Kongres Sampah untuk Penanganan Sampah yang Lebih Baik
›
Kongres Sampah untuk...
Iklan
Kongres Sampah untuk Penanganan Sampah yang Lebih Baik
Untuk pertama kalinya, Kongres Sampah yang dihadiri ratusan peserta digelar di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Sabtu (12/10/2019).
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Untuk pertama kalinya, Kongres Sampah yang dihadiri ratusan peserta digelar di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Sabtu (12/10/2019). Acara yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin mengatakan, salah satu kunci pengelolaan sampah ialah pemilahan sampah dari rumah, baik organik, non-organik, maupun bahan berbahaya dan beracun (B3). ”Ini harus kita gugah. Sejak awal, masyarakat tahu bisa menyetorkan sampah ke industri-industri pengolah,” ujarnya.
Hal itu penting guna meningkatkan penanganan dan pemanfaatan sampah di Jateng. Pada 2018, dari sekitar 5 juta ton sampah per tahun yang diproduksi di Jateng, baru 1,9 juta ton atau sekitar 39 persen yang tertangani. Karena itu, perlu ada gerakan bersama agar pengelolaan optimal.
Hadir dalam kongres tersebut perwakilan dari pemerintah, akademisi, industri, dan kelompok masyarakat. Diundang pula perwakilan dari 35 kabupaten/kota se-Jateng dan perwakilan sejumlah provinsi.
Kongres terbagi dalam lima komisi, dengan tema Sampah sebagai Komoditas, Pengembangan Iptek Sampah, Regulasi Terkait Sampah, Penguatan Konsolidasi, dan Gerakan Antisampah Non-organik. Digelar juga pameran sejumlah produk dari sampah selama kongres berlangsung.
”Kami harapkan ada output berupa maklumat dan rekomendasi serta terbentuknya Konsorsium Kongres Sampah. Juga inisiasi ini sedianya berlanjut ke daerah-daerah lain di Indonesia,” ujar Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Jateng Peni Rahayu.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, gerakan memilih sampah dari rumah harus terus digalakkan. Masyarakat memiliki peran untuk menjadikan sampah sebagai berkah.
Salah satu pendekatan pemerintah pusat dalam menangani sampah adalah bagaimana sampah menggerakkan roda ekonomi. ”Setelah dari kesadaran diri, berikutnya ialah mengirim sampah ke bank-bank sampah. Kuncinya, pemilahan. Sampah tak jadi berkah kalau tak dipilah,” tuturnya.
Guru Besar Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Syafrudin mengatakan, sampah merupakan tanggung jawab semua pihak. Selain pengguna produk, produsen produk pun bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan. Salah satu upaya adalah dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Selain pengguna produk, produsen produk pun bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan.
Ia menambahkan, hal positif sudah dilakukan sejumlah bank sampah. ”Namun, yang penting ialah perlu adanya sinergi antarlembaga. Setelah bank sampah memilah, selanjutnya pemerintah bertanggung jawab untuk composting (pengolahan sampah organik), misalnya,” kata Syafrudin.
Ngadiyono (38), Ketua Komunitas Karang Taruna Ikrar Bakti, Desa Kandangan, Bawen, Kabupaten Semarang, mengatakan, tingkat kesadaran warga untuk mengelola sampah masih rendah. Namun, pihaknya mencoba menginisiasi dengan memanfaatkan sampah-sampah dari satu RW.
”Kami bergerak mengumpulkan sampah, seperti bekas buah kelapa dan plastik yang dikreasikan menjadi pot dan tanaman hias. Juga budidaya maggot (belatung lalat) yang memakan sampah organik. Meski tak mudah, kami harap kepedulian warga akan terus meningkat,” tuturnya.