar selama 10 hari, terhitung sejak Jumat.
Kegiatan belajar-mengajar terganggu sejak gempa pertama terjadi. Pada hari-hari selanjutnya, setiap kali gempa susulan terjadi saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, siswa dan guru berhamburan keluar ruangan. Orangtua panik dan datang menjemput anak mereka di sekolah.
”Kondisi ini masih sangat mengkhawatirkan. Pemkot Ambon dan Pemprov Maluku memutuskan meliburkan sekolah dan kembali masuk pada 21 Oktober. Tentu nanti akan dilihat perkembangan kegempaan seperti apa. Gempa yang tidak bisa diprediksi membuat kondisi ini semakin tidak menentu,” kata Wakil Wali Kota Ambon Syarif Hadler.
Adapun pusat Kota Ambon tergolong padat. Kawasan itu berjajar di pesisir sepanjang 6 kilometer dengan lebar dari pantai ke kaki bukit kurang dari 1 kilometer. Dalam luasan itu terdapat permukiman penduduk, kantor pemerintahan, sekolah, pusat perbelanjaan, bank, kantor media massa, markas TNI/Polri, dan pasar tradisional. Pada jam sibuk, pukul 08.00-17.00, sekitar 200.000 orang berada di sana. (FRN)